Minggu, 30 April 2017

Tahdzir Ulama Kibar Terhadap Jama'ah Yang Gemar Menghajr Dan Mentabdi


1. Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz
Al-Allamah, al-Mufti al-Alim, Samahatus Syaikh Abdil Aziz bin Abdullah bin Bazz - rahimahullahu- berkata, sebagaimana termuat dalam harian al-Jazirah, ar-Riyadh, asy-Syirqul Awsath, Sabtu 22/6/1412 H, sebagai berikut :

"Telah merebak di zaman ini tentang banyaknya orang-orang yang menisbatkan diri kepada ilmu (tholibul 'ilm, pent.) dan terhadap dakwah kepada kebajikan (da'i, pent.) yang mencela kehormatan kebanyakan saudara-saudara mereka para du'at yang masyhur dan memperbincangkan kehormatan (menjelekkan, pent.) para thullabul 'ilm (penuntut ilmu), para du'at dan khatib (penceramah). Mereka melakukannya secara sirriyah (sembunyi-sembunyi) di dalam majelis-majlis mereka, dan bisa jadi ada yang merekamnya di kaset-kaset kemudian disebarkan kepada manusia. Terkadang pula mereka melakukannya secara terang-terangan di dalam muhadharah 'am (ceramah umum) di masjid-masjid. Cara ini menyelisihi dengan apa-apa yang diperintahkan Allah dan rasul-Nya, dengan beberapa alasan :

Ta'ashub Dan Taklid Pangkal Hizbiyah

Ta'ashub Dan Taklid Pangkal Hizbiyah  Oleh Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin  Ta'ashub dan taklid merupakan dua penyakit berbahaya yang cukup rumit untuk ditangani. Keduanya merupakan pangkal hizbiyah dan ashabiyah (fanatisme golongan).  Hizbiyah dan ashabiyah akan mudah dilenyapkan apabila ta'ashub dan taklid ini terkikis habis.  Sebenarnya, menurut nalar orang yang sedikit saja memiliki ilmu agama, keduanya mudah difahami sebagai penyakit umat yang amat berbahaya, namun menurut waqi' (kenyataan), ternyata tanpa disadari banyak orang yang termakan oleh penyakit ini. Tidak hanya orang-orang awam, bahkan orang-orang yang cukup memiliki bekal sebagai juru dakwah pun kadang-kadang ikut terjebak ke dalamnya. Dua buah penyakit umat yang cukup mudah dimengerti tetapi sulit dihindari. Teori dengan prakteknya berbeda, prinsip ilmiah dengan amaliahnya berlainan.  Syaikh Ali bin Hasan al-Atsari memberikan contoh sebagai berikut : "Kita lihat misalnya, seorang pemuda atau sekelompok pemuda, ketika diajak dialog oleh seorang Thalib al-'ilmi (pengkaji ilmu) tentang masalah fikriyah (berkaitan dengan pola fikir) atau masalah dakwah.... Apabila pembicaraannya ternyata sesuai dengan apa yang menjadi doktrin mereka..., selaras dengan apa yang mereka pegangi..., dan lawan dialognya bisa menyepakati apa yang menjadi keyakinan dan kebiasaan mereka, maka lawan dialognya itu akan dianggap sebagai saudara yang ikhlas, dihormati, dan disayangi sepenuh hati.  Sebaliknya jika perkataan anda menyalahi prinsip pemikiran mereka atau menyalahi beberapa sisi pendapat mereka..., mereka akan melancarkan perkataan-perkataan keji dan melepaskan berbagai tuduhan kepada anda melalui sebuah busur yang menyebabkan satu pleton orang kuat pun takkan berdaya menghadapinya.  Bahkan anda lihat, dengan tenangnya mereka sebar luaskan (fitnah keji) ini tanpa kejelasan bukti sama sekali.  Contoh lain yang juga (nyata) ialah: Bahwa da'i-da'i atau sosok-sosok tertentu lain yang ketokohannya sudah tertanam dalam benak sebagian orang sebagai panutan, uswah serta suri tauladan yang dikagumi dan dipercaya kata-katanya, ternyata dalam akal pikiran dan jiwa orang-orang yang mempunyai semangat serta emosi menggebu itu, sosok-sosok pribadi tersebut telah menjadi lambang kebenaran dan perkataannya menjadi dalil.  Ini jelas penyelewengan besar.  Mereka, dengan bahasa lidah atau bahasa fakta, mengatakan: "Kita harus menghormati da'i-da'i itu..., mereka adalah panutan kita!! Awas jangan diganggu..., jangan dibantah atau dikritik!!"  Ini tentu sangat mengherankan... adakah di sana seorang manusia yang tak boleh dikritik atau dibantah selain para nabi......  Kalau saja sebagian mereka sudi mengganti istilah penghormatan mereka (kepada tokoh idolanya -pen.) dengan istilah pengkultusan, - disebabkan jeleknya keadaan mereka yang sesungguhnya-, tentu akan lebih pantas dan lebih cocok dengan realita mereka.  Mengapa demikian..., sebab hanya dengan melakukan bantahan terhadap salah seorang tokoh mereka, sekalipun dengan bahasa lembut dan tidak kasar saja..., sudah mereka anggap sebagai tindakan jahat dan batil...  Isyarat paling sederhana pun..., meski dilakukan dengan ramah..., tetap mereka anggap sebagai tantangan nyata dan sebagai tindakan tak beradab... Bersamaan dengan perbuatan-perbuatan rusak mereka yang bersumber dari prinsip-prinsip ashabiyah (fanatisme golongan) yang jelek ini..., mengalir pulalah gelombang-gelombang tuduhan (keji) terhadap orang-orang tak berdosa, serta tahdzir (peringatan agar manusia tidak mendekat) terhadap orang-orang yang sebenarnya bersih. Bahkan (sammpai pada tingkat) memutuskan silaturrahmi dengan orang-orang yang sebenarnya suci dan bertakwa." [Lihat Syaikh Ali Hasan al-Atsari, dalam muqadimah kutaib (kitab kecil) berjudul "Sual wa Jawab Haula Fiqhi al-Waqi', Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, terbitan Daar al-Jalalain, Riyadh, Saudi Arabia, cet. I, 1412 H/1992 M, hal.10-12].  Itulah beberapa contoh konkrit yang dikemukakan oleh Syaikh Ali Hasan tentang betapa berbedanya antara teori yang dikuasai oleh seseorang mengenai tercelanya ta'ashub dan taklid dengan kenyataan yang dilakukannya.  Demikianlah realita yang ada sekarang ini, ta'ashub dan taklid sudah menggejala di mana-mana hingga ciri-ciri hizbiyah-pun menjadi akrab dengan banyak pribadi yang mengaku anti hizby. Bahasa lidah mengingkari, namun bahasa fakta mengakui.  Imam Ibnul al-Qayyim rahimahullah, mengingatkan, menjelaskan dan memberi nasihat: "Sepeninggal generasi-generasi terbaik umat ini, (disusul dengan lenyapnya para imam abad ke IV H, dan perginya para pengikut angkatan pertama mereka) datanglah kemudian generasi-generasi yang memecah belah agamanya. Mereka hidup bergolong-golongan dan masing-masing bangga dengan apa yang ada pada dirinya. Mereka telah memotong-motong perkara agamanya menjadi berkeping-keping...  Segolongan orang menjadikan ta'ashub madzhabi (fanatisme madzhab) sebagai agama yang dipegang erat-erat dan sebagai modal keyakinan yang digembor-gemborkan.  Sementara segolongan yang lain merasa puas dengan sikap taklid buta. Mereka berpegang pada prinsip:  إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ  "Artinya : Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka." [Az-Zukhruf/47 : 23]  Dua golongan manusia: muta'ashib (fanatikus golongan) dan muqallid (orang yang taklid) di atas sama-sama berada pada keadaan yang teramat jauh dari kebenaran yang semestinya diikuti.   Rasanya tepat sekali jika ungkapan (ayat al-Qur'an al-Karim) berikut ditujukan kepada mereka:  لَيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ  "Artinya : (Apa yang dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan bukan (pula) menurut angan-angan Ahli Kitab" [An-Nisa'/4: 123]  Imam Syafi'i rahimahullah berkata: "Kaum muslimin telah berijma' (bersepakat) bahwa barangsiapa yang telah melihat sunnah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dengan jelas, maka ia tidak boleh meninggalkannya lantaran mengikuti pendapat seseorang."  (Sementara itu) Abu Umar dan ulama-ulama lain mengatakan : "Orang-orang telah bersepakat bahwa muqallid (orang yang taklid) tidak terhitung sebagai ahli ilmu (agama). Dan ilmu (agama) ialah memahami al-haq (kebenaran) melalui dalilnya."  Demikianlah yang dikatakan oleh Abu Umar rahimahullah, sebab manusia memang tidak pernah berselisih pendapat bahwa ilmu ialah pemahaman yang dihasilkan dari dalil. Adapun jika tanpa dalil maka namanya taklid!!!  Dua pernyataan ijma' di atas (pernyataan imam Syafi'i tentang ijma' berkenaan dengan larangan ta'ashub, dan pernyataan Abu Umar tentang ijma' berkenaan dengan taklid), memberi pengertian bahwa orang yang ta'ashub (fanatik) terhadap hawa nafsu, serta orang yang taklid buta adalah orang-orang yang tidak tergolong dalam kelompok orang-orang berilmu. Mereka bukan pewaris nabi. Pewaris nabi hanyalah para ulama.  Bagaimana mungkin para muta'ashib (fanatikus golongan) dan para muqallid (orang yang taklid) disebut pewaris nabi, sedangkan mereka sangat keras upayanya menolak ajaran Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam dalam rangka mengikuti perkataan orang yang menjadi idolanya? Mereka habiskan umurnya guna berfanatik terhadap tokoh idamannya dan untuk mengikuti hawa nafsu, sementara mereka tidak menyadari.  Demi Allah, sesungguhnya ini merupakan fitnah yang membutakan mata dan mematikan hati. Anak-anak kecil tumbuh dalam bimbingan fitnah ini, dan dalam lingkaran fitnah ini pula para orang tua merambati umur tuanya. Akhirnya al-Qur'an dihindari.  Begitulah qadha' dan takdir Allah telah tertulis. Ketika bencana sudah sedemikian besar dan meratanya sehingga kebanyakan orang tidak kenal lagi kecuali kebejatan ini, dan kebejatan ini dianggapnya sebagai ilmu, maka pada saat demikian setiap pencari kebenaran melalui sumbernya yang benar, akan dianggap sebagai maftun (orang yang telah terkena fitnah). Setiap orang yang mengutamakan al-haq, akan dianggap dungu.  Orang-orang muta'ashib tadi akan senantiasa memasang berbagai jebakan guna menjegal setiap yang berbeda pendapat dengan mereka seraya berkata kepada sesamanya: "Kita kuatir kalau dia (pencari kebenaran tersebut -pen) akan mengganti agama kalian atau akan membuat kerusakan di muka bumi."  Oleh sebab itu, sesungguhnya siapa saja yang memiliki rasa harga diri, hendaknya jangan pedulikan mereka dan jangan ridha terhadap apa yang ada pada mereka. Kalau Sunnah Nabawiyah ditunjukkan kepadanya, ia segera bergegas mengambilnya dan tidak berkutat membelenggukan dirinya pada mereka.  Tunggulah saatnya, ketika segala apa yang ada di dalam kubur dibangkitkan kembali, ketika segala yang tersimpan di dada terbongkar, ketika kaki-kaki seluruh makhluk berdiri sama rata di hadapan Allah, ketika tiap-tiap hamba melihat sendiri apa yang telah dilakukannya, ketika antara orang-orang yang benar dapat terbedakan dengan orang-orang yang batil, dan ketika orang-orang yang berpaling dari Kitabullah dan Sunnah Nabi mengetahui bahwa mereka sesungguhnya adalah para pendusta." [Dinukil dari I'lam al-Muwaqi'in: Ibnu al-Qayyim, tahqiq: Muhammad Muhyidin Abdu al-Hamid, terbitan Daar al-Fikr, cet. III, 1397 H/1977 M, juz I hal. 7-8.]  Dengan demikian, agar orang tidak terjerumus pada sikap hizbiyah, maka ia harus mewaspadai dan menghindar dari sikap ta'ashub dan taklid. Caranya ialah seperti apa yang diungkapan oleh imam Ibnu al- Qayyim berikut ini:  "Sesungguhnya hal yang paling pantas dan paling utama untuk orang saling berlomba dan berpacu adalah meraih sesuatu yang bisa menjamin kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat dan bisa memberi petunjuk pada jalan yang menghantarkan pada kebahagiaan itu.   Nah, sesuatu itu adalah al-'ilmu an-nafi' (ilmu yang bermanfaat, yakni ilmu agama yang benar) dan amal shaleh. Tanpa keduanya tak bakal ada kebahagiaan bagi seorang hamba, dan tanpa mengaitkan diri pada sarana-sarana yang bisa digunakan untuk memperoleh keduanya, maka keselamatan tidak mungkin akan teraih.  Barangsiapa yang dianugerahi (oleh Allah) dua hal di atas, berarti dia sangat beruntung. Sebaliknya bagi siapa saja yang diharamkan untuk memperoleh keduanya (ilmu bermanfaat dan amal saleh), niscaya seluruh kebaikan diharamkan baginya.  Keduanya merupakan titik beda antara manusia-manusia terhormat dengan manusia-manusia hina. Dengan keduanyalah akan terbedakan antara orang baik dengan orang jahat, antara orang yang bertakwa dengan orang yang menyimpang...." [Ibid, hal. 5]  Dengan ilmu (dinul Islam) yang benar dan dengan amal saleh. Insya Allah orang akan meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan akan terhindar dari kesengsaraan. Juga akan terhindar dari ruwetnya hizbiyah.   Nas'alullaha an-najata wa as-saamata fi ad-Dunya wa al-Akhirah.  [Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 23/Tahun II/Hal.37-40. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo]

Oleh Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin

Ta'ashub dan taklid merupakan dua penyakit berbahaya yang cukup rumit untuk ditangani. Keduanya merupakan pangkal hizbiyah dan ashabiyah (fanatisme golongan).

Hizbiyah dan ashabiyah akan mudah dilenyapkan apabila ta'ashub dan taklid ini terkikis habis.

Sabtu, 29 April 2017

Ajaibnya Do’a Istri pada Suami yang Bejat

 Ajaibnya Do’a Istri pada Suami yang Bejat

Kisah ini kami dapatkan dari sebuah buku yang tersusun dalam dua jilid. Dalam buku tersebut dikisahkan banyak sekali kisah yang menunjukkan ajaibnya do’a. Oleh karenanya, buku itu diberi judul “‘Ajaibud Du’aa” (Sungguh ajaibnya do’a). Di antara kisah yang membuat hati ini interested adalah kisah seorang istri yang mendoakan suaminya yang bejat, yang gemar maksiat. Istri tersebut adalah istri yang sholehah dan sangat ingin sekali suaminya menjadi baik. Maka ia terus menerus mendoakan suaminya. Kisah tersebut adalah sebagai berikut:

Berbilangnya Jama'ah Merupakan Fenomena Penyakit


Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan :
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah berbilangnya jama'ah Islamiyah di lapangan (dakwah) mempunyai dampak negative atau ia justru merupakan fenomena yang baik ?

Hizbiyyah Bukan Hizbullah


DEFINISI HIZBIYYAH
Al-Hizbu secara bahasa adalah kelompok atau kumpulan manusia. (Al-Qomus Al-Muhith, Fairuz Abadi hal. 94). Dia berkata dalam Bashoir Dzawi Tamyiz 2/457: “Bashirotun fi Hizbi adalah kumpulan yang di dalamnya ada permusuhan”.Dan dikatakan bahwa Al-Hizbu adalah kelompok-kelompok yang berkumpul untuk memerangi para Nabi.

Hati-Hati Share Berita Bisa Jadi Dituduh Dusta


Ada saja yang bisa dijadikan berita koran. Padahal sebenarnya amat bahaya jika kita menceritakan setiap apa yang kita dengar. Karena kadang berita tersebut benar dan kadang dusta. Maka perlu hati-hati dan selektif dan share atau menyebar suatu berita, apalagi berita koran, atau hanya kabar burung.

Jumat, 28 April 2017

Hakikat Sururiyah


Oleh Syaikh DR Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah

Pertanyaan :
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily Hafidzohullah ditanya : Semoga Allah menjaga Anda. Sering sekali kita mendengar tentang Sururiyah, harap Anda jelaskan hakikatnya ..! jazakumullahu khairan..

Peringatan Terhadap Fitnah Tajrih Dan Tabdi' Sebagian Ahlus Sunnah Di Masa Kini


Oleh Al-Allamah al-Muhaddits asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd al-Abbad al-Badr[4]

Yang semisal dengan bid’ah menguji manusia dengan perseorangan[5] yang terjadi dewasa ini dari sekelompok kecil Ahlus Sunnah yang gemar mentajrih saudara-saudaranya sesama Ahlus Sunnah dan mentabdi’ mereka, sehingga mengakibatkan timbulnya hajr[6], taqathu’[7] dan memutuskan jalan kemanfaatan dari mereka. Tajrih dan tabdi’ tersebut dibangun di atas dugaan suatu hal yang tidak bid’ah namun dianggap bid’ah.

Kamis, 27 April 2017

Siapakah Sururi ?


Oleh Syaikh DR Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr

Pertanyaan
Kapan seseorang dianggap termasuk orang-orang yang keluar dari manhaj Salaf, dengan arti bahwa dia bukan seorang Salafi? Benarkah jika kita berkata : Si Fulan beraqidah Salafi, bermanhaj Ikhwani?

Bagaimana Paham Serta Prinsip Sururi Dan Bagaimana Kerja Sama Dakwah Dengan Ahli Bid'ah


Oleh Syaikh DR Muhammad Musa Alu Nashr

BAGAIMANA PAHAM DAN PRINSIP SURURI

Pertanyaan
Syaikh DR Muhammad Musa Alu Nashr ditanya : Kita mengetahui kebenaran dan keorisinilan dakwah salafiyyah, namun yang disayangkan datang pengkaburan dan kekacauan yang didalangi oleh orang-orang Sururi, yang kutanyakan adalah apa itu paham Sururi dan bagaimanaa kaedah dan prinsip mereka agar dapat diketahui dan kita dapat meghukumi seseorang dengan kaedah ini ?

Selasa, 25 April 2017

Buraq Kendaraan Nabi Waktu Isra’ Mi’raj


Pertanyaan :
Apa itu buroq? Karena ketika isra mi’raj, nama ini sering disebut. Dan katanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam isra mi’raj dengan menunggang buroq. Mungkin bs dijelaskn. Trim’s. Maksih pencerahannya.

Jumat, 21 April 2017

Nasehat Berharga, Janganlah Tergesa-gesa


Suatu kisah yang sangat bagus dikisahkan oleh Al Hasan Al Bashri. Sungguh sangat menyentuh. Banyak pelajaran berharga dapat kita gali dari kisah berikut ini. Semoga bermanfaat.

Al Hasan Al Bashri berkata, “Ada seorang pria meninggal dunia lalu meninggalkan seorang anak dan seorang budak. Dia pun berwasiat menyerahkan budak tersebut pada anaknya. Bekas budak tadi memang sangat giat merawat anak dari tuannya. Akhirnya anak tersebut menyukai budak tadi dan dia pun menikahinya.

Minggu, 16 April 2017

Muhammad bin Abdul Wahhab Ulama Pembela Dakwah Salafiyah


Oleh : Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halabi Al Atsari

Sesungguhnya segala puji milik Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kami memohon pertolongan, ampunan, dan perlindungan kepada Allah Azza wa Jalla dari keburukan–keburukan diri kami dan kejelekan – kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, maka tidak ada seorangpun yang bisa menyesatkannya dan barang siapa disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorangpun yang bisa memberi petunjuk kepadanya Subhanahu wa Ta'ala.

Sabtu, 15 April 2017

Akulah Pemakan Riba !!!

(Tulisan: Prasetyo Budi Widodo di Purwokerto)

KISAH HIJRAH PEDAGANG BROWNIS YANG BIKIN HATI TERIRIS..

"AKULAH PEMAKAN RIBA!!"

Assalamualaikum warahmatullahi wabaraktuh..
Saya adalah penebar riba.. saya bujuk orang-orang yang punya usaha untuk berhutang dengan bunga sekian % di bank BUMN tempat saya bekerja.. saya tipu mereka dengan berkata bahwa bunga pertahun hanya sekian % tetapi saya arahkan mereka untuk mengambil hutang lebih dari setahun, sehingga pendapatan bunga menjadi lebih besar!!

Target saya terlampaui!!
Saya menjadi prajurit terbaik!!
Dan saya menjadi ujung tombak perusahaan yang lihai dalam memasarkan kredit!!

Nasehat Ringkas Dalam Agama [44]

Nasehat Ringkas Dalam Agama [44]

Berikut ini adalah sebuah pesan sekaligus nasehat berharga yang kami ringkas dari berbagai sumber yang insya Allah dapat semakin menambah ilmu yang bermanfaat.

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

441.

 : ‏قال ابن القيم
متى كان المال في يدك وليس في قلبك لم يضرك ولو كثر
ومتى كان في قلبك ضرك ولو لم يكن في يدك منه شيء
[مدارج السالكين(1/463)]

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah :

"Kapan saja harta itu ada di tanganmu dan tidak didalam hatimu tidak memudharatkanmu meski banyak, dan kapan saja harta itu ada didalam hatimu ia memudharatkanmu meski tidak ada sedikitpun didalam tanganmu".

[ Madaarijus Saalikin 1/463 ]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

Minggu, 09 April 2017

Sebuah Masukan (4)


5. Pakar Hadits (Takhrij)
Al-Ustadz Adi Hidayat hafidhahullahdalam sebuah rekaman video pengajian yang berjudul Penjelasan Mengenai Doa Makan (Allahummabariklana) berkata (menit 02:38):
“Ada yang berkata begini, saya tanya dulu. Kalau saya baca Allaahumma baarik lanaa fii maa razaqtanaa, shahih atau dla’iif ? (Hadirin : ‘dla’iif). Ooo, dla’iif…. (Tertawa). Dari mana tahunya ? Dari guru… Yuk kita lihat kitab aslinya. Buka dulu Muwaththa’ Imam Malik nomor hadits 2772. Nabi tidak mengatakan. Nabi tidak mengatakan : ‘bacalah bismillah’. Hanya mengatakan : ‘sammilah’. Nama Allah ada berapa ? Banyak. Diantaranya 99. Jadi sepanjang kita menyebut nama Allah, dibuat umum untuk memudahkan. Sepanjang kita menyebut nama Allah dengan bahasa apapun, dengan bismillah, dengan ya Allah, dengan Allahumma, itu sudah benar. Nabi mengajarkan hadits yang panjang di Muwaththa’ Imam Malik kepada ‘Aliy bin Abi Thaalib. Bagaimana redaksinya ?. Kalau engkau mau makan : Qul, bismillaahir-rahmaanir-rahiim, Allahummaa baarik lanaa fiimaa razaqtanaa waqinaa ‘adzaaban-naar. Hadits itu shahih. Bahkan ada yang lebih panjang lagi. Sekarang darimana munculnya pernyataan hadits itu dla’if ?. Ternyata, ada orang keliru baca kitab. Dibaca di kitab Syaikh Al-Albani pembahasan hadits nomor 6390, pembahasan itu sedang membahas hadits hubungan suami istri. Jadi ada hadits dla’if berbunyi begini : Kalau seorang istri berhubungan, seorang suami istri berhubungan, yang sebelum berhubungannya dia membaca Allahummaa baarik lanaa fiimaa razaqtanaa waqinaa ‘adzaaban-naar, (hadirin tertawa), betul. Silakan dibuka. Maka anak yang lahir tidak akan disentuh oleh setan. Itu haditsnya. Dibahas oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hadits ini kualitasnya dla’if, karena bertentangan dengan doa shahih yang diajarkan oleh Nabi. Orang-orang mengira, yang dla’if ini hadits tentang makanan. Padahal haditsnya berbeda. Jadi hadits tentang makanan terpisah dengan hadits yang tadi. Yang satu dla’if, yang lainnya shahih. Itu yang penting saya luruskan. Itu banyak sekali. Dan banyak orang keliru”

Kebaikan dan Kejelekan Terjadi atas Takdir (Qadar) Allah


Syaikhul-Islaam Abu ‘Utsmaan Ismaa’iil Ash-Shaabuuniy rahimahullah (w. 449 H) berkata:

ويشهد أهل السنة ويعتقدون : أن الخير والشر، والنفع والضر [والحلو] والمر بقضاء الله وقدره لا مرد لها ولا محيص ولا محيد عنها ، ولا يصيب المرء إلا ما كتب له ربه ، ولو جهد الخلق أن ينفعوا المرء بما لم يكتب الله له لم يقدروا عليه ، ولو جهدوا أن يضروه بما لم يقضه الله [عليه] لم يقدروا . على ما ورد به خبر عبد الله بن عباس [رضي الله عنهما] ، عن النبي ﷺ . قال الله عز وجل : وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ

“Ahlus-Sunnah bersaksi dan meyakini bahwa kebaikan dan kejelekan, manfaat dan mudlarat, serta manis dan pahitnya, terjadi dengan ketetapan dan takdir (qadar) Allah. Tidak ada yang dapat mencegahnya, menyimpangkannya, dan menjauhkannya. Seseorang tidak tertimpa sesuatu kecuali dengan ketentuan yang telah Rabbnya tuliskan untuknya. Seandainya seluruh makhluk berusaha keras untuk memberikan manfaat seseorang dengan sesuatu yang tidak Allah tetapkan untuknya, maka mereka tidak mampu melakukannya. Dan seandainya seluruh makhluk berusaha keras untuk memberikan mudlarat kepadanya dengan sesuatu yang tidak Allah tetapkan untuknya, maka mereka pun tidak mampu melakukannya. Hal ini berdasarkan hadits ‘Abdullah bin ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa, dari Nabi ﷺ.[1] Allah ‘azza wa jalla berfirman : “Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya” (QS. Yuunus : 107)” [‘Aqiidatus-Salaf wa Ashhaabul-Hadiits, hal. 70-71].

Sabtu, 08 April 2017

Sebuah Masukan (3)


4. Asy’ariy ?
Saat membawakan hadits nuzuul dalam video berjudul Selesai Shalat Tahajud, Apa yang Dicontohkan Rasulullah Hingga Salat Fajar?[1] (durasi 01:25:14), Ustadz Adi Hidayat hafidhahullah berkata (mulai menit 57:41):

Rabu, 05 April 2017

Usia 60 Tahun Tak Membuatnya Malas Untuk Belajar


Beliau ini, usianya sudah 60 tahun lebih. Domisili di daerah Rungkut, bisa sampai 30 menit perjalanan menuju BLC di wilayah Ngagel.

Memasuki periode ke-3 masa PBM BLC Surabaya, beliau mendaftar belajar Tahsin. Beliau terlihat sangat semangat dan tekun selama belajar. Padahal usianya telah memasuki senja; dan belajarnya benar-benar dari nol putul. Masih belajar mengenali huruf dengan buku Iqra' jilid 1.

Senin, 03 April 2017

Mengakui Kesalahan Memang Berat....


Beginilah akhlâq mulia dari Ustâdz Adi Hidayat, Lc MA حفظه الله…

==--==C O P A S==--==

السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

الحمد لله وصلاة وسلام على رسول الله

Kami ingin menyampaikan sebagai berikut:

1⃣ Mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi support, masukan, serta aneka kebaikan yang insyâ’-Allôh bernilai mulia dan pahala. Terkhusus kalangan asatidz dalam maupun luar negeri, juga Dubes Libya untuk Indonesia.

Panas dan Dinginnya Neraka


oleh Ustadz Abu Al-Jauzaa'

Al-Haafidh Ibnu Rajab Al-Hanbaliy rahimahullah berkata:

Allah ta’ala berfirman:

وَقَالُوا لا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ

“Dan mereka berkata: ‘Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini’. Katakanlah: ‘Api neraka Jahanam itu lebih sangat panas (nya)’, jika mereka mengetahui” [QS. At-Taubah : 81].

Sabtu, 01 April 2017

Masukan Untuk AH Hafidhohullah


Oleh Ustadz Abul Jauzaa

Bagian kedua : Tafsir al-Qur’an ala Ustadz AH hafizohullah

Menafsirkan al-Qur’an tentu harus berhati-hati, berusaha merujuk kepada tafsiran para salaf -apalagi kalau mengaku bermanhaj salaf-. Terlebih lagi kalau menimbulkan penafsiran model baru dengan model tafsir majaz (kiasan) dan meninggalkan dzohir (tekstual) ayat, lalu menyalahkan tafsir yang sudah dikenal oleh salaf dan kaum muslimin.