Shahihkah Menutup Bacaan Al Qur’an Dengan Doa Kafaratul Majlis?
Soal :
Ustadz, tersebar di media sosial bahwa dzikir setelah membaca Al Qur’an itu adalah doa kafarat majelis yaitu subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika. Apakah benar demikian? Terima kasih atas jawabannya.
Ust. Abu Yahya Badrusalam menjawab :
Memang ada hadits yang menunjukkan demikian, yaitu hadits Aisyah radhiallahu’anha,
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ : مَا جَلَسَ رَسُولُ اللهِ مَجْلِسًا قَطُّ، وَلاَ تَلاَ قُرْآناً، وَلاَ صَلَّى صَلاَةً إِلاَّ خَتَمَ ذَلِكَ بِكَلِمَاتٍ، قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَاكَ مَا تَجْلِسُ مَجْلِساً، وَلاَ تَتْلُو قُرْآنًا، وَلاَ تُصَلِّي صَلاَةً إِلاَّ خَتَمْتَ بِهَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ ؟ قَالَ: (( نَعَمْ، مَنْ قَالَ خَيْراً خُتِمَ لَهُ طَابَعٌ عَلَى ذَلِكَ الْخَيْرِ، وَمَنْ قَالَ شَرّاً كُنَّ لَهُ كَفَّارَةً: سُبْحَانَكَ [اللَّهُمَّ] وَبِحَمْدِكَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ))
Dari Aisyah ia berkata, “Tidaklah Nabi duduk di majelis tidak pula membaca al qur’an dan tidak pula sholat kecuali menutupnya dengan kalimat kalimat tersebut. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihatmu tidaklah duduk di suatu majelis, tidak juga membaca al qur’an dan tidak juga sholat kecuali engkau tutup dengan kalimat tersebut?” Beliau bersabda, “Iya, siapa yang berkata baik akan ditutup dengan stempel kebaikan, dan siapa yang berkata buruk, akan menjadi penghapus dosanya. Yaitu subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika” (HR An Nasa’i).
Namun bila kita kumpulkan semua jalan dan matannya, tampak kepada kita bahwa lafadz: “..tidak pula membaca al qur’an” seorang perawi yang bernama Khollaad bin Sulaiman bersendirian dalam penyebutannya. Sementara perawi lainnya tidak menyebutkannya. Dan hadits ini diriwayatkan oleh 15 shahabat namun tidak ada lafadz: “..tidak pula membaca al qur’an“.
Dan Khollaad ini walaupun dianggap tsiqoh namun ia bukan perawi yang masyhur dengan itqon. Sehingga bersendiriannya ini tidak bisa dianggap sebagai tambahan perawi yang tsiqoh.
Yang masyhur adalah bahwa dzikir tersebut sebagai doa kafarat majelis. Maka jika kita setelah membaca Al Qur’an langsung pergi meninggalkan majelis, disunnahkan membaca doa kafarat majelis tersebut. Adapun jika setelah membaca Al Qur’an kita masih duduk di majelis, maka tidak disyari’atkan. Yang menunjukkan kepada ini adalah hadits ibnu Mas’ud radliallahu anhu ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku: “Bacakan Al-Quran untuk aku dengar”
“Ya Rasulullah, apakah aku boleh membaca Al-Quran di hadapan Anda, padahal Al-Quran itu diturunkan kepada Anda?” tanyaku.
“Ya, tidak masalah”
Akupun membaca surat An-Nisa. Ketika sampai pada ayat,
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ، وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا
“Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (QS. An-Nisa: 41)
Seketika sampai di ayat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Cukup..cukup.”
Saya melihat beliau, ternyata beliau berlinangan air mata. (HR. Bukhari 5050 dan Muslim 800)
Di dalam hadits tersebut, setelah membaca Al Qur’an beliau tidak beranjak dari majelis. Beliau tidak membaca do’a kafarat majelis tersebut. Beliau hanya berkata: “cukup.. cukup..“. Jadi dzikir subhanakallahumma wabihamdika.. dst. adalah do’a kafarat majelisnya. Bukan do’a setelah membaca Al Qur’an.
Wallahu a’lam.
[Cerkiis.blogspot.com, Sumber: Channel telegram @alfawaid, Penulis: Ust. Abu Yahya Badrusalam, Lc. Artikel Muslim.or.id]
Ustadz, tersebar di media sosial bahwa dzikir setelah membaca Al Qur’an itu adalah doa kafarat majelis yaitu subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaaha illaa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika. Apakah benar demikian? Terima kasih atas jawabannya.
Ust. Abu Yahya Badrusalam menjawab :
Memang ada hadits yang menunjukkan demikian, yaitu hadits Aisyah radhiallahu’anha,
عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ : مَا جَلَسَ رَسُولُ اللهِ مَجْلِسًا قَطُّ، وَلاَ تَلاَ قُرْآناً، وَلاَ صَلَّى صَلاَةً إِلاَّ خَتَمَ ذَلِكَ بِكَلِمَاتٍ، قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَاكَ مَا تَجْلِسُ مَجْلِساً، وَلاَ تَتْلُو قُرْآنًا، وَلاَ تُصَلِّي صَلاَةً إِلاَّ خَتَمْتَ بِهَؤُلاَءِ الْكَلِمَاتِ ؟ قَالَ: (( نَعَمْ، مَنْ قَالَ خَيْراً خُتِمَ لَهُ طَابَعٌ عَلَى ذَلِكَ الْخَيْرِ، وَمَنْ قَالَ شَرّاً كُنَّ لَهُ كَفَّارَةً: سُبْحَانَكَ [اللَّهُمَّ] وَبِحَمْدِكَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ ))
Dari Aisyah ia berkata, “Tidaklah Nabi duduk di majelis tidak pula membaca al qur’an dan tidak pula sholat kecuali menutupnya dengan kalimat kalimat tersebut. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihatmu tidaklah duduk di suatu majelis, tidak juga membaca al qur’an dan tidak juga sholat kecuali engkau tutup dengan kalimat tersebut?” Beliau bersabda, “Iya, siapa yang berkata baik akan ditutup dengan stempel kebaikan, dan siapa yang berkata buruk, akan menjadi penghapus dosanya. Yaitu subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika” (HR An Nasa’i).
Namun bila kita kumpulkan semua jalan dan matannya, tampak kepada kita bahwa lafadz: “..tidak pula membaca al qur’an” seorang perawi yang bernama Khollaad bin Sulaiman bersendirian dalam penyebutannya. Sementara perawi lainnya tidak menyebutkannya. Dan hadits ini diriwayatkan oleh 15 shahabat namun tidak ada lafadz: “..tidak pula membaca al qur’an“.
Dan Khollaad ini walaupun dianggap tsiqoh namun ia bukan perawi yang masyhur dengan itqon. Sehingga bersendiriannya ini tidak bisa dianggap sebagai tambahan perawi yang tsiqoh.
Yang masyhur adalah bahwa dzikir tersebut sebagai doa kafarat majelis. Maka jika kita setelah membaca Al Qur’an langsung pergi meninggalkan majelis, disunnahkan membaca doa kafarat majelis tersebut. Adapun jika setelah membaca Al Qur’an kita masih duduk di majelis, maka tidak disyari’atkan. Yang menunjukkan kepada ini adalah hadits ibnu Mas’ud radliallahu anhu ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku: “Bacakan Al-Quran untuk aku dengar”
“Ya Rasulullah, apakah aku boleh membaca Al-Quran di hadapan Anda, padahal Al-Quran itu diturunkan kepada Anda?” tanyaku.
“Ya, tidak masalah”
Akupun membaca surat An-Nisa. Ketika sampai pada ayat,
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ، وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا
“Bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (QS. An-Nisa: 41)
Seketika sampai di ayat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Cukup..cukup.”
Saya melihat beliau, ternyata beliau berlinangan air mata. (HR. Bukhari 5050 dan Muslim 800)
Di dalam hadits tersebut, setelah membaca Al Qur’an beliau tidak beranjak dari majelis. Beliau tidak membaca do’a kafarat majelis tersebut. Beliau hanya berkata: “cukup.. cukup..“. Jadi dzikir subhanakallahumma wabihamdika.. dst. adalah do’a kafarat majelisnya. Bukan do’a setelah membaca Al Qur’an.
Wallahu a’lam.
[Cerkiis.blogspot.com, Sumber: Channel telegram @alfawaid, Penulis: Ust. Abu Yahya Badrusalam, Lc. Artikel Muslim.or.id]