Sabtu, 07 Maret 2020
Kitab Syamail Muhammadiyah (Halaqah 14 / Hadits 15)
🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 01 Rajab 1441 H / 25 Februari 2020 M
👤 Ustadz Ratno, Lc
📗 Kitab Syamāil Muhammadiyah
🔊 Halaqah 14 | Hadits 15
⬇ Download audio: bit.ly/SyamailMuhammadiyah-14
〰〰〰〰〰〰〰
*KITĀB SYAMĀIL MUHAMMADIYAH, HADĪTS 15*
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ الْخَلْقَ وَالْأَخْلَاقَ وَالْأَرْزَاقَ وَالْأَفْعَالَ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلَى إِسْبَاغِ نِعَمِهِ الظَّاهِرَةِ وَالْبَاطِنَةِ بِالْإِفْضَالِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّهِ وَرَسُولِهِ الْمُخْتَصِّ بِحُسْنِ الشَّمَائِلِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَوْصُوفِينَ بِالْفَوَاضِلِ وَالْفَضَائِلِ، وَعَلَى أَتْبَاعِهِ الْعُلَمَاءِ الْعَامِلِينَ بِمَا ثَبَتَ عَنْهُ بِالدَّلَائِلِ. أما بعد
Sahabat BiAS yang semoga selalu dicintai oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
Tidak terasa kita telah memasuki pertemuan yang ke-14, dari kitāb yang dibawakan oleh Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam kitāb Asy Syamāil Al Muhammadiyyah.
Pada kesempatan kali ini kita akan membaca hadīts terakhir (hadīts nomor 15) dari pembahasan tentang sifat-sifat fisik Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Hadīts kelima belas ini akan menyampaikan kepada kita bagaimana sifat gigi Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam yang mulia serta keindahan yang bisa dinikmati oleh seorang yang melihatnya, saat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berbicara.
Beliau (rahimahullāh) berkata :
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي ثَابِتٍ الزُّهْرِيُّ قَالَ: حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ابْنُ أَخِي مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ، عَنْ كُرَيْبٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَجَ الثَّنِيَّتَيْنِ، إِذَا تَكَلَّمَ رُئِيَ كَالنُّورِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ ثَنَايَاهُ»
Al Imām At Tirmidzī rahimahullāh dalam hadīts ini membawakan riwayat dari Abdullāh ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā lengkap dengan sanad yang beliau miliki, ketika mensifati gigi Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.
Abdullāh ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْلَجَ الثَّنِيَّتَيْنِ
_"Gigi seri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam أفلج (memiliki jarak)."_
Maksudnya, pada gigi seri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam baik atas maupun bawah yang semuanya berjumlah delapan, memiliki jarak antara satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain ada celah di antara gigi-gigi seri Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.
⇒ Dan ini menunjukan keindahan pada gigi yang Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam miliki.
Kemudian Abdullāh ibnu Abbās radhiyallāhu ta'āla 'anhumā juga menyampaikan keindahan yang bisa terlihat dari keduanya saat Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berbicara :
إِذَا تَكَلَّمَ رُئِيَ كَالنُّورِ يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ ثَنَايَاهُ
_"Jika Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang berbicara seakan-akan ada cahaya (nūr) yang yang terlihat dari gigi seri Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam."_
Kedudukan Hadīts:
Hadīts ini merupakan hadīts yang dhaif, Imām At Tirmidzī pun tidak mengeluarkannya dalam kitāb Sunnan beliau.
Namun hadīts ini selain tercantum dalam kitāb Syamāil, Al Imām Ath Thabarani juga mencantumkannya dalam Al mu'jam Al Kabīr dengan nomor 12181 dan Al Mu'jam Al Ausath dengan nomor 767.
Apa sebab hadīts ini didhaifkan?
⇒ Kedhaifan hadīts ini disebabkan karena Abdul Azīz ibnu Abī Tsābit Al Juhriy, dia adalah seorang rawi yang matrūk (ditinggalkan hadītsnya).
Dan beliau berubah menjadi dhaif (lemah) karena kitāb-kitāb yang beliau miliki terbakar.
Setelah kitāb-kitāb beliau terbakar, beliau memberikan hadīts dari hafalannya, sehingga banyak sekali kesalahan yang beliau timbulkan.
(Hal ini bisa dilihat dalam kitāb Taqrib At Tahdzib dengan nomor 4114)
Jika hadīts ini dhaif apa yang bisa kita simpulkan ?
Jika hadīts ini dhaif, maka saat kita mengambil pelajaran hadītsnya, kita cukup memahaminya, tanpa harus memastikan kebenaran isi hadītsnya.
Dengan kata lain, kita hanya bisa mengatakan "mungkin atau bisa jadi", gigi seri Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam memiliki jarak antara satu dengan yang lainnya.
Dan kita pun tidak bisa memastikan bahwa gigi seri Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak memiliki jarak antara satu dengan yang lainnya.
Apalagi jika dalam hadīts dhaif tersebut, masih didukung hadīts-hadits yang lain.
Dan dahulu para ulamā hadīts semisal Imām Ahmad dan Abdurrahman bin Mahdi rahimahumāllāh mengatakan :
إذا روينا في الثواب والعقاب وفضائل الأعمال تساهلنا في الأسانيد والرجال، وإذا روينا في الحلال والحرام والأحكام تشددنا في الرجال
_"Saat kami meriwayatkan hadīts yang berkaitan dengan pahala, hukuman dan fadhail a'mal (keutamaan amalan) kami mempermudah syarat rawinya. Namun jika kami meriwayatkan pada permasalahan halal dan haram serta hukum-hukum agama, kami memberikan kriteria dan syarat-syarat yang ketat terhadap para perawi hadītsnya."_
Dan untuk memahami kaidah ini dengan baik, dan tidak terjadi salah faham, maka anda bisa memperlajari ilmu hadīts lebih dalam lagi.
Catatan :
Ketika dikatakan ada cahaya yang bisa terlihat melalui celah gigi seri Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam ataupun wajah Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam seperti bulan.
Sebagian orang meyakini bahwa cahaya tersebut adalah cahaya asli, cahaya yang bisa menerangi sekelilingnya, ini merupakan keyakinan yang keliru.
Bahkan yang lebih parah lagi, ada orang yang berkeyakinan bahwa Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak memiliki bayangan, dikarenakan cahaya-cahaya tersebut.
Sekali lagi ini merupakan keyakinan yang keliru.
Coba kita simak kisah Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā berikut ini:
_Suatu malam aku pernah kehilangan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam dari ranjangku, ku coba untuk mencari Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam dan akhirnya aku bisa menemukan kedua telapak kaki Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam sedang tegak (karena sujud)._
_Saat itu Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam berdoa :_
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَبِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
_"Yā Allāh.... Aku berlindung dengan keridhāan Mu dari kemurkaan Mu, aku juga berlindung dengan sifat pengampun Mu dari hukuman Mu, Aku pun berlindung kepada Mu dari Mu, aku tidak mampu untuk menghitung pujian yang harus aku berikan kepada Mu, Engkau terpuji, sebagaimana pujian Mu atas diri Mu."_
Dari hadīts ini kita faham, bahwa sekeliling Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam saat itu tidak terang, sehingga Ibunda Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā harus berjalan meraba-raba.
Seandainya apa yang sebagian orang yakini itu benar, bahwasanya cahaya yang terdapat dalam hadīts-hadīts tersebut merupakan cahaya asli, tentu Ibunda Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā tidak perlu susah-susah meraba-raba untuk menemukan Beliau shallallāhu 'alayhi wa sallam.
(Kisah ini shahīh diriwayatkan oleh Imām Muslim dalam hadīts nomor 486)
Semoga pembahasan ini bermanfaat.
Wallāhu A'lam Bishawāb
[Cerkiis.blogspot.com, Akhukum Fillāh, Ustadz Ratno, Dikantor Bimbingan Islām Yogyakarta]