Senin, 07 Maret 2016

1 - 4. Diutusnya Nabi Muhammad, Wafatnya Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Penaklukan Baitul Maqdis, Wabah Tha'un Di 'Amwas

Diutusnya Nabi Muhammad, Wafatnya Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Penaklukan Baitul Maqdis

1 - 4. Diutusnya Nabi Muhammad, Wafatnya Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam, Penaklukan Baitul Maqdis, Wabah Tha'un Di 'Amwas

KITAB : HARI KIAMAT [1]

Oleh Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil

1. DIUTUSNYA NABI MUHAMMAD SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengabarkan bahwa diutusnya beliau merupakan pertanda dekatnya Kiamat, dan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dijuluki dengan Nabiyyus Saa’ah.

Dijelaskan dalam hadits dari Sahl Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ، وَيُشِيرُ بِإِصْبَعَيْهِ فَيَمُدُّ هُمَا.

‘Jarak diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.” Beliau memberikan isyarat dengan kedua jarinya (jari telunjuk dan jari tengah), lalu merenggangkannya.’” [1]

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ.

‘Jarak diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.’”

Anas Radhiyallahu anhu berkata, “Dan beliau menggabungkan jari telunjuknya dengan jari tengah.” [2]

Dan diriwayatkan dari Qais bin Abi Hazim dari Abu Jubairah secara marfu’:

بُعِثْتُ فيِ نَسْمِ [3] السَّاعَةِ.

“Aku diutus pada awal hembusan angin Kiamat (awal tanda-tanda Kiamat).” [4]

Jadi tanda Kiamat yang pertama kali adalah diutusnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah Nabi terakhir, tidak ada Nabi lain setelahnya, yang ada hanya Kiamat sebagaimana jari telunjuk dan jari tengah, di antara keduanya tidak ada lagi jari lain atau panjang salah satunya melebihi yang lain [5], hal ini sebagaimana diriwayatkan at-Tirmidzi:

بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ، وَأَشَارَ أَبُو دَاوُدَ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى، فَمَا فَضَّلَ إِحْدَاهُمَا عَلَى اْلأُخْرَى.

“Jarak antara diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.” Abu Dawud memberikan isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Dia tidak melebihkan panjang salah satunya (kecuali hanya sedikit saja).” [6]

Dan di dalam riwayat Muslim: Syu’bah berkata, “Aku mendengar Qatadah berkata di dalam kisah-kisahnya, ‘Bagaikan kelebihan panjang salah satunya atas yang lain.’ Aku tidak tahu apakah beliau menyebutkannya dari Anas atau Qatadah yang mengatakannya.” [7]

Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Tanda Kiamat yang pertama adalah diutusnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliau adalah Nabi akhir zaman dan beliau telah diutus sementara tidak ada lagi Nabi di antara beliau dan hari Kiamat.” [8]

Allah Ta’ala berfirman:

مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-Nabi...” [Al-Ahzaab: 40]

[Http://Cerkiis.blogspot.com, artikel: almanhaj. Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari kitab ar-Riqaaq bab Qaulin Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallam Bu’itstu was Saa’atu ka Haataini dari Sahl Radhiyallahu anhu (XI/347, al-Fat-h).
[2]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Qurbus Saa’ah (XVIII/ 89-90, Syarah an-Nawawi).
[3]. (نَسْمُ السَّاعَةِ), Ibnul Atsir berkata, “Kata tersebut diambil dari kata (النَّسِيْمُ) yang berarti hembusan angin pertama kali yang lembut. Jadi maknanya adalah aku diutus di awal tanda-tanda Kiamat yang kecil, ada juga yang mengatakan kata tersebut merupakan bentuk jamak dari (نَسَمَةٌ) yang maknanya adalah aku diutus pada makhluk-makhluk yang diciptakan Allah menjelang terjadinya Kiamat,” seakan-akan beliau bersabda, “Di akhir penciptaan cucu Adam.” (An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (V/49-50)).
[4]. HR. Ad-Daulabi di dalam al-Kunaa (I/23), dan Ibnu Mandah dalam al-Ma’rifah (II/234/2).
Syaikh al-Albani mengatakan, “Shahih.”
Hadits ini diriwayatkan pula oleh al-Hakim dalam al-Kunaa -sebagaimana diungkap dalam al-Fat-hul Kabiir- dan beliau tidak menghubungkannya kepada yang lain.
Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (III/8, no. 2829) dan Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (II/468, no. 808).
[5]. Lihat at-Tadzkirah (hal. 625-626), Fat-hul Baari (XI/349), dan Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi (VI/460).
[6]. Jaami’ at-Tirmidzi, bab Maa Jaa-a fii Qaulin Nabiyyi J Bu’itstu Ana was Saa’ah ka Haataini (VI/459-460), dan beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
[7]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan wa Asyraathus Saa’ah, bab Qurbus Saa’ah (XVIII/ 89, Syarh an-Nawawi).
[8]. At-Tadzkirah fii Ahwaalil Mautaa’ wa Umuuril Aakhirah (hal. 626).

Wafatnya Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam

KITAB : HARI KIAMAT [1]

2. WAFATNYA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
Di antara tanda-tanda Kiamat adalah wafatnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dijelaskan dalam hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اُعْدُدْ سِتًّا بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ مَوْتِي...

‘Ingatlah (wahai ‘Auf) ada enam (tanda) sebelum datangnya hari Kiamat, kematianku....’” [1]

Kematian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah musibah terbesar yang menimpa kaum muslimin. Dunia terasa gelap dalam pandangan para Sahabat radhiyallahu anhum ketika beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat.

Anas bin Malik Radhiyallahu anhu berkata:

لَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الَّذِي دَخَلَ فِيهِ رَسُـولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ؛ أَضَاءَ مِنْهَا كُلُّ شَـيْءٍ، فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الَّذِي مَاتَ فِيهِ؛ أَظْلَمَ مِنْهَا كُلُّ شَيْءٍ، وَمَا نَفَضْنَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلأَيْدِي -وَإِنَّا لَفِي دَفْنِهِ- حَتَّى أَنْكَرْنَا قُلُوبَنَا.

“Di hari kedatangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ke Madinah segala sesuatu bercahaya, lalu ketika tiba hari wafatnya segala sesuatu menjadi gelap, dan tidaklah kami selesai menepuk-nepukkan tangan karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam -ketika kami menguburnya- sehingga kami mengingkari hati kami (tidak menemukan keadaan seperti sebelumnya).” [2]

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Maksudnya adalah mereka mendapati hati-hati mereka berubah dari yang mereka rasakan ketika masih bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berupa keharmonisan, kejernihan, dan kelembutan. Hal itu karena mereka telah kehilangan segala hal yang diberikan oleh beliau berupa pengajaran dan pendidikan.” [3]

Dengan wafatnya beliau terputuslah wahyu dari langit, sebagaimana disebutkan dalam jawaban Ummu Aiman Radhiyallahu anhuma kepada Abu Bakar dan ‘Umar Radhiyallahu anhuma ketika mereka berdua mengunjunginya setelah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wafat. Sesampainya mereka berdua padanya, dia menangis, lalu keduanya bertanya, “Apa yang membuatmu menangis? Segala sesuatu yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasul-Nya.” Kemudian ia menjawab, “Aku tidak menangis karena aku tidak tahu bahwa apa-apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi Rasul-Nya, akan tetapi aku menangis karena sesungguhnya wahyu dari langit telah terputus.” Hal itu menjadikan keduanya menangis, kemudian keduanya ikut menangis bersamanya.”[4]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggal sebagaimana manusia lainnya meninggal karena Allah tidak menetapkan kekekalan bagi seorang makhluk pun di dunia ini. Dunia ini hanya tempat persinggahan bukan tempat untuk menetap, sebagai-mana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ ۖ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal? Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” [Al-Anbiyaa : 34-35]

Juga ayat-ayat lain yang menjelaskan bahwa kematian adalah haq (benar), dan setiap yang berjiwa pasti mati, walaupun dia seorang pemimpin para makhluk dan pemimpin orang-orang yang bertakwa, Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kematian beliau sebagaimana diungkapkan oleh al-Qurthubi, “Perkara pertama yang menimpa Islam... kemudian setelahnya adalah kematian ‘Umar. Dengan kematian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam wahyu menjadi terputus, dan matilah kenabian. Kematian beliau adalah awal munculnya kejelekan dengan murtadnya orang-orang Arab, juga yang lainnya. Dan kematian beliau merupakan awal terputusnya kebaikan juga awal berkurangnya.

Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu berkata:

فَلْتَحْدُثَنَّ حَوَادِثٌ مِنْ بَعْدِهِ تُعْنَى بِهِنَّ جَوَانِحٌ وَصُدُوْرُ

Maka sungguh akan terjadi berbagai peristiwa setelahnya,
yang menyibukkan fikiran dan melelahkan

Shafiyyah binti ‘Abdil Muththalib Radhiyallahu anhuma berkata:

لَعَمْرُكِ مَا أَبْكِي لِفَقْدِهِ وَلَكِنْ مَا أَخْشَى مِنَ الْهَرْجِ آتِيَا

‘Demi Allah, tidaklah aku menangis karena kehilangannya,

akan tetapi karena aku takut pembunuhan yang akan datang setelahnya’” [5]

[Http://Cerkiis.blogspot.com, artikel: almanhaj. Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Jizyah wal Muwaada’ah, bab Maa Yuhdzaru minal Ghadr (VI/277, al-Fat-h).
[2]. Jaami’ at-Tirmidzi, bab-bab al-Manaaqib (X/87-88, Tuhfatul Ahwadzi), at-Tirmidzi berkata, “Hadits ini shahih gharib.”
Syu’aib al-Arna-uth berkata, “Isnadnya shahih.” Lihat Syarhus Sunnah, karya al-Baghawi (IV/50) tahqiq Syu’aib al-Arna-uth.
Ibnu Hajar berkata, “Abu Sa’id berkata sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bazzar dengan sanad yang jayyid, “Tidaklah kami menepuk-nepukkan tangan karena menguburnya sehingga kami meng-ingkari hati kami.” (al-Fat-h VIII/149).
[3]. Fat-hul Baari (VIII/149).
[4]. Shahiih Muslim, kitab Fadhaa-ilush Shahaabah g, bab Fadhaa-ilu Ummi Aiman x (XVI/9-10, Syarh an-Nawawi).
[5]. At-Tadzkirah, karya al-Qurthubi (hal. 629-630) dengan sedikit perubahan, dan lihat al-Idzaa’ah, karya Shiddiq Hasan, (hal. 67-69).

Penaklukan Baitul Maqdis

KITAB : HARI KIAMAT [1]

3. PENAKLUKAN BAITUL MAQDIS
Di antara tanda-tanda Kiamat adalah penaklukan Baitul Maqdis. Dijelaskan dalam hadits ‘Auf bin Malik Radhiyallahu anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

اعْدُدْ سِتًّا بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ... (فَذَكَرَ مِنْهَـا:) فَتْحُ بَيْتِ الْمَقْدِسِ.

‘Ingatlah (wahai ‘Auf) ada enam (tanda) sebelum datangnya hari Kiamat....’” (Lalu beliau menyebutkan salah satunya), “Penaklukan Baitul Maqdis.” [1]

Di zaman ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu sempurnalah penaklukan Baitul Maqdis, tepatnya pada tahun 16 Hijriyyah, sebagaimana disebutkan oleh para ahli sejarah. ‘Umar Radhiyallahu anhu pergi mengadakan perdamaian dengan penduduknya dan menaklukkannya, membersihkannya dari kaum Yahudi dan Nasrani, dan membangun masjid di arah kiblat Baitul Maqdis. [2]

Al-Imam Ahmad meriwayatkan dari jalan ‘Ubaid bin Adam, beliau berkata:

سَمِعْتُ عُمَرَ بْـنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُـولُ لِكَعْبٍ اْلأَحْبَارِ: أَيْنَ تُرَى أَنْ أُصَلِّيَ؟ فَقَالَ إِنْ أَخَذْتَ عَنِّي، صَلَّيْتَ خَلْفَ الصَّخْرَةِ، فَكَانَتِ الْقُدْسُ كُلُّهَا بَيْـنَ يَدَيْكَ. فَقَـالَ: عُمَرُ z ضَاهَيْتَ الْيَهُودِيَّةَ، لاَ، وَلَكِنْ أُصَلِّي حَيْثُ صَلَّى رَسُـولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَتَقَدَّمَ إِلَى الْقِبْلَةِ، فَصَلَّـى ثُمَّ جَاءَ، فَبَسَطَ رِدَاءَهُ، فَكَنَسَ الْكُنَاسَةَ فِـي رِدَائِهِ وَكَنَسَ النَّاسُ.

“Aku mendengar ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu berkata kepada Ka’ab al-Akhbar [3], ‘Ke arah manakah aku melakukan shalat?’ Lalu dia menjawab, ‘Jika engkau mengambil pendapatku, maka hendaklah engkau shalat di belakang batu, sedangkan Qudus seluruhnya ada di hadapanmu.’ ‘Umar berkata, ‘Apakah engkau menyerupai orang Yahudi? Tidak, akan tetapi aku akan melakukan shalat sebagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya,’ lalu beliau maju ke arah kiblat kemudian shalat, lalu beliau datang dan menghamparkan selendangnya dan mengumpulkan kotoran ke selendangnya, dan orang-orang pun ikut membersihkan.” [4]

[Http://Cerkiis.blogspot.com, artikel: almanhaj. Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

Footnote
[1]. HR. Al-Bukhari. Telah disebutkan takhrijnya.
[2]. Lihat al-Bidaayah wan Nihaayah (VII/55-56).
[3]. Dia adalah Ka’ab bin Mati’ al-Humairi, salah satu sumber ilmu dan salah seorang ulama besar dari kalangan Ahlul Kitab. Beliau masuk Islam pada zaman Abu Bakar ash-Shiddiq, datang ke Madinah pada zaman ‘Umar, kemudian tinggal di Syam, dan meninggal pada zaman kekhilafahan ‘Utsman Radhiyallahu anhu dan berumur lebih dari seratus tahun. Dia adalah orang yang banyak meriwayatkan Israiliyat, sebagian besar tidak shahih sanad kepadanya. Tidak ada satu riwayat pun baginya di dalam Shahiih al-Bukhari, sementara di dalam Shahiih Muslim ada satu riwayat Abu Hurairah darinya.
[4]. Musnad Imam Ahmad (I/268-269, no. 261), tahqiq Ahmad Syakir, dan beliau berkata, “Isnadnya hasan.”

Wabah Tha'un Di 'Amwas

KITAB : HARI KIAMAT [1]

4. WABAH THA'UN DI 'AMWAS [1]
Dijelaskan dalam hadits ‘Auf bin Malik yang terdahulu sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam :

اعْدُدْ سِتًّا بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ...

“Ingatlah ada enam (tanda) sebelum datangnya hari Kiamat....”

Lalu beliau menuturkan di antaranya:

ثُمَّ مُوْتَانٌ يَأْخُذُ فِيكُمْ كَقُعَاصِ الْغَنَمِ.

“Kemudian banyaknya kematian yang menimpa kalian bagaikan penyakit [2] kambing.” [3]

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Ada yang mengatakan, ‘Kejadian (dalam hadits) di atas muncul pada wabah penyakit tha’un amwas di zaman kekhilafahan ‘Umar, hal itu terjadi setelah penaklukan Baitul Maqdis.’”[4]

Pada tahun 18 Hijriyah menurut pendapat yang masyhur dari pendapat jumhur ulama [5] terjadi wabah tha’un di daerah ‘Amwas, kemudian menyebar di negeri Syam. Hal itu menyebabkan banyak dari kalangan Sahabat Radhiyallahu anhum dan yang lainnya meninggal dunia. Ada yang mengatakan bahwa jumlah yang meninggal mencapai dua puluh lima ribu jiwa dari kaum muslimin. Dan di antara orang-orang terkenal yang meninggal adalah: Abu Ubaidah ‘Amir bin al-Jarrah, kepercayaan umat ini" [6].

[Http://Cerkiis.blogspot.com, artikel: almanhaj. Disalin dari kitab Asyraathus Saa'ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]

Footnote
[1]. ‘Amwas adalah sebuah daerah di Palestina sejauh enam mil dari Ramalah melalui jalur Baitul Maqdis.
[2]. قُعَاصٌ dengan qaf yang didhammahkan, disebut juga عُقَاسُ dengan huruf ain yang didhammahkan, dan huruf qaf yang ditakhfif sementara huruf akhirnya tanpa titik, ia adalah penyakit yang me-nyerang binatang, lalu dari hidungnya mengalir sesuatu sehingga ia mati tiba-tiba. Lihat an-Nihaayah fi Ghariibil Hadiits (IV/88) dan Fat-hul Baari (VI/278).
[3]. HR. Al-Bukhari dan telah terdahulu takhrijnya.
[4]. Fat-hul Baari (VI/278).
[5]. Lihat al-Bidaayah wan Nihaayah (VII/90).
[6]. Lihat Mu’jamul Buldaan (IV/157-158), dan al-Bidaayah wan Nihaayah (VI/94).