BERAKHLAK BAIK DAN PENTINGNYA BAGI PENUNTUT ILMU
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
KEDUA : MENERIMA HUKUM-HUKUM ALLAH DENGAN BENTUK MENGAMALKANNYA
Sesungguhnya berakhlak baik dalam bermuamalah dengan Allah dalam hal yang berkaitan dengan hukum-hukumNya adalah (dengan cara) menerima, mengamalkan dan merealisasikannya, serta tidak menolak sedikitpun hukum-hukum Allah. Jika seseorang mengingkari suatu hukum Allah, maka tindakan ini adalah (termasuk) berakhlak buruk kepada Allah.
Kami akan memberikan permisalan tentang puasa. Tidak diragukan lagi bahwa puasa adalah (amalan) yang berat bagi manusia, karena dalam ibadah puasa seseorang (harus) meninggalkan hal-hal yang diingini, seperti makanan, minuman, dan jima’. (Dan) Ini adalah suatu perkara yang berat. Akan tetapi seorang yang beriman, ia akan berakhlak baik kepada Allah, menerima beban syariat ini, dan menerima kemuliaan ini, dan hal ini adalah nikmat dari Allah, ia akan menerimanya dengan lapang dada dan ketenangan, jiwanya luas, dan kamu akan mendapatinya berpuasa pada siang hari yang panas sedangkan ia dalam keadaan ridha, lapang dada, karena ia berakhlak baik kepada Penciptanya, akan tetapi orang yang berakhlak buruk kepada Allah akan “menemui” ibadah seperti ini dengan keluh kesah, kebencian. Dan andaikata ia takut kepada suatu perkara yang tidak baik akibatnya niscaya ia tidak akan berpuasa.
Contoh yang lainnya adalah shalat :
Tidak dapat diragukan lagi bahwa puasa adalah ibadah yang berat bagi sebagian manusia, dan shalat itu ibadah yang berat bagi orang-orang munafik, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ
“Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya’ dan shalat subuh” [Bukhari, Muslim]
Akan tetapi shalat bagi orang yang beriman adalah “qurratu aini” (penghibur hati) dan menenangkan jiwanya.
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ﴿٤٥﴾الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu`,(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.[Al Baqarah/2 : 45-46]
Shalat bagi orang yang beriman bukanlah hal yang berat, bahkan shalat itu ringan dan mudah (bagi mereka yang beriman). Oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dijadikan pelipur lara hatiku dalam shalat”
Maka berakhlak baik kepada Allah dalam masalah shalat ini, yaitu anda menunaikan shalat dengan lapang dada, tenang, dan kedua matamu mendapatkan pelipur lara jika engkau sedang mengerjakan dan menunggunya jika waktu shalat telah lewat, maka jika engkau telah mengerjakan shalat subuh, engkau dalam kerinduan kepada shalat dzuhur, dan jika engkau telah shalat dzuhur engkau dalam kerinduan kepada shalat ashar, dan jika engkau telahmengerjakan shalat ashar engkau dalam kerinduan kepada shalat maghrib, dan jika engkau telah shalat maghrib engkau dalam kerinduan kepada shalat isya’, dan jika engkau telah selesai mengerjakan shalat isya engkau dalam kerinduan kepada shalat subuh. Demikianlah, hatimu selalu teringat dengan shalat-shalat. Hal seperti, tidak dapat diragukan lagi termasuk berakhlak baik kepada Allah.
Dan kami berikan contoh ketiga dalam masalah muamalah :
Dalam masalah muamalah, Allah mengharamkan riba bagi kita dengan pengharaman yang jelas dalam Al Qur’an.
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” [Al Baqarah/2 : 275]
Dan Allah berkata tentang riba :
فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Penciptanya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) ; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka ; mereka kekal di dalamnya” [Al Baqarah/2 : 275]
Allah mengancam orang yang kembali melakukan riba sesudah datang kepadanya nasehat dan mengetahui hukumnya dengan ancaman akan memasukkannya kekalkedalam neraka, (kita mohon perlindungan kepada Allah darinya).
Orang yang beriman akan menerima hukum ini dengan lapang dada, ridha dan menyerah (tunduk). Adapun orang yang tidak beriman, ia tidak akan menerimanya dan hatinya sempit dengan hukum ini. Ia akan berusaha mengadakan berbagai siasat dan cara, karena kita mengetahui bahwa bahwa didalam riba terdapat penghasilan yang pasti keutungannya dan tidak terdapat didalamnya perniagaan yang belum diketahui (untung dan rugi), akan tetapi pada hakikatnya riba adalah penghasilan bagi seseorang dan penganiayaan bagi yang lain. Oleh karena Itu Allah berfirman :
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” [Al Baqarah/2 : 279]
[Http://Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari Majalah Adz-Dzakhirah Al-Islamiyah Th I/No.06/1424/2003 hal. 9 – 14 Diterbitkan : Ma’had Al-Irsayd Surabaya. Jl Sultan Iskandar Muda 46 Surabaya]