Apakah anak tiri wajib dinafkahi oleh ayah sambung?
Salah satu niat daripada seorang wanita mencari suami lagi itu, tidak lain agar suami keduanya itu juga ikut menafkahi anaknya. Ini salah satu niat utama seorang wanita menikah lagi.
Itu merupakan hal yang wajar.
Jadi tidak hanya menafkahi dirinya, tapi juga anak-anaknya.
Hal yang serupa juga dilakukan oleh Ummu Salamah, ketika hendak dilamar oleh Rasulullah shalalloohu alaihi wa sallam melalui perantara Hathib bin Abi Baltha'ah.
Ummu Salamah berkata :
إِنَّ لِي بِنْتًا، وَأَنَا غَيُورٌ
"Aku memiliki anak dan aku juga adalah seorang wanita yang sangat pencemburu".
Rasulullah shalalloohu alaihi wa sallam pun menjawab,
أَمَّا ابْنَتُهَا فَنَدْعُو اللَّهَ أَنْ يُغْنِيَهَا عَنْهَا، وَأَدْعُو اللَّهَ أَنْ يَذْهَبَ بِالْغَيْرَةِ
"Adapun mengenai masalah anak anakmu, maka hendaklah kita berdoa kepada Allah supaya kita diberikan kecukupan harta untuk menanggungnya.
Adapun mengenai masalah sifat pencemburu mu yang amat sangat itu, maka aku akan berdoa kepada Allah agar bisa dihilangkan (atau dikurangi) " [Hr. Muslim, hadits no 918]
Setelah mendengar perkataan Rasulullah itu, barulah Ummu Salamah menerima lamaran beliau.
***
Bayangkan ini yang melamar Rasulullah lho. Rasulullah. Bukan orang sembarangan.
Tapi walaupun Rasulullah yang melamar, ummu Salamah masih memikirkan anaknya dan berharap Rasulullah juga mau menanggungnya.
Nah, bagaimana lagi dengan laki-laki selain Rasulullah yang hendak melamar wanita, tapi ingin lepas tanggung jawab dari menafkahi dan menanggung biaya anak anaknya?
Jawabnya, buang saja ke laut laki-laki model seperti itu. Hanya ingin enaknya saja itu.
Contohlah Rasulullah yang mau untuk menanggung anak anak ummu Salamah.
***
Jadi masalah menafkahi anak tiri itu sebetulnya ada perinciannya.
Jika ayah asli atau ayah kandung tersebut masih ada, dan mampu. Maka ayah kandung tersebutlah sebenarnya yang wajib untuk menafkahi anaknya, walaupun sudah bercerai dari istrinya.
Ayah sambungnya hanya wajibnya menafkahi sisa kekurangannya saja, jika semisal ayah kandungnya itu terbatas finansial nya.
Atau jika misal ayah kandungnya itu brengsek, tidak mau bertanggung jawab, tidak mau kasih nafkah ke anak setelah bercerai. Maka ini otomatis beralih ke tanggung jawab ke ayah sambung nya untuk menafkahi nya.
Ini hal yang wajar.
Tapi kondisinya berbeda, jika misal ayah kandung nya itu mampu, lebih dari cukup, dan bertanggung jawab. Senantiasa menafkahi anak anaknya, mencintai mereka, walaupun karena ada kejadian tidak menyenangkan terpaksa bercerai dengan istrinya.
Maka dalam kondisi seperti ini, sang ayah sambung hanya sunnah saja menafkahi anak tirinya. Sebab walau bagaimanapun, ayah tiri diwajibkan berbuat ma'ruf kepada keluarganya, termasuk kepada anak tirinya.
Demikian juga jika kondisi seorang istri menjadi janda karena ditinggal mati suaminya. Jika sang istri tersebut kaya, mampu, janda kaya, maka sunnah saja untuk membantu menafkahi anak tirinya.
Kan ada juga tuh janda kaya. Punya penghasilan dan bisnis sendiri.
Akan tetapi jika janda karena ditinggal mati istrinya itu tidak memiliki penghasilan apapun. Berjuang untuk menafkahi dirinya dan anaknya. Sebelumnya dia hanya full ibu rumah tangga, sementara suaminya lah yang menjadi tulang punggung bekerja menafkahi keluarganya.
Maka dengan kondisi seperti ini, sang ayah sambung wajib juga menafkahi anak tirinya. Tidak hanya wajib menafkahi ibunya saja.
Kan ayahnya sudah meninggal. Siapa lagi yang bisa menafkahinya melainkan ayah sambungnya.
***
Jadi ini merupakan hal yang kondisional.
Dan dalil yang kita jadikan pegangan adalah perkataan Rasulullah yang menanggung anak tiri dari ummu Salamah itu.
Ini kita jelaskan panjang lebar, karena ada orang yang memahami bahwa ada sebagian fihak yang berkata bahwa seorang laki-laki itu tidak berkewajiban menafkahi anak tirinya.
Kan itu bukan anak kandungnya? Wajibnya hanya menafkahi istrinya saja.
Pemahaman ini perlu untuk diluruskan dan diperinci. Sebab jika kita kembalikan kepada contoh hadits Rasulullah, maka kok kayaknya pemahaman itu nggak nyambung.
Cenderung pengen enaknya saja.
Seperti misal bisa digunakan untuk alasan poligami, nambah istri ambil janda, tapi nggak pengen nanggung anak anak bawaan janda tersebut.
Maka dari itu, pemahaman ini perlu untuk diluruskan dan diperinci.
***
Intinya kalau ketemu laki-laki yang model pemahamannya seperti ini, tidak faham perincian berikut mashlahat Madhorot nya.
Hanya pengen ibunya saja, nggak pengen nanggung anaknya.
Maka buang saja laki-laki model seperti itu ke laut.
✍ Kautsar Amru