WAHYU ALLÂH SUBHANAHU WA TA’ALA FONDASI AGAMA
Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari
Allâh Azza wa Jalla Maha kasih sayang kepada para hamba-Nya, oleh karena itu Dia menurunkan kitab suci dan mengutus para Rasul. Allâh Azza wa Jalla memberikan wahyu kepada para Nabi dan Rasul yang Dia pilih dari para hamba-hamba-Nya. Dengan demikian kedudukan sebagai Rasul dan Nabi merupakan anugrah Allâh Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba yang Dia pilih, manusia tidak bisa berusaha meraih kedudukan itu dengan usahanya. Allâh Azza wa Jalla selalu mengutus para Rasul-Nya sejak perbuatan syirik mulai nampak di muka bumi di zaman Nabi Nûh Alaihissallam, dan menutup kerasulan dan kenabian dengan Rasul dan Nabi terakhir, yang diutus kepada seluruh manusia, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Keyakinan terhadap kebenaran wahyu Allâh kepada para Rasul dan Nabi, merupakan fondasi agama yang utama. Mengingkari keberadaan wahyu, atau memahaminya dengan pemahaman menyimpang bisa merobohkan agama dari akarnya. Oleh karena itu pada edisi ini –insya Allâh- akan kami sampaikan tentang masalah seputar wahyu, semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan pemahaman yang benar dan baik kepada kita semua dalam masalah besar ini.
MAKNA WAHYU
Secara bahasa lafazh wahyu dan pecahannya disebutkan sebanyak 78 kali dalam al-Qur’ân (Mu’jam alfâzhil Qur’ân, bagian: Wawu Ha’ Ya’ , karya Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi)
Para Ulama ahli bahasa Arab telah menjelaskan makna wahyu menurut bahasa Arab dalam kitab-kitab mereka, antara lain.
• Imam Ibnul Manzhûr rahimahullah berkata, “Wahyu adalah pemberitahuan secara tersembinyi atau rahasia.” (Lisânul ‘Arab, bagian: Wawu Ha’ Ya’ )
• Imam al-Fairuz Abâdi rahimahullah berkata, “Wahyu adalah isyarat, penulisan, yang ditulis, risalah, ilham, perkataan yang samar, dan semua yang engkau beritahukan kepada orang lain.” (Qâmûs al-Muhîth, bagian: Wawu Ha’ Ya’)
Sementara didalam al-Qur’ân, makna wahyu secara lughawi (bahasa Arab) juga digunakan, antara lain sebagai berikut:
1. Wahyu Allâh Azza wa Jalla kepada ibu Nabi Musa Alaihissalam (al-Qashash/28:7). Wahyu dalam ayat ini artinya ilham.
2. Wahyu Allâh Azza wa Jalla kepada lebah (an-Nahl/16:68). Wahyu dalam ayat ini artinya ilham atau insting kepada binatang.
3. Wahyu Nabi Zakaria Alaihissallam kepada kaumnya (Maryam/19:11). Wahyu dalam ayat ini artinya isyarat cepat dengan rumus.
4. Wahyu setan kepada orang-orang kafir (al-An’âm/6:121). Wahyu dalam ayat ini artinya bisikan setan untuk menyesatkan manusia.
5. Wahyu Allâh kepada para malaikat (al-Anfâl/8: 12). Wahyu dalam ayat ini artinya perintah Allâh Azza wa Jalla .
WAHYU SECARA ISTILAH SYARIAT
Ada beberapa ta’rîf yang disebutkan Ulama tentang makna wahyu, walaupun dengan kalimat yang berbeda-beda namun hakekatnya sama. al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Di dalam istilah agama wahyu adalah pemberitahuan dengan syari’at. Dan terkadang istilah wahyu dimaksudkan sebagai obyeknya, yaitu yang diwahyukan, yaitu perkataan Allâh yang diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. [Fathul Bâri, 1/14-15]
Di antara ta’rif yang cukup mewakili adalah perkataan imam lain az-Zarqani rahimahullah. Beliau menyatakan bahwa wahyu adalah, “Pemberitahuan Allâh kepada hamba pilihan-Nya akan semua perkara yang ingin Dia tunjukkan kepada hamba tersebut yang berupa hidayah dan ilmu, dengan cara rahasia dan tersembunyi, tidak biasa (terjadi) pada manusia.” [Manâhilul ‘Irfân, 1/63, karya az-Zarqani]
Dengan penjelasan ini kita mengetahui bahwa wahyu menurut syari’at hanya ditujukan kepada hamba pilihan Allâh, yaitu para Nabi atau Rasul. Oleh karena itu seseorang tidak bisa berusaha mendapatkan wahyu, sebagaimana anggapan sesat sebagian ahli filsafat atau orang-orang yang terpengaruh dengan mereka. Karena wahyu adalah semata-mata anugerah dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
Dan karena Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir, maka semua pengakuan orang tentang adanya wahyu Allâh kepada manusia setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat adalah kesesatan dan hawa nafsu. Walaupun sebagian orang menamakan dengan istilah wangsit, petunjuk, atau lainnya, karena perubahan nama tidak mengubah hakekat.
Ini dikecualikan wahyu Allâh kepada Nabi Isa q yang akan turun di akhir zaman, karena hakekatnya beliau diutus sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
PENGINGKARAN ORANG-ORANG KAFIR DAN BANTAHANNYA
Orang-orang kafir di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari wahyu Allâh yang turun kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berbagai alasan. Berikut diantara alasan mereka dan sekaligus bantahannya:
1. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa al-Qur’ân hanyalah buatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri dengan usahanya, lalu beliau berdusta dengan menyatakannya sebagai wahyu Allâh Azza wa Jalla .
Bantahan:
Kalau Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat al-Qur’ân sendiri, kenapa para ahli bahasa Arab, para penyair, dan para ahli filsafat, tidak membuat seperti al-Qur’ân ? Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menantang mereka, dan menanti selama 23 tahun ? Ketidakmampuan mereka menunjukkan kedustaan mereka. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ ۚ بَلْ لَا يُؤْمِنُونَ﴿٣٣﴾فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ
Ataukah mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) membuat-buatnya”. Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur’ân itu jika mereka orang-orang yang benar. [ath-Thûr/52: 33-34]
Bahkan Nabi Muhammmad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat Allâh yang menantang mereka untuk membuat satu surat seperti al-Qur’ân, dan menetapkan ketidak mampuan mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ ﴿٢٣﴾ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
Jika kamu (tetap) ragu tentang al-Qur’ân yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’ân itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allâh, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, (neraka itu) telah disediakan bagi orang-orang kafir. [al-Baqarah/2:23-24]
Demikian juga Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa seandainya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta atas nama Allâh, maka Allâh Azza wa Jalla pasti sudah menghukumnya, dan tidak ada seorangpun yang bisa menolongnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ﴿٤٤﴾لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ﴿٤٥﴾ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ﴿٤٦﴾فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ﴿٤٧﴾وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ
Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan (dusta) atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya [Kami beri tindakan yang sekeras-kerasnya], kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. [al-Hâqqah/69: 44-48]
2. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta atas nama Allâh.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ ۖ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” [Shaad/38: 4]
Bantahan:
Tuduhan mereka ini sesungguhnya telah terbantah dengan beberapa hal di bawah ini:
a. Pernyataan mereka sendiri sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai utusan Allâh. mereka mengatakan bahwa beliau orang yang amanah dan jujur. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada mereka :
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنْ خَيْلاً بِالوَادِي تُرِيْدُ أَنْ تُغِيْرَ عَلَيْكُمْ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ ؟
‘Apa pendapat kalian jika kuberitahukan kepada kalian bahwa satu pasukan berkuda Di balik lembah ini akan menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku ?
قَالُوْا مَاجَرَبْنَا عَلَيْكَ كَذِباً
Mereka menjawab: “Tentu, karena kamu tidak pernah berdusta”. [HR. Bukhâri, no. 4770]
b. Pertanyaan kaisar Heraklius kepada Abu Sufyân yang ketika itu masih kafir tentang keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Apakah kamu menuduhnya berdusta sebelum dia mengatakan apa yang dia katakan (bahwa dia adalah seorang Nabi) ?”, Abu Sufyân menjawab, “Tidak”. Kemudian di akhir pembicaraan kaisar Heraklius berkata.
مَا كَانَ لِيَدَعَ الْكَذِبَ عَلَى النَّاسِ وَيَكْذِبُ عَلَى اللهِ
“Tidaklah seseorang selalu meninggalkan dusta kepada manusia, lalu dia berdusta atas (nama) Allâh”. [HR. Bukhâri, no. 7]
c. al-Walid bin Mughirah, seorang tokoh kafir Quraisy, menolak dengan tegas kemungkinan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta atas (nama) Allâh, dia berkata.
وَتَزْعَمُوْنَ أَنَّهُ كَذَابٌ، فَهَلْ جَرَبْتُمْ عَلَيْهِ شَيْئاً مِنَ الْكَذِبِ؟ فَقَالُوْا: لاَ
“Kamu mengatakan bahwa dia (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) pendusta, apakah kamu pernah mendapatinya berdusta sedikit saja ?”, mereka menjawab, “Tidak”
3. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diajari oleh seseorang lalu beliau menyatakannya sebagai wahyu Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla menyebutkan perkataan mereka dan sekaligus membantahnya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ ۗ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَٰذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, “Sesungguhnya al-Qur’ân itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘ajam (selain bahasa Arab), sedang al-Qur’ân adalah dalam bahasa Arab yang terang. [an-Nahl/16:103]
Yakni mereka menuduh bahwa al-Qur’ân yang didakwahkan oleh Nabi Muahammad n adalah berasal dari pengajaran seorang budak non Arab, padahal budak tersebut tidak tahu bahasa Arab, atau mengetahui sedikit bahasa Arab sekadar menjawab pertanyaan yang sangat diperlukan. Maka Allâh membantah mereka, bagaimana mungkin Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membawa al-Qur’ân yang sempurna kefasihannya, ketinggian bahasanya, dan maknanya, belajar kepada orang non Arab ?! Orang yang menuduh demikian benar-benar tidak memiliki akal sedikitpun!
4. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang gila.
Ini merupakan tuduhan yang tidak masuk akal, sehingga memang tidak pantas dihiraukan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
أَنَّىٰ لَهُمُ الذِّكْرَىٰ وَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مُبِينٌ﴿١٣﴾ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَجْنُونٌ
Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang Rasul yang memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling darinya dan berkata, “Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila.” [ad-Dukhân/44:13-14]
Dalam ayat lain Allâh Azza wa Jalla berfirman.
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ﴿٣٦﴾بَلْ جَاءَ بِالْحَقِّ وَصَدَّقَ الْمُرْسَلِينَ
“Dan mereka berkata, “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan Rasul-rasul (sebelumnya). [Ash-Shaaffat/37: 36-37]
Bantahannya:
Jika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang yang gila, kenapa mereka menjadikannya sebagai hakim ketika menghadapi masalah penting, yaitu meletakkan Hajar Aswad di tempatnya ketika membangun Ka’bah ? Demikian juga tuduhan mereka bahwa selain gila, beliau juga seorang yang diajar oleh orang lain, dan beliau juga seorang penyair, bukankah ini tuduhan kontradiksi ? Tuduhan yang tidak perlu didengar. Barangsiapa siapa memperhatikan al-Qur’ân, maka dia akan mengetahui bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang membawa kebenaran yang nyata.
5. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang penyair.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
أَمْ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ رَيْبَ الْمَنُونِ ﴿٣٠﴾ قُلْ تَرَبَّصُوا فَإِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُتَرَبِّصِينَ
Bahkan mereka mengatakan, “Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”. Katakanlah, “Tunggulah, maka sesungguhnya akupun termasuk orang yang menunggu (pula) bersama kamu.” [Ath-Thuur/52: 30-31]
Bantahan:
Sesungguhnya terdapat banyak perbedaan antara al-Qur’ân yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sya’ir. Seandainya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar seorang penyair tentu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendekati para penyair dan duduk bersama mereka. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, beliau mencela mayoritas para penyair, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ﴿٢٢٤﴾أَلَمْ تَرَ أَنَّهُمْ فِي كُلِّ وَادٍ يَهِيمُونَ﴿٢٢٥﴾وَأَنَّهُمْ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ﴿٢٢٦﴾إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَذَكَرُوا اللَّهَ كَثِيرًا وَانْتَصَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا ۗ وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ
Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allâh dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. [Asy-Syu’ara/26: 224-227]
Yakni mayoritas para penyair adalah para pendusta, sehingga tidak pantas jika al-Qur’ân dianggap sebagai sya’ir. Oleh karena itu Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ
“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al-Qur’ân itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. [Yâsîn/36: 69]
6. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang kahin (dukun).
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فَذَكِّرْ فَمَا أَنْتَ بِنِعْمَتِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وَلَا مَجْنُونٍ
Maka tetaplah memberi peringatan, dan disebabkan nikmat Rabbmu kamu bukanlah seorang dukun dan bukan pula seorang gila. [ath-Thûr/52:29]
Bantahan:
Kahin (dukun) adalah orang yang memberitakan perkara-perkara yang tersembunyi yang telah terjadi atau perkara-perkara yang akan terjadi. Dan kebanyakan mereka mengambil informasi dari jin, padahal Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menjelaskan kesesatan dukun. Pertanyaan lain, apakah mungkin seorang dukun membuat suatu kitab yang berisi kebenaran mutlak seperti al-Qur’ân ? Sungguh, tuduhan ini hanyalah tudauhan palsu dan mengada-ngada. Ini mereka lontarkan karena mereka tidak mampu menghadapi argumen-argumen yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
7. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang penyihir.
Allâh Azza wa Jalla berfirman memberitakan kegelisahan orang-orang kafir dan tuduhan mereka yang membabi-buta. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَىٰ رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ النَّاسَ وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِنْدَ رَبِّهِمْ ۗ قَالَ الْكَافِرُونَ إِنَّ هَٰذَا لَسَاحِرٌ مُبِينٌ
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, “Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Rabb mereka”. Orang-orang kafir berkata, “Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata”. [Yûnus/10: 2]
Bantahan:
Sihir adalah suatu ilmu yang bersumber dari setan, dan sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahaya ilmu sihir bahkan kekafiran pelakunya, lalu bagaimana mungkin beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tukang sihir. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (yaitu mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia. [al-Baqarah/2:102]
Jika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar tukang sihir, maka pasti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan menjelaskan kesesatan dan kehinaan para tukang sihir.
Dengan berbagai keterangan di atas kita tahu dengan jelas bahwa berbagai tuduhan orang-orang kafir di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tuduhan-tuduhan dusta dan kontradiksi satu dengan yang lain. Ini semua menunjukkan kelemahan dan kegelisahan mereka menghadapi dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Kemudian sebagian tuduhan orang-orang kafir di zaman dahulu itu ternyata dilanjutkan oleh sebagian orang-orang kafir di zaman ini, baik dari kalangan orientalis, atau orang-orang yang terpengaruh dengan perkataan mereka. Namun orang-orang kafir sekarang menutupi tuduhan itu dengan baju ilmiah dan riset, sehingga sebagian kaum Muslimin terpedaya. Oleh karena itu hendaklah kita selalu waspada dari segala usaha orang-orang kafir untuk menyesatkan umat Islam dari agamanya yang haq. Hanya Allâh Tempat memohon pertolongan.
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
MAKNA WAHYU
Secara bahasa lafazh wahyu dan pecahannya disebutkan sebanyak 78 kali dalam al-Qur’ân (Mu’jam alfâzhil Qur’ân, bagian: Wawu Ha’ Ya’ , karya Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi)
Para Ulama ahli bahasa Arab telah menjelaskan makna wahyu menurut bahasa Arab dalam kitab-kitab mereka, antara lain.
• Imam Ibnul Manzhûr rahimahullah berkata, “Wahyu adalah pemberitahuan secara tersembinyi atau rahasia.” (Lisânul ‘Arab, bagian: Wawu Ha’ Ya’ )
• Imam al-Fairuz Abâdi rahimahullah berkata, “Wahyu adalah isyarat, penulisan, yang ditulis, risalah, ilham, perkataan yang samar, dan semua yang engkau beritahukan kepada orang lain.” (Qâmûs al-Muhîth, bagian: Wawu Ha’ Ya’)
Sementara didalam al-Qur’ân, makna wahyu secara lughawi (bahasa Arab) juga digunakan, antara lain sebagai berikut:
1. Wahyu Allâh Azza wa Jalla kepada ibu Nabi Musa Alaihissalam (al-Qashash/28:7). Wahyu dalam ayat ini artinya ilham.
2. Wahyu Allâh Azza wa Jalla kepada lebah (an-Nahl/16:68). Wahyu dalam ayat ini artinya ilham atau insting kepada binatang.
3. Wahyu Nabi Zakaria Alaihissallam kepada kaumnya (Maryam/19:11). Wahyu dalam ayat ini artinya isyarat cepat dengan rumus.
4. Wahyu setan kepada orang-orang kafir (al-An’âm/6:121). Wahyu dalam ayat ini artinya bisikan setan untuk menyesatkan manusia.
5. Wahyu Allâh kepada para malaikat (al-Anfâl/8: 12). Wahyu dalam ayat ini artinya perintah Allâh Azza wa Jalla .
WAHYU SECARA ISTILAH SYARIAT
Ada beberapa ta’rîf yang disebutkan Ulama tentang makna wahyu, walaupun dengan kalimat yang berbeda-beda namun hakekatnya sama. al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Di dalam istilah agama wahyu adalah pemberitahuan dengan syari’at. Dan terkadang istilah wahyu dimaksudkan sebagai obyeknya, yaitu yang diwahyukan, yaitu perkataan Allâh yang diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. [Fathul Bâri, 1/14-15]
Di antara ta’rif yang cukup mewakili adalah perkataan imam lain az-Zarqani rahimahullah. Beliau menyatakan bahwa wahyu adalah, “Pemberitahuan Allâh kepada hamba pilihan-Nya akan semua perkara yang ingin Dia tunjukkan kepada hamba tersebut yang berupa hidayah dan ilmu, dengan cara rahasia dan tersembunyi, tidak biasa (terjadi) pada manusia.” [Manâhilul ‘Irfân, 1/63, karya az-Zarqani]
Dengan penjelasan ini kita mengetahui bahwa wahyu menurut syari’at hanya ditujukan kepada hamba pilihan Allâh, yaitu para Nabi atau Rasul. Oleh karena itu seseorang tidak bisa berusaha mendapatkan wahyu, sebagaimana anggapan sesat sebagian ahli filsafat atau orang-orang yang terpengaruh dengan mereka. Karena wahyu adalah semata-mata anugerah dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala .
Dan karena Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir, maka semua pengakuan orang tentang adanya wahyu Allâh kepada manusia setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat adalah kesesatan dan hawa nafsu. Walaupun sebagian orang menamakan dengan istilah wangsit, petunjuk, atau lainnya, karena perubahan nama tidak mengubah hakekat.
Ini dikecualikan wahyu Allâh kepada Nabi Isa q yang akan turun di akhir zaman, karena hakekatnya beliau diutus sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
PENGINGKARAN ORANG-ORANG KAFIR DAN BANTAHANNYA
Orang-orang kafir di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari wahyu Allâh yang turun kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berbagai alasan. Berikut diantara alasan mereka dan sekaligus bantahannya:
1. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa al-Qur’ân hanyalah buatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri dengan usahanya, lalu beliau berdusta dengan menyatakannya sebagai wahyu Allâh Azza wa Jalla .
Bantahan:
Kalau Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat al-Qur’ân sendiri, kenapa para ahli bahasa Arab, para penyair, dan para ahli filsafat, tidak membuat seperti al-Qur’ân ? Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menantang mereka, dan menanti selama 23 tahun ? Ketidakmampuan mereka menunjukkan kedustaan mereka. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَمْ يَقُولُونَ تَقَوَّلَهُ ۚ بَلْ لَا يُؤْمِنُونَ﴿٣٣﴾فَلْيَأْتُوا بِحَدِيثٍ مِثْلِهِ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ
Ataukah mereka mengatakan, “Dia (Muhammad) membuat-buatnya”. Sebenarnya mereka tidak beriman. Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur’ân itu jika mereka orang-orang yang benar. [ath-Thûr/52: 33-34]
Bahkan Nabi Muhammmad Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat Allâh yang menantang mereka untuk membuat satu surat seperti al-Qur’ân, dan menetapkan ketidak mampuan mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ ﴿٢٣﴾ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا وَلَنْ تَفْعَلُوا فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
Jika kamu (tetap) ragu tentang al-Qur’ân yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’ân itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allâh, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, (neraka itu) telah disediakan bagi orang-orang kafir. [al-Baqarah/2:23-24]
Demikian juga Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa seandainya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta atas nama Allâh, maka Allâh Azza wa Jalla pasti sudah menghukumnya, dan tidak ada seorangpun yang bisa menolongnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ الْأَقَاوِيلِ﴿٤٤﴾لَأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ﴿٤٥﴾ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ﴿٤٦﴾فَمَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ﴿٤٧﴾وَإِنَّهُ لَتَذْكِرَةٌ لِلْمُتَّقِينَ
Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan (dusta) atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya [Kami beri tindakan yang sekeras-kerasnya], kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar suatu pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. [al-Hâqqah/69: 44-48]
2. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta atas nama Allâh.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ ۖ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَٰذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (Rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata, “Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” [Shaad/38: 4]
Bantahan:
Tuduhan mereka ini sesungguhnya telah terbantah dengan beberapa hal di bawah ini:
a. Pernyataan mereka sendiri sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat sebagai utusan Allâh. mereka mengatakan bahwa beliau orang yang amanah dan jujur. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada mereka :
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنْ خَيْلاً بِالوَادِي تُرِيْدُ أَنْ تُغِيْرَ عَلَيْكُمْ، أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ ؟
‘Apa pendapat kalian jika kuberitahukan kepada kalian bahwa satu pasukan berkuda Di balik lembah ini akan menyerang kalian, apakah kalian akan mempercayaiku ?
قَالُوْا مَاجَرَبْنَا عَلَيْكَ كَذِباً
Mereka menjawab: “Tentu, karena kamu tidak pernah berdusta”. [HR. Bukhâri, no. 4770]
b. Pertanyaan kaisar Heraklius kepada Abu Sufyân yang ketika itu masih kafir tentang keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Apakah kamu menuduhnya berdusta sebelum dia mengatakan apa yang dia katakan (bahwa dia adalah seorang Nabi) ?”, Abu Sufyân menjawab, “Tidak”. Kemudian di akhir pembicaraan kaisar Heraklius berkata.
مَا كَانَ لِيَدَعَ الْكَذِبَ عَلَى النَّاسِ وَيَكْذِبُ عَلَى اللهِ
“Tidaklah seseorang selalu meninggalkan dusta kepada manusia, lalu dia berdusta atas (nama) Allâh”. [HR. Bukhâri, no. 7]
c. al-Walid bin Mughirah, seorang tokoh kafir Quraisy, menolak dengan tegas kemungkinan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdusta atas (nama) Allâh, dia berkata.
وَتَزْعَمُوْنَ أَنَّهُ كَذَابٌ، فَهَلْ جَرَبْتُمْ عَلَيْهِ شَيْئاً مِنَ الْكَذِبِ؟ فَقَالُوْا: لاَ
“Kamu mengatakan bahwa dia (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) pendusta, apakah kamu pernah mendapatinya berdusta sedikit saja ?”, mereka menjawab, “Tidak”
3. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diajari oleh seseorang lalu beliau menyatakannya sebagai wahyu Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla menyebutkan perkataan mereka dan sekaligus membantahnya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ ۗ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَٰذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, “Sesungguhnya al-Qur’ân itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘ajam (selain bahasa Arab), sedang al-Qur’ân adalah dalam bahasa Arab yang terang. [an-Nahl/16:103]
Yakni mereka menuduh bahwa al-Qur’ân yang didakwahkan oleh Nabi Muahammad n adalah berasal dari pengajaran seorang budak non Arab, padahal budak tersebut tidak tahu bahasa Arab, atau mengetahui sedikit bahasa Arab sekadar menjawab pertanyaan yang sangat diperlukan. Maka Allâh membantah mereka, bagaimana mungkin Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membawa al-Qur’ân yang sempurna kefasihannya, ketinggian bahasanya, dan maknanya, belajar kepada orang non Arab ?! Orang yang menuduh demikian benar-benar tidak memiliki akal sedikitpun!
4. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang yang gila.
Ini merupakan tuduhan yang tidak masuk akal, sehingga memang tidak pantas dihiraukan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
أَنَّىٰ لَهُمُ الذِّكْرَىٰ وَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مُبِينٌ﴿١٣﴾ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَجْنُونٌ
Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang Rasul yang memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling darinya dan berkata, “Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila.” [ad-Dukhân/44:13-14]
Dalam ayat lain Allâh Azza wa Jalla berfirman.
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُو آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُونٍ﴿٣٦﴾بَلْ جَاءَ بِالْحَقِّ وَصَدَّقَ الْمُرْسَلِينَ
“Dan mereka berkata, “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?” Sebenarnya dia (Muhammad) telah datang membawa kebenaran dan membenarkan Rasul-rasul (sebelumnya). [Ash-Shaaffat/37: 36-37]
Bantahannya:
Jika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang yang gila, kenapa mereka menjadikannya sebagai hakim ketika menghadapi masalah penting, yaitu meletakkan Hajar Aswad di tempatnya ketika membangun Ka’bah ? Demikian juga tuduhan mereka bahwa selain gila, beliau juga seorang yang diajar oleh orang lain, dan beliau juga seorang penyair, bukankah ini tuduhan kontradiksi ? Tuduhan yang tidak perlu didengar. Barangsiapa siapa memperhatikan al-Qur’ân, maka dia akan mengetahui bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah datang membawa kebenaran yang nyata.
5. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang penyair.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
أَمْ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ رَيْبَ الْمَنُونِ ﴿٣٠﴾ قُلْ تَرَبَّصُوا فَإِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُتَرَبِّصِينَ
Bahkan mereka mengatakan, “Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”. Katakanlah, “Tunggulah, maka sesungguhnya akupun termasuk orang yang menunggu (pula) bersama kamu.” [Ath-Thuur/52: 30-31]
Bantahan:
Sesungguhnya terdapat banyak perbedaan antara al-Qur’ân yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sya’ir. Seandainya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar seorang penyair tentu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendekati para penyair dan duduk bersama mereka. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, beliau mencela mayoritas para penyair, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla :
وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ﴿٢٢٤﴾أَلَمْ تَرَ أَنَّهُمْ فِي كُلِّ وَادٍ يَهِيمُونَ﴿٢٢٥﴾وَأَنَّهُمْ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ﴿٢٢٦﴾إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَذَكَرُوا اللَّهَ كَثِيرًا وَانْتَصَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا ۗ وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنْقَلَبٍ يَنْقَلِبُونَ
Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah, dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allâh dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. [Asy-Syu’ara/26: 224-227]
Yakni mayoritas para penyair adalah para pendusta, sehingga tidak pantas jika al-Qur’ân dianggap sebagai sya’ir. Oleh karena itu Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ
“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya. Al-Qur’ân itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. [Yâsîn/36: 69]
6. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang kahin (dukun).
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
فَذَكِّرْ فَمَا أَنْتَ بِنِعْمَتِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وَلَا مَجْنُونٍ
Maka tetaplah memberi peringatan, dan disebabkan nikmat Rabbmu kamu bukanlah seorang dukun dan bukan pula seorang gila. [ath-Thûr/52:29]
Bantahan:
Kahin (dukun) adalah orang yang memberitakan perkara-perkara yang tersembunyi yang telah terjadi atau perkara-perkara yang akan terjadi. Dan kebanyakan mereka mengambil informasi dari jin, padahal Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak menjelaskan kesesatan dukun. Pertanyaan lain, apakah mungkin seorang dukun membuat suatu kitab yang berisi kebenaran mutlak seperti al-Qur’ân ? Sungguh, tuduhan ini hanyalah tudauhan palsu dan mengada-ngada. Ini mereka lontarkan karena mereka tidak mampu menghadapi argumen-argumen yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
7. Sebagian orang-orang kafir mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang penyihir.
Allâh Azza wa Jalla berfirman memberitakan kegelisahan orang-orang kafir dan tuduhan mereka yang membabi-buta. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
أَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا أَنْ أَوْحَيْنَا إِلَىٰ رَجُلٍ مِنْهُمْ أَنْ أَنْذِرِ النَّاسَ وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا أَنَّ لَهُمْ قَدَمَ صِدْقٍ عِنْدَ رَبِّهِمْ ۗ قَالَ الْكَافِرُونَ إِنَّ هَٰذَا لَسَاحِرٌ مُبِينٌ
Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa Kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka, “Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Rabb mereka”. Orang-orang kafir berkata, “Sesungguhnya orang ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata”. [Yûnus/10: 2]
Bantahan:
Sihir adalah suatu ilmu yang bersumber dari setan, dan sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahaya ilmu sihir bahkan kekafiran pelakunya, lalu bagaimana mungkin beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tukang sihir. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (yaitu mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia. [al-Baqarah/2:102]
Jika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar tukang sihir, maka pasti beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan menjelaskan kesesatan dan kehinaan para tukang sihir.
Dengan berbagai keterangan di atas kita tahu dengan jelas bahwa berbagai tuduhan orang-orang kafir di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah tuduhan-tuduhan dusta dan kontradiksi satu dengan yang lain. Ini semua menunjukkan kelemahan dan kegelisahan mereka menghadapi dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Kemudian sebagian tuduhan orang-orang kafir di zaman dahulu itu ternyata dilanjutkan oleh sebagian orang-orang kafir di zaman ini, baik dari kalangan orientalis, atau orang-orang yang terpengaruh dengan perkataan mereka. Namun orang-orang kafir sekarang menutupi tuduhan itu dengan baju ilmiah dan riset, sehingga sebagian kaum Muslimin terpedaya. Oleh karena itu hendaklah kita selalu waspada dari segala usaha orang-orang kafir untuk menyesatkan umat Islam dari agamanya yang haq. Hanya Allâh Tempat memohon pertolongan.
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]