Assalamu'alaikum, ustadz saya ingin bertanya :
Pertama, apakah ushul fikih bisa berkembang mennyesuaikan dengan keadaan zaman?,
Kedua, apakah mengikuti fatwa ulama termasuk taqlid? Jazakallahu khoir
Masalah masalah agama ada dua macam :
1. Masalah masalah yang tidak akan berubah sepanjang masa.
2. Masalah masalah yang bisa berubah.
Ibnu Qayyim menjelaskan dalam kitab ighotsatulahafan
الأحكام نوعان: النوع الأول: لا يتغير عن حالة واحدة هو عليها، لا بحسب الأزمنة ولا الأمكنة، ولا اجتهاد الأئمة، كوجوب الواجبات، وتحريم المحرمات، والحدود المقدرة بالشرع على الجرائم ونحو ذلك، فهذا لا يتطرق إلى تغيير، ولا اجتهاد يخالف ما وضع له.
النوع الثاني: يتغير حسب المصلحة له زمانًا ومكانًا وحالا كمقادير التعزيرات وأجناسها، وصفاتها، فإن الشارع ينوع فيها بحسب المصلحة) أ.هـ
Hukum itu ada dua macam :
1. Hukum yang tidak berubah dari keadaannya yang pertama, tidak berubah karena mengikuti kondisi, tempat, dan ijtihad ulama seperti wajibnya sholat lima waktu, Haramnya berbagai keharaman, hukuman had untuk tindakan kejahatan dan sebagainya.
2. Hukum yang berubah karena mengikuti mashlahat waktu, tempat dan kondisi seperti ta'zir (pidana yang diserahkan keputusannya kepada hakim karena tidak adanya dalil).
Selesai perkataan beliau.
Diantara perkara yang mempengaruhi perubahan hukum adalah masalah uruf atau adat istiadat. Karena kebutuhan manusia berbeda beda di satu daerah dengan daerah lainnya.
Dalam kitab i'laamul muwaqqiin, ibnu Qayyim berkata :
فإن الفتوى تتغير بتغير الزمان والمكان والعوائد والأحوال، وذلك كله من الله، وبالله التوفيق
Sesungguhnya fatwa dapat berubah mengikuti perubahan zaman, tempat, adat istiadat dan kondisi. Dan semua itu berasal dari Allah. wabillahittaufiq.
Tentunya syarat adat istiadat itu adalah tidak bertabrakan dengan dalil dalil syariat.
Karena adat istiadat itu bisa menjadi sandaran hukum hanya dalam perkara yang tidak disebutkan batasannya dalam syariat seperti makanan, pakaian, minuman dsb.
Adapun mengikuti pendapat ulama, maka ada dua macam :
1. Mengikutinya tanpa mengetahui dasarnya. inilah yang disebut taklid. namun bagi kaum awam diperbolehkan.
2. Mengikutinya dengan mengetahui dasarnya. Ini disebut oleh ibnu Abdil Barr sebagai ittiba'.
♻ Sumber : Ustadz Badru Salam
🌐 Webs : http://cerkiis.blogspot.com