Minggu, 13 Agustus 2017
Antara NU dan Muhammadiyyah
Kalau kita lihat sejarah Muhammadiyyah dan NU, maka konflik yang terjadi di antara keduanya bukan hal rahasia lagi. Terlebih era di bawah tahun 90-an. Wahabi era dulu itu diidentikkan dengan ormas Muhammadiyyah. Telinga Aswaja memerah apabila dengar dakwah Wahabi yang memberantas TBC, takhayyul-bid'ah-churafat.
Konflik yang terjadi bukan hanya konflik intelejensia yang maksimal berujung pada konflik verbal. Tapi sudah menjurus pada konflik fisik berupa penyerangan dan pengusiran. Arogansi sebagian oknum Aswaja yang mengandalkan jumlah massa karena merasa mayoritas.
Banyak tulisan dan penelitian akademik yang mengulas tentang ini, diantara contohnya adalah:
1. Penelitian di Desa Wonokromo, Pleret, Kab. Bantul (http://digilib.uin-suka.ac.id/1084/).
2. Penelitian di Dusun Sumber Langgeng Kel Sumberejo Kec Pakal Kota Surabaya (http://repository.unair.ac.id/18382/)
3. Dan lain lain.
Saksi hidupnya masih banyak. Riil di lapangan, konflik Muhammadiyyah - NU ini masih ada, meski tak sebanyak dulu.
Ini memang patut kita sesalkan.
Setelah para duat non ormas yang mendakwahkan anti TBC -
sama seperti Muhammadiyyah - muncul, dan dakwah mereka mulai berkembang, maka kompas konfrontasi mulai beralih. Dari semula Muhammadiyyah ke Salafiyyin, meski keduanya masih dicap sama-sama Wahabi. Apalagi Muhammadiyyah era sekarang lebih kental nuansa politisnya dibandingkan ilmiyyahnya.
So, jangan heran. Mesti banyak-banyak bersabar. Masih banyak oknum yang menebarkan intoleransi secara internal; namun malah sangat toleran secara eksternal. Hingga pada aksi teatrikal penjagaan geraja di malam Natal karena khawatir diserang golongan Wahabi. Juga ide-ide out of the box nya seperti Islam Nusantara, paham Islam berdasarkan posisi geografis. (DAW)
[Http://Cerkiis.blogspot.com, disalin dari berbagai sumber pilihan]