Minggu, 03 Juli 2016

Surat Dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam Kepada Para Penguasa Dan Raja Kafir

Surat Dakwah Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam Kepada Para Penguasa Dan Raja Kafir

AHAD, 28 Ramadhan 1437 H /  03 Juli 2016 M / 06:25 WIB

BAHASAN : SIRAH NABI

SURAT DAKWAH RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM KEPADA PARA PENGUASA DAN RAJA KAFIR


Shulhu Hudaibiyyah (perjanjian damai) yang terjadi antara Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Muslimin di satu pihak dengan kaum kafir Quraisy dipihak yang lain; Perjanjian yang awalnya dipungkiri oleh sebagian shahabat karena isinya dianggap merendahkan derajat kaum Muslimin itu ternyata telah memberikan peluang besar bagi kaum Muslimin untuk mendakwahkan Islam secara damai. Pada fase ini dakwah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki era baru. Geliat dakwah pada era ini tidak hanya terbatas pada wilayah Arab, tapi mulai merambah daerah lain di luar wilayah Arab. Ini merupakan realisasi dari firman Allâh Azza wa Jalla yang menunjukkan bahwa Islam itu tidak terbatas waktu dan ruang. Artinya Islam itu layak untuk semua manusia dimanapun dan kapanpun berada. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan [Saba’/34:28]

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

Katakanlah, “Wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allâh kepadamu semua [al-A’râf/7:158]

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [al-Anbiya/21:107]

Realisasi dari firman Allâh Azza wa Jalla tersebut, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan utusan yang membawa surat-surat dakwah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para tokoh, penguasa dan Raja kafir. Para Ulama ahli sirah berbeda pendapat tentang penyebutan waktu pengiriman surat-surat itu secara detail. Ibnu Ishak rahimahullah tidak menyebutkan waktu pengiriman itu secara detail. Beliau rahimahullah hanya mengatakan bahwa pengiriman ini terjadi dalam rentang waktu yan panjang yaitu sejak kepulangan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari perang Khaibar sampai waktu wafat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantara yang dikirimi surat oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendakwahi mereka adalah Kisra (gelar untuk para penguasa Persia), Qhaishar (gelar untuk para penguasa Romawi), Najashy (gelar untuk para penguasa Habasyah) dan para penguasa yang lainnya[1] .

SURAT UNTUK RAJA HABASYAH NAJASYI

az-Zaila’i dan yang lainnya membawakan riwayat dari al-Waqidi yang menjelaskan teks surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikirimkan ke an-Najasy. Surat ini dibawa ke raja Habasyah oleh shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama ‘Amr bin Umayyah ad-Dhamri[2]

Setelah membaca surat ini, an-Najasy beserta orang-orang yang ada disekitarnya menyatakan keimanan mereka dan mereka mengirimkan sesuatu sebagai hadiah buat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

SURAT KE KISRA (PARA PENGUASA PERSIA)

Imam al-Bukhari membawkan riwayat dengan sanad beliau rahimahullah yang bersambung sampai ke Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan surat ke Kisra melalui shahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Abdullah bin Khuzafah as-Sahmi, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya agar menyerahkan surat tersebut ke pembesar Bahrain. Kemudian oleh penguasa Bahrain, surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu diserahkan ke Kisra. Setelah membaca dan memahami isi surat dakwah itu, dengan penuh kesombongan dia merobek-robek surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia tidak menyangka bahwa akibat dari perbuatan buruknya itu akan begitu dahsyat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan keburukan bagi raja tersebut, sehingga kekuasaan yang selama ini dia bangun dan banggakan hancur berantakan.

SURAT UNTUK HERACLIUS

Dalam shahih Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berkirim surat kepada Heraclius (Raja Romawi). Surat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibawa oleh Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu. Teksnya berbunyi :

“Dengan nama Allâh, Pengasih dan Penyayang.
Dari Muhammad, hamba Allâh dan utusan-Nya kepada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan untuk mengikuti ajaran Islam. Peluklah agama Islam, tuan pasti akan selamat ! Peluklah Islam, Allâh Azza wa Jalla pasti akan memberi pahala dua kali kepada tuan ! Kalau tuan menolak, maka dosa orang-orang Arisiyin[3] menjadi tanggungiawab tuan.

Katakanlah, “Wahai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak ada yang berhak kita ibadahi kecuali Allâh dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allâh”. jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allâh)”[4]

Begitu menerima surat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Kaisar berkeinginan untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kebenaran kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui orang-orang yang memiliki hubung erat dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pilihannya jatuh pada orang-orang yang berasal dari kaumnya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kaum Quraisy. Saat itulah, Kaisar mendengar berita kedatangan sekelompok pedagang, diantara mereka ada Abu Sufyan dari Quraisy. Lalu Kaisar menyuruh agar orang-orang itu dibawa menghadap beliau dengan ditemani penerjemah. Waktu itu Abu Sufyan masih kafir.

Lalu, berlangsunglah dialog yang panjang antara Kaisar dengan Abu Sufyan. Kaisar bertanya kepada Abu Sufyan, “Siapakah diantara kalian yang paling dekat hubungan kekeluargaannya dengan orang yang mengaku Nabi ini ?” Abu Sufyan, “Saya orang yang paling dekat.”

Lalu Kaisar memintanya untuk mendekat dan akhirnya terjadilah dialog yang panjang tentang cirri-ciri kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kisah ini diriwayatkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Di akhir dialog dia menyimpulkan bahwa semua ciri-ciri nabi yang dijelaskan dalam kitab Injil, Nabi yang mereka tunggu-tunggu ada pada diri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Heraklius mengatakan, “Jika benar apa yang engkau beritakan, maka dia (maksudnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini. Saya yakin dia akan datang, namun saya tidak pernah menduga kalau dia berasal dari kalian”

Heraclius berkata kepada utusan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Dihyah bin al-Kalbi, “Sungguh saya tahu bahwa temanmu itu adalah seorang nabi yang diutus. Nabi yang kami tunggu-tunggu dan nabi yang kami dapatkan (keterangannya) dalam kitab kami. Namun saya takut orang-orang romawi akan membunuhku. Kalau bukan karena itu, tentu saya sudah mengikutinya.”

Kesimpulan yang bisa ditarik dari percakapan antara Heraclius dengan Abu Sufyan juga dengan Dihyah al-Kalbi Radhiyallahu anhu yaitu Heraclius sudah mengetahui dan meyakini kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun dia tetap tidak beriman. Ini menunjukkan kecintaan terhadap kekuasaan telah menghalangi dia dari memiliki jalan yang haq ini yaitu Islam.

SURAT-SURAT YANG LAIN

1. Surat kepada Haudzah bin Ali al-Hanafi, penguasa Yamamah.

Surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dibawa oleh Sulaith bin ‘Amr al-‘Amiri. Saat menerima dan membaca surat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, penguasa Yamamah itu bersedia menerima Islam tapi dengan mengajukan beberapa syarat, namun Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak persyaratan tersebut.

2. Surat kepada Muqauqis, penguasa al-Iskandariyah.

Surat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dibawa oleh Hatib bin Abi Balta’ah Radhiyallahu anhu. Penguasa ini membaca surat ini dan memberikan tanggapan dengan baik namun dia tetap tidak menerima Islam. Bahkan dia sempat menghadiahkan seorang budak kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia juga mengirimkan surat balasan, namun ditolak oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3. Dan masih ada beberapa surat lain lagi yang Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kirimkan kepada para raja dan tokoh yang masih belum memeluk Islam.

PELAJARAN DARI KISAH

1. Pengiriman surat ini menunjukkan bahwa Islam diturunkan untuk manusia seluruh alam, oleh karena itu merupakan kewajiban Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memperkenalkannya dan mendakwahkannya kepada seluruh manusia dengan memanfaatkan sarana pra sarana yang ada kala itu.

2. Penolakan sebagian raja atau tokoh terhadap Islam itu disebabkan oleh kecintaannya terhadap kekuasaan, kesombongan atau karena tertekan, bukan karena mereka tidak terima dengan Islam itu sendiri

3. Sebagian penguasa yang menyatakan keislamannya diperintahkan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap diwilayahnya. Ini menunjukkan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki siasat dan taktik yang bagus dan sangat pandai dalam mengatur banyak urusan.

Disarikan dari :
– as-Siratun Nabawiyah fi Dhau’il Mashadiril Ashliyyah
– ar-Rahîqul Makhtûm

[Http://cerkiis.blogspot.comDisalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVI/1433H/2012. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016, artikel: almanhaj]

Footnote

[1]. HR. Muslim, 3/1397, no. 1774

[2]. Lihat Usudul Ghaabah, 4/193-194; Ibnu Hisyam 4/334 dengan menggunakan kalimat blaghani (telah sampai kabar kepadaku); Ibnu Sa’ad, 2/258 dari riwayat al-Waqidi

[3]. Para Ulama berbeda tentang sipakah yang dimaksud Arisyiin. Pendapat terkuat dan termasyhur yaitu pendapat yang menyatakan bahwa makna kata itu adalah para petani (Lih. Fathul Baari 17/80-81, no. 4553

[4]. Ali Imran/3:64