Sabtu, 22 Oktober 2016

Nasehat Ringkas Dalam Agama [42]

Nasehat Ringkas Dalam Agama [42]

Berikut ini adalah sebuah pesan sekaligus nasehat berharga yang kami ringkas dari berbagai sumber yang insya Allah dapat semakin menambah ilmu yang bermanfaat.

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

- Bilamana pembahasan distatusku mungkin susah difahami sebagian orang

- Bilamana statusku mungkin dianggap provokasi bagi sebagian orang

- Bilamana statusku dianggap fatwa oleh sebagian orang

- Bilamana statusku dianggap celotehan orang bodoh bagi sebagian orang

Maka Saya Katakan :

Saya berlapang dada menerima ungkapan kasih sayang itu semua meskipun mungkin pahit untuk dirasakan..

semoga Allah merahmati Antum semua dan semoga Allah merahmati saya dan memperbaiki keadaan saya.

Saya mohon ma'af yang sebesar-besarnya, karena status saya bukan bermaksud menggurui siapapun bukan pula dalam rangka mengajarkan siapapun..

tapi status saya adalah kumpulan catatan pelajaran saya yang saya dapatkan di internet

tidak lebih dari itu, dan harap bisa difahami. siapa yang ingin ikut mengambil faidahnya semoga bisa berfaidah.

Bagi siapa yang benci terhadapku karena kekeliruanku, saya do'akan semoga Allah menyayangimu

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

421. Baiknya akhlaq lebih banyak menaklukkan hati para musuh daripada pedang yang berbicara

قال ابن عثيمين رحمه الله :‏

الأعمال الصالحة والأخلاق الفاضلة والمعاملات الطيبة تفتح قلوب الأعداء أكثر مما تفتحه السيوف

[ شرح الشافية الكافية١/ ٢٠٢ ]

Qaala Ibnu 'Utsaimin rahimahullah : “Al-a'maalus shaalihah wal akhlaaqul faadhilah wal mu'aamalaatut thayyibah taftahu qulubal a'daa-i aktsaru min maa taftahuhu as-saifu.”

Berkata Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah :

“Amalan-amalan shalih, akhlaq yang mulia, dan mu'amalah yang baik akan lebih banyak membuka hati para musuh daripada pedang yang membukanya.”

[Syarh as-syaafiyyah al-kaafiyyah 1/202]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

422. Amalan Yang baik itu adalah amalan yang ikhlas karena Allah dan benar sesuai sunnah

سئل الفضيل بن عياض عن العمل الحسن في قوله تعالى:‏

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
[سورة الملك، الآية 2]‏

فقال:
العمل الحسن أخلصه وأصوبه،‏

قالوا: ما أخلصه وما أصوبه؟

قال: الخالص ما كان لله، والصواب ما كان على السنة
وإن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يُقبل، وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا لم يُقبل.
إتحاف القاري بدرر البخاري ٩/٢

Al-Fudhail bin 'Iyadh ditanya mengenai amalan yang baik dalam firman Allah Ta'aalaa : “Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian yakni siapa yang paling baik amalannya, dan Dialah maha Perkasa lagi Maha pengampun. (QS.Al-Mulk : 2).”

Maka berkatalah Al-fudhail bin 'Iyadh :
“Amalan yang baik disana adalah yang paling ikhlas dan paling benar terhadapnya,”

Mereka bertanya : “apakah yang paling ikhlas terhadapnya dan apa yang paling benar terhadapnya ?”

Beliau menjawab : “ikhlas terhadap apa yang ada karena Allah, dan benar pada apa yang ada diatas sunnah dan sesungguhnya amalan itu jika ia ikhlas tetapi tidak benar maka tidaklah diterima, dan jika ia benar namun tidak ikhlas tidak juga diterima.”

[ittihaaful qaari bi duraril bukhaari 2/9]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

423. Manakah Kedudukan yang paling afdhal dalam shalat, berdiri atau sujud ?

Al-jawab :

قال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :‏

● ما الأفضل في الصلاة القيام أم السجود ؟
■ القيام في الصلاة أشرف من السجود بذكره
■ والسجود أفضل من القيام بهيئته
◆ أما كون القيام أفضل من السجود بذكره
← فلأن الذكر المشروع في القيام هو قراءة القرآن والقرآن أفضل الكلام
◆ أما السجود فهو أشرف من القيام بهيئته لأن الإنسان الساجد أقرب ما يكون من ربه عزوجل كما ثبت ذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال :
(أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد)‏

[شرح رياض الصالحين (1\325)]

Berkata Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah :

● Apa yang paling afdhal dalam shalat, berdirikah atau sujudkah ?

■ Berdiri didalam shalat lebih mulia dari sujud berdasarkan dzikirnya

■ Dan sujud lebih Afdhal dari berdiri berdasarkan hai-ahnya (anggota badannya)

◆ Adapun berdiri keadaannya lebih afdhal dari sujud berdasarkan dzikirnya

← sebab dzikir yang disyari'atkan pada sa'at berdiri adalah bacaan al-qur-an sedang al-qur-an merupakan ucapan yang paling afdhal.

◆ Adapun sujud lebih mulia dari dzikir berdasarkan anggota badannya sebab seorang insan yang bersujud itu lebih dekat keadaannya dari Tuhannya 'Azza wa Jalla sebagaimana telah tetap haditsnya tentang hal itu dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallama. sesungguhnya beliau bersabda : “(aqrabu maa yakuunu al-'abdu min rabbihi wa huwa saajidun) Artinya : keadaan hamba yang paling dekat dari Tuhannya adalah ketika ia bersujud.” (Shahih Muslim)

[Syarh riyadhis shaalihin 1/325]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

424. Hukum Sutrah (pembatas shalat)

Batasan minimal adalah sebuah garis, batasan maksimal setinggi pelana.

Fatwa Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah

السؤال: ما حكم السترة؟ وما مقدارها؟

الإجابة: السترة في الصلاة سنة مؤكدة إلا للمأموم، فإن المأموم لا يسن له اتخاذ السترة اكتفاءً بسترة الإمام.
فأما مقدارها فقد سئل النبي صلى الله عليه وسلم عنها فقال: "مثل مؤخرة الرحل".
لكن هذا أعلاها، ويجزئ ما دون ذلك، فقد جاء في الحديث:
"إذا صلى أحدكم فليستتر ولو بسهم"،
وجاء في الحديث الآخر الذي رواه أبو داود بإسناد حسن:
"أن من لم يجد فليخط خطاً".
قال الحافظ ابن حجر في بلوغ المرام :
لم يصب من زعم أنه مضطرب، فالحديث ليس فيه علة توجب رده.
فنقول: أقلها خط، وأعلاها مثل مؤخرة الرحل.

مجموع فتاوى ورسائل الشيخ محمد صالح العثيمين - المجلد الثالث عشر - كتاب الحركة في الصلاة

Pertanyaan : “apa hukum sutrah dalam shalat ? apakah timbangannya. ?”

Jawab : Sutrah dalam shalat adalah sunnah muakkadah kecuali bagi ma'mum, karena sesungguhnya ma'mum itu tidak disunnahkan baginya mengambil sutrah dan cukup baginya dengan sutrah yang dimiliki imam

adapun timbangannya adalah sungguh nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah ditanya tentangnya, lalu beliau bersabda : semisal pelana, tetapi ini lebih tinggi darinya, dan mencukupi apa-apa yang selain itu, dan sungguh telah datang mengenai hadit tersebut : “Jika salah seorang dari kalian shalat maka bersutrahlah meski dengan sebuah anak panah”,

dan telah datang pula hadits yang lain yang diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad hasan : “sesungguhnya siapa yang tidak mendapatkan sutrah maka hendaklah ia membuat sebuah garis”,

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar didalam Bulughul maram, tidak benar siapa yang mengklaim bahwasanya hadits ini mudtharib, karena hadits ini tidak ada 'illah (cacat) didalamnya yang mengharuskan untuk membantahnya.

maka kami katakan : “paling sedikit batasannya adalah garis, dan paling tinggi adalah setinggi pelana.”

[Majmu' Al-Fatawaa wa rasa-il karya As-Syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin, Jilid ke-13, kitabu alharakati fiy asshalah]

Sumber : Di Sini

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

425. Hukum Cairan Yang keluar dari Kemaluan Wanita

ما حكم السوائل التي تنزل من بعض النساء
وهل هي نجسة؟
وهل تنقض الوضوء؟

جواب الإمام ابن عثيمين رحمه الله:
( هذه الأشياء التي تخرج من فرج المرأة لغير شهوة لا توجب الغسل،
ولكن ما خرج من مخرج الولد فإن العلماء اختلفوا في نجاسته:
فقال بعض العلماء:
إن رطوبة فرج المرأة نجسة ويجب أن تتطهر منها طهارتها من النجاسة.
وقال بعض العلماء:
إن رطوبة فرج المرأة طاهرة، ولكنها تنقض الوضوء إذا خرجت،
وهذا القول هو الراجح، ولهذا لا يغسل الذكر بعد الجماع غسل نجاسة.
أما ما يخرج من مخرج البول فإنه يكون نجساً؛ لأن له حكم البول .
والله عز وجل قد جعل في المرأة مسلكين:
مسلكاً يخرج منه البول،
ومسلكاً يخرج منه الولد،
فالإفرازات التي تخرج من المسلك الذي يخرج منه الولد، إنما هي إفرازات طبيعية وسوائل يخلقها الله عز وجل في هذا المكان لحكمه،
وأما الذي يخرج من ما يخرج منه البول، فهذا يخرج من المثانة في الغالب، ويكون نجساً
والكل منها ينقض الوضوء،
لأنه لا يلزم من الناقض أن يكون نجساً؛
فها هي الريح تخرج من الإنسان وهي طاهرة، لأن الشارع لم يوجب منها استنجاء، ومع ذلك تنقض الوضوء.‏

مجموع فتاوى الإمام ابن عثيمين رحمه الله ( 11/ 284 )

Apa hukum cairan yang keluar dari sebagian wanita, apakah ia najis ? dan apakah membatalkan wudhu' ?

Jawaban As-Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah :

“Sesuatu yang keluar dari kemaluan wanita ini jika bukan karena syahwat tidaklah mewajibkan dicuci, tetapi apa saja yang keluar dari tempat keluarnya anak maka para ulama' berselisih mengenai kenajisannya.

Sebagian Ulama' berkata : “Sesungguhnya ruthubah (cairan basah) kemaluan wanita adalah najis, dan wajib bersuci darinya bersucinya dari najis tersebut.”

Sebagian Ulama' lainnya berkata : “Sesungguhnya ruthubahnya kemaluan wanita itu suci, tetapi ia membatalkan wudhu' jika ia keluar, dan ucapan ini ucapan yang rajih ( ucapan yang terpilih), dan oleh karena itu tidaklah dzakar dicuci setelah jima'.”

Adapun apa saja yang keluar dari tempat buang air seni maka ia menjadi najis, sebab ia memiliki hukum air seni : “dan Allah sesungguhnya telah menjadikan didalam diri wanita itu berbagai macam tempat berjalan :

ada tempat berjalan untuk keluarnya air seni,

ada tempat berjalan untuk keluar anak,

Dari itu, lendir yang keluar dari tempat jalan keluarnya anak, adalah lendir thabi'iyyah dan cairan yang Allah 'azza wa jalla akan menciptakannya didalam tempat ini karena ketentuannya.”

dan adapun apa-apa yang keluar dari tempat keluarnya air seni, maka ini keluar dari kandung kemih yang menjadi dominan, sehingga ia menjadi najis, dan segala sesuatu yang keluar darinya akan membatalkan wudhu'. sebab ia tidaklah melazimkan batal sampai ia menjadi najis. oleh karena itu angin yang keluar dari dari tubuh manusia itu adalah suci, karena pemilik Syari'at tidak mewajibkannya untuk beristinja', tetapi bersama itu ia membatalkan wudhu'.”

[Majmu' Al-fataawaa karya As-Syaikh Ibnu 'Utsaimin 11/284]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

426. Ma'afkanlah kesalahan para hamba terhadap kita maka Allah akan mema'afkan kesalahan-kesalahan kita

قال ابن قيم–رحمه الله :‏

يا ابن آدم إنَّ بينك وبين الله خطايا ، لا يعلمُها إلا الله سبحانه ،
فإن أحببتَ أن يغفِرَها لك ، فاصفح أنت عن عِباده
وإن أحببتَ أن يعفوها لك ، فاعفُ أنت عن عِباده
فإنما الجزاءُ من جِنسِ العمل .‏

بدائع الفوائد (2/468)‏

Qaala Ibnu Qayyim rahimahullah : “Yaa Ibna aadam bainaka wa bainallah khathaayaa, laa ya'lamuhaa illa Allah subhaanah fa in ahbabta an yaghfirahaa laka, fa ashfah anta 'an 'ibaadihi wa in ahbabta an ya'fuuhaa laka, fa'fu anta 'an 'ibaadihi fa innamaa aljazaa-u min jinsil 'amal.”

Berkata Ibnu Qayyim rahimahullah :

“Wahai anak adam antara dirimu dan Allah itu ada dosa, dan tidaklah mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta'aalaa saja karena itu jika engkau ingin Allah mengampuni dosa tersebut untuk mu, maka ampunilah olehmu kesalahan para hamba-Nya (yang ia lakukan terhadapmu) dan jika engkau ingin Allah mema'afkan dosa tersebut untuk mu, maka ma'afkanlah olehmu kesalahan para hamba-Nya (yang ia lakukan terhadapmu) karena sesungguhnya balasan itu tergantung dengan jenis amalan.”

[Bada-i'ul fawaid 2/468]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

427. Mutiara Salaf

Tiga sifat yang harus dimiliki seorang da'i

قال شيخ الإسلام ابن تيمية :‏

فلا بد من هذه الثلاثة :
العلم ، والرفق ، والصبر .
العلم قبل الأمر والنهي ، والرفق معه ، والصبر بعده .‏

الاستقامة [٢٣٣/٢]

Qaala Syaikhul Islaam Ibnu Taimiyyah : “Fa laa budda min hadzihi ats-tsalaatsah :

al-'ilmu, wa arrifqu, wa asshabru

al'ilmu qabla al-amri wa annahyi, wa arrifqu ma'ahu, wa asshabru ba'dahu.”

Syaikhul Islaam Ibnu Taimiyyah berkata :

“Maka harus ada bagian dari tiga perkara ini :

Ilmu, Kelembutan, dan Sabar.

ilmu itu sebelum memerintah dan melarang, kelemah lembutan itu menyertainya, dan bersabar itu setelahnya.”

[Al-Istiqamah 2/233]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

428. Ucapan emas Sahabat Abu Darda' radhiallahu 'anhu memotivasi jiwa agar tidak menzhalimi orang lain

قال أبو الدرداء رضي الله تعالى عنه :‏

اعبد الله كأنك تراه، وعد نفسك في الموتى، وإياك ودعوة المظلوم، واعلم أن قليلا يغنيك خير من كثير يلهيك، وأن البر لا يبلى، وأن الإثم لا ينسى.أهـ .‏

[ سير أعلام النبلاء 3 / 307 ]

Qaala Abu Ad-darda' radhiallahu 'anhu : “u'budillaha kaannaka taraahu, wa'udda nafsaka fiy almauta, wa iyyaaka wa da'watal mazhluum, wa i'lam anna qalilan yughniyka khairun min katsirin yulhiyka, wa anna albirra laa yablaa, wa anna al-itsma laa yunsa.”

Berkata Abu Darda' radhiallahu 'anhu :

“Sembahlah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, daftarkanlah dirimu kedalam barisan orang mati, berhati-hatilahengkau terhadap do'anya orang yang dizhalimi, dan ketahuilah sesungguhnya sedikit yang membuatmu merasa kaya lebih baik daripada banyak tetapi melalaikanmu, dan sesungguhnya kebajikan itu tidak akan punah, dan dosa itu tidak akan dilupakan.”

[Siyaru a'lamin nubalaa' 3/307]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

429. Keadaan Seorang hamba didalam kubur sebagaimana keadaan hati didalam dada

قال ابن القيم رحمه الله :‏

"حال العبد في القبر كحال القلب في الصدر، نعيماً وعذاباً، وسجناً وانطلاقاً.
فإذا أردت أن تعرف حالك في قبرك، فانظر إلى حال قلبك في صدرك، فإذا كان قلبك ممتلئاً بشاشة وسكينة وطهارة،
فهذا حالك في قبرك -بإذن الله-، والعكس صحيح ؛ ولهذا تجد صاحب الطاعة وحسن الخلق والسماحة أكثر الناس طمأنينة
فالإيمان يذهب الهموم، ويزيل الغموم ، وهو قرة عين الموحدين، وسلوة العابدين
من أدام التسبيح انفرجت أساريره.
ومن أدام الحمد تتابعت عليه الخيرات
ومن أدام الاستغفار فتحت له المغاليق"‏

[ الداء والدواء (187، 188) ]

Qaala Ibnul Qayyim rahimahullah : “Haalul 'abdi fiy al-qabri kaa haalil qalbi fiy asshadri, na'iman wa 'adzaaban, wa sijnan, wa inthilaaqan, fa idza aradta an ta'rifa haalaka fiy qabrika, fa unzhur ilaa haali qalbika fiy shadrika, fa idza kaana qalbuka mumtali-an bi syaasyatin wa sakiinatin wa thahaaratin, fa hadza haaluka fiy qabrika -bi idznillah- wa al-'aksu shahihun, wa lihadza tajidu shahiba at thaa'ati wa husnil khuluqi, wa assamahati aktsarunnasi thuma'ninatan, fa al-iimanu yudzhibu alhumuma, wa yuziilu al-ghumuma, wa huwa qurratu 'ainil muwahhidin, wa sulwatul 'aabidiin, man adaama attasybiha infarajat asariruhu, wa man adaama alhamda tataaba'at 'alaihi al-khairat wa man adaama al-istighfara futihat lahu al-maghaaliq.”

Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah :

“Keadaan seorang hamba didalam kubur sebagaimana keadaan hati didalam dada, ada nikmat, 'adzab, penjara, dan bergembira, Karena itu jika engkau ingin mengenali keadaanmu di dalam kuburmu, maka lihatlah pada keadaan hatimu didalam dadamu, jika keadaan hatimu dipenuhi dengan layar putih, ketenangan, dan thaharah, maka inilah keadaanmu didalam kuburmu -dengan idzin Allah-, dan sebaliknya juga benar begitu, dan oleh karena itu engkau akan mendapatkan ahli keta'atan, ahli akhlaq yang baik, dan ahli tenggang rasa, adalah orang yang paling banyak thuma'ninahnya (Thuma'ninah : tentram), karena iman itu akan menghilangkan kesusahan, dan mengapus penderitaan, karena keimanan merupakan penyejuk pandangannya para muwahhidin (orang yang mentauhidkan Allah), dan sulwatul 'aabidin (hiburan para ahli ibadah), dan barangsiapa membiasakan tasbih niscaya raut mukanya berseri-seri, barangsiapa membiasakan memuji Allah niscaya berbagai macam kebaikan berturut-turut datang menghampiri dirinya, dan barangsiapa membiasakan istighfar niscaya dibukakan baginya berbagai macam kunci pintu.”

[Ad-Da-u wad dawa' 187-188]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

430. Tidak boleh berkata terhadap orang yang berdosa itu dengan ucapan : “Si Fulan jauh dari hidayah Allah, atau Si Fulan Jauh dari Surga, atau Si Fulan jauh dari ampunan Allah.”

سئل فضيلة الشيخ ابن العثيمين رحمه الله

عن قول بعض الناس إذا شاهد من أسرف على نفسه بالذنوب:
(فلان بعيد عن الهداية، أو عن الجنة، أو عن مغفرة الله)
فما حكم ذلك؟ .‏

فأجاب بقوله:
هذا لا يجوز لانه من باب التألي على الله - عز وجل -
وقد ثبت في الصحيح أن رجلا كان مسرفا على نفسه،
وكان يمر به رجل آخر فيقول:
والله لا يغفر الله لفلان،
فقال الله - عز وجل - "
من ذا الذي يتألى أن لا أغفر لفلان
قد غفرت له، وأحبطت عملك ".
ولا يجوز للإنسان أن يستبعد رحمه الله - عز وجل -،
كم من إنسان قد بلغ من الكفر مبلغا عظيما،
ثم هداه الله فصار من الأئمة الذين يهدون بأمر الله - عز وجل -،
والواجب على من قال ذلك أن يتوب إلى الله، حيث يندم على ما فعل
ويعزم على أن لا يعود في المستقبل.‏

[ المناهي الفضية (1/90) ]

Fadhilatus Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah ditanya mengenai ucapan sebagian manusia jika menyaksikan orang yang melampaui batas terhadap dirinya sendiri dengan berbuat banyak dosa :

"Fulan jauh dari hidayah, atau jauh dari surga, atau jauh dari ampunan Allah"

Lalu apakah hukum ucapan tersebut ?

Maka Syaikh menjawab dengan ucapan beliau : “Ucapan ini tidak boleh, sebab ia menjadi bagian dari bab atta'liy 'alaa Allahi 'azza wajalla (bersumpah atas Allah Yang maha perkasa lagi maha agung) dan sungguh telah Tsabbit (tetap) didalam As-Shahih sesungguhnya ada seseorang yang melampaui batas atas dirinya, lalu orang lain berjumpa dengannya seraya berkata : “Demi Allah, Allah tidak mengampuni si Fulaan,” Lalu Allah 'azza wa jalla berfirman : “Siapakah orang yang bersumpah bahwasanya aku tidak mengampuni si Fulaan, sungguh aku ampuni dia, dan aku hapuskan amalanmu.” dan tidak boleh bagi seorang insan mengesampingkan rahmat Allah 'azza wa jalla, berapa banyak dari manusia sungguh telah sampai kepada kekafiran yang besar, kemudian Allah memberi hidayah kepadanya lalu jadilah ia bagian dari para imam yang mereka memberi petunjuk dengan perintah Allah 'azza wa jalla, dan waajib atas siapa saja yang berkata demikian untuk bertaubat kepada Allah, dimana ia menyesal atas apa yang ia lakukan, dan ber'azam (bertekad bulat) untuk tidak akan mengulangi dimasa yang akan datang.”

[Al-Manahiy Al-Fadhiyyah 1/90]

═══════ ❁❁✿❁❁ ═══════

Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh. hanya Allah yang beri taufik, Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

[cerkiis.blogspot.com, Penyusun : arifia]