Minggu, 17 Juli 2016

Menggabungkan Niat Puasa Sunah dengan Puasa Qadha Ramadhan

Menggabungkan Niat Puasa

Ahad, 13 Syawal 1437 H / 17 Juli 2016 M / 21:31 wib

Pertanyaan :
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh, Saya ingin menanyakan bolehkan puasa sunnah niatnya dibarengi dengan mengqodho puasa ramadhan? Jazakumullah khairan katsiran.
Wassalam.

Jawaban :
Wa alaikumus salam warrahmatullahi wabarakatuh, Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Ada dua pembahasan dalam masalah ini,

Pertama, hukum melaksanakan puasa sunah, bagi orang yang memiliki tanggungan puasa qadha.

Sebagian ulama melarang melakukan puasa sunah, hingga dia menyelesaikan qadhanya. Ini merupakan salah satu pendapat Imam Ahmad. Pendapat ini didasari kaidah bahwa amal wajib lebih penting dari pada amal sunah, sehingga qadha ramadhan yang statusnya wajib, harus didahulukan sebelum puasa sunah.

Sementara mayoritas ulama berpendapat, bahwa orang yang memiliki tanggungan qadha puasa ramadhan, dibolehkan melaksanakan puasa sunah. Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Syafiiyah, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat. Dan pendapat keduanya lebih mendekati kebenaran. Allahu a’lam. [1]


Kedua, sebagian ulama memberikan pengecualian untuk puasa 6 hari di bulan syawal. Bahwa orang yang hendak puasa sunah 6 hari di bulan syawal, dia diharuskan menyelesaikan qadha puasa ramadhannya terlebih dahulu, agar dia bisa mendapatkan pahala seperti puasa selama setahun.

Kesimpulan ini berdasarkan hadis dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Siapa yang puasa ramadhan, kemudian dia ikuti dengan 6 hari puasa syawal, maka seperti puasa setahun.” [HR. Muslim 1164]

Pada hadis di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan janji pahala seperti puasa setahun dengan 2 syarat: (1) Menyelesaikan puasa ramadhan, dan (2) Puasa 6 hari di bulan syawal. [2]

Mengingat puasa 6 hari di bulan syawal dikaitkan dengan selesainya puasa puasa ramadhan, maka tidak mungkin seseorang menggabungkan niat puasa syawal dengan niat puasa qadha. Sebagaimana tidak mungkin seseorang menggabungkan shalat sunah ba’diyah dengan shalat wajib yang sedang dikerjakan.


Ketiga, menggabungkan puasa sunah selain syawal dengan qadha ramadhan

Ada dua pendapat ulama dalam kasus ini.

Pendapat pertama, Tidak boleh menggabungkan niat puasa qadha dengan puasa sunah lainnya. Sebagaimana tidak boleh menggabungkan niat ketika puasa ramadhan dengan puasa sunah lainnya.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

فإن من عليه صيام واجب من قضاء رمضان، أو من كفارة، أو نحو ذلك، فلا يصح له أن يجمعه مع صوم التطوع بنية واحدة، لأن كلاً من الصوم الواجب وصوم التطوع عبادة مقصودة مستقلة عن الأخرى، ولا تندرج تحتها، فلا يصح أن يجمع بينهما بنية واحدة

”Orang yang melaksanakan puasa wajib, baik qadha ramadhan, puasa kaffarah, atau puasa lainnya, tidak sah untuk digabungkan niatnya dengan puasa sunah. Karena masing-masing, baik puasa wajib maupun puasa sunah, keduanya adalah ibadah yang harus dikerjakan sendiri-sendiri. Dan puasa sunah bukan turunan dari puasa wajib. Sehingga tidak boleh digabungkan niatnya.” [Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 7273]

Pendapat kedua, boleh menggabungkan niat puasa sunah dan puasa wajib, selama puasa sunah itu tidak memiliki kaitan dengan puasa wajib.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

من صام يوم عرفة ، أو يوم عاشوراء وعليه قضاء من رمضان فصيامه صحيح ، لكن لو نوى أن يصوم هذا اليوم عن قضاء رمضان حصل له الأجران : أجر يوم عرفة ، وأجر يوم عاشوراء مع أجر القضاء ، هذا بالنسبة لصوم التطوع المطلق الذي لا يرتبط برمضان

”Orang yang melakukan puasa hari arafah, atau puasa hari asyura, dan dia punya tanggungan qadha ramadhan, maka puasanya sah. Dan jika dia meniatkan puasa pada hari itu sekaligus qadha ramadhan, maka dia mendapatkan dua pahala: (1) Pahala puasa arafah, atau pahala puasa Asyura, dan (2) Pahala puasa qadha. Ini untuk puasa sunah mutlak, yang tidak ada hubungannya dengan ramadhan.” [Fatawa as-Shiyam, 438].

Dalam Fatwa Nur ’ala ad-Darbi, ketika membahas puasa qadha dan kaitannya dengan puasa sunah, Imam Ibnu Utsaimin juga menjelaskan,

وأما إذا أراد أن يصوم هذا الواجب حين يشرع صومه من الأيام كصيام عشرة ذي الحجة وصيام عرفة وصوم عاشوراء أداء للواجب فإننا نرجو أن يثبت له أجر الواجب والنفل لعموم قول الرسول عليه الصلاة والسلام لما سئل عن صوم يوم عرفة قال (احتسب على الله أن يكفر السنة التي قبله والسنة التي بعده) فأرجو أن يحقق الله له الأجرين أجر الواجب وأجر التطوع وإن كان الأفضل أن يجعل للواجب يوماً وللتطوع يوم آخر

Ketika ada orang yang hendak puasa wajib (qadha), bertepatan dengan puasa sunah, seperti puasa 10 hari pertama dzulhijjah, atau puasa arafah, atau puasa asyura, sekaligus puasa wajib, kami berharap dia mendapatkan pahala puasa wajib dan puasa sunah. Berdasarkan makna umum dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang puasa arafah, ’Saya berharap kepada Allah, agar puasa ini menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.’

Karena itu, saya berharap Allah memberikan dua pahala untuknya, pahala wajib dan pahala sunah. Meskipun yang afdhal, hendaknya puasa wajib dilakukan dalam satu hari dan puasa sunah di hari yang lain. [3]

Hal yang sama juga difatwakan oleh Lajnah Daimah (Lembaga Fatwa Arab Saudi), ketika ditanya tentang menggabungkan niat puasa sunah dan puasa wajib. Jawaban Lajnah,

يجوز صيام يوم عرفه عن يوم من رمضان إذا نويته قضاء ، وبالله التوفيق

”Boleh puasa hari arafah, sekaligus untuk puasa qadha, jika dia anda meniatkannya untuk qadha. Wa billahi at-Taufiq.” [Fatawa Lajnah Daimah, ditanda tangani oleh Imam Abdul Aziz bin Baz, (10/346).]


Tarjih :
Para ulama mengupas malasah ini dalam pembahasan hukum tasyrik an-niyah (menggabungkan niat dua ibadah atau lebih). Amal yang bisa digabungkan niatnya adalah amal yang ghairu maqsudan li dzatih (yang penting ada amal itu, apapun bentuknya).

Dalam kasus puasa arafah dan asyura, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa hari arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” [HR. Muslim no. 1162]

Dari hadis ini bisa disimpulkan bahwa suatu kegiatan puasa bisa disebut puasa hari arafah, jika puasa itu dikerjakan pada hari arafah atau tanggal 9 Dzulhijjah. Demikian pula, suatu puasa bisa disebut puasa hari asyura, jika puasa itu dikerjakan pada hari asyura atau tanggal 10 Muharam. Artinya, apapun bentuk puasanya, jika dikerjakan pada saat itu, pelakunya mendapat pahala puasa arafah atau puasa asyura.

Berdasarkan kesimpulan ini, maka pendapat yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat yang menyatakan bolehnya menggabungkan niat puasa wajib dengan puasa sunah, selain puasa 6 hari di bulan syawal.

Allahu a’lam, semoga bermanfaat.

[cerkiis.blogspot.com, artikel: konsultasisyariah.com, Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)]

Footnote :
[1]   Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di: Puasa Sunnah sebelum Qadha Ramadhan (Disini)

[2]   Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di: Qadha Dulu ataukah Syawal Dulu (Disini)

[3]   Fatawa Nur ’ala ad-Darbi, yang disebarkan dalam situs resmi beliau: Disini