BAHASAN : SIRAH NABI
TEROR FISIK TERHADAP RASULULLAH SHALLALAHU ALAIHI WA SALLAM DAN PARA PENGIKUTNYA
Seruan dakwah yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mengusik ketenangan para pembesar Quraisy yang masih musyrik. Apalagi ketika melihat para pengikut Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kian bertambah. Berbagai upaya, baik dengan cara yang halus, lembut, rayuan ataupun tawaran hadiah telah mereka lakukan untuk menghentikan laju dakwah al haq ini, namun semuanya tidak membuahkan hasil. Hingga kemudian para pembesar Quraisy memutuskan untuk melakukan tekanan-tekanan lebih keras. Yaitu dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Sebenarnya penentangan secara keras terhadap dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini telah muncul sejak awal, sebagaimana ditunjukkan oleh Abu Lahab dan istrinya la’natullah ‘alaihima. Kebengisan dua manusia ini diabadikan dalam al Qur`an surat al Lahab atau al Masad. Berbagai perlakuan keji banyak diarahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, semua perlakuan ini, sama sekali tidak membuat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya goyah.
Semakin hari ancaman siksa hingga pembunuhan, kian bertambah dan tidak pernah berhenti. Abu Jahl, salah seorang yang juga paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tak henti-hentinya melakukan ancaman.
Suatu kali, Abu Jahl berkata: “Apakah Muhammad pernah menggosokkan wajahnya ke tanah (sujud) di hadapan kalian?”
Dijawab: “Ya”.
Abu Jahl pun berkata: “Demi Lata dan Uzza, jika aku melihatnya melakukan itu, sungguh aku akan injak lehernya, atau aku gosokkan wajahnya ke tanah,” lantas dia pun mendatangi Rasulullah yang sedang melakukan shalat, dan mengira dapat menginjak leher Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi tiba-tiba dia mundur sambil berlindung dengan kedua tangannya.
Maka ditanyakan kepadanya: “Mengapa engkau?”
Abu Jahl menjawab: “Di antara aku dan dia terdapat parit api, siksa dan sayap-sayap”.
Mengenai peristiwa ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ دَنَا مِنِّي لاَخْتَطَفَتْهُ الْمَلاَئِكَةُ عُضْوًا عُضْوًا
(Seandainya dia mendekatiku, niscaya akan disambar oleh para malaikat, sedikit demi sedikit).[1]
Peristiwa ini diabadikan dalam al Qur`an surat al Alaq/96 ayat 6-13 :
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ ﴿٦﴾ أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ ﴿٧﴾ إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الرُّجْعَىٰ ﴿٨﴾ أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَىٰ ﴿٩﴾ عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰ ﴿١٠﴾ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَىٰ ﴿١١﴾ أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَىٰ ﴿١٢﴾ أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
Tokoh lain yang juga sangat keras penentangannya ialah ‘Uqbah bin Mu’ayith. Perlakuan keji tokoh musyrik Quraisy ini, dapat dilihat dari pertanyaan seorang sahabat yang bernama ‘Urwah bin Zubair tatkala ia bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash: “Beritahukan kepadaku tentang perbuatan terburuk yang dilakukan orang-orang musyrik terhadap Rasulullah?”
‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash menjawab:
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melakukan shalat di serambi Ka’bah, tiba-tiba ‘Uqbah bin Abu Mu’ayith datang, lalu ia memegang pundak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas menjeratkan bajunya ke leher beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mencekiknya dengan keras. Abu Bakr datang, lantas merengkuh pundak Uqbah al La’in dan mendorongnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berseru:
أَتَقْتُلُونَ رَجُلاً أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ
“Apakah engkau akan membunuh seorang laki-laki karena ia menyatakan ‘Rabbku ialah Allah’ padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu”.[2]
Telah diceritakan pula oleh ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dia berkata:
Saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berdiri melakukan shalat di dekat Ka’bah, sementara itu ada sekelompok orang-orang kafir Quraisy sedang berkumpul dalam majelis mereka. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Tidakkah kalian melihat orang yang sedang pamer ini? Siapakah di antara kalian yang berani pergi ke unta si fulan yang baru disembelih itu lalu mengambil kotoran, darah serta bagian dalamnya, dan dibawa kemari. Kemudian menunggu, jika dia sujud, dia letakkan bawaannya tadi di pundaknya (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”.
Orang paling celaka di antara mereka pun terdorong untuk melakukan perbuatan keji ini. Maka, saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersujud, dia letakkan kotoran unta itu ke atas pundak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap dalam keadaan bersujud. Mereka tertawa-tawa, sampai badan mereka terguncang karena gelak tawa. Kemudian ada seseorang yang pergi (yaitu Juwairiyah) ke Fathimah Radhiyallahu anhuma, dan Fathimah pun datang dengan berlari, sedangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih dalam keadaan bersujud sampai kemudian Fathimah Radhiyallahu anhuma menyingkirkan kotoran itu dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu Fathimah mencaci-maki mereka.
Usai menunaikan shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa :
اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ
Ya Allah, binasakanlah Quraisy! Ya Allah, binasakanlah Quraisy! Ya Allah, binasakanlah Quraisy!
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan:
اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِعَمْرِو بْنِ هِشَامٍ وَعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَشَيْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَالْوَلِيدِ بْنِ عُتْبَةَ وَأُمَيَّةَ بْنِ خَلَفٍ وَعُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعَيْطٍ وَعُمَارَةَ بْنِ الْوَلِيدِ
Ya Allah, binasakanlah ‘Amr bin Hisyam, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin ‘Utbah, Umayyah bin Khalaf, ‘Uqbah bin Abu Mu’ayith dan ‘Umarah bin Walid.
‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata: “Demi Allah! Aku sungguh telah melihat mereka semua tersungkur dalam perang Badr. Lalu mereka diseret ke al Qolib[3] di Badr. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Penghuni al Qolib ini diiringi laknat’.”[4]
Dijelaskan dalam beberapa riwayat yang shahih. Perbuatan keji tersebut dilakukan oleh ‘Uqbah bin Abu Mu’ayith. Sedangkan yang mendorongnya untuk meletakkan kotoran onta di pundak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Jahal. Juga diriwayatkan, doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berpengaruh pada diri orang-orang musyrik itu. Doa tersebut telah membuat mereka gelisah, karena menurut mereka, doa yang dilantunkan di Mekkah mustajab (dikabulkan).
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, ketika mendengar doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, suara tawa mereka hilang, dan mereka takut terhadap doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [6].
Dalam riwayat lain, saat orang-orang kafir Quraisy terus mendustakan dan mengingkari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa supaya Allah Azza wa Jalla membinasakan mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَيْهِمْ بِسَبْعٍ كَسَبْعِ يُوسُفَ
(Ya Allah, bantulah aku dengan tujuh sebagaimana tujuh buat Nabi Yusuf), dan mereka pun ditimpa kekeringan yang mematikan semua tumbuh-tumbuhan, sehingga mereka terpaksa memakan bangkai dan kulit.
Dalam kondisi seperti itu, Abu Sufyan mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Sesungguhnya engkau selalu memerintahkan agar taat kepada Allah Azza wa Jalla, menyambung silaturrahim. Saat ini, kaummu (orang-orang Quraisy) hampir binasa, maka mohonlah kebaikan kepada Allah bagi mereka”.
Kejadian ini diabadikan di dalam al Qur`an :
فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاءُ بِدُخَانٍ مُبِينٍ﴿١٠﴾يَغْشَى النَّاسَ ۖ هَٰذَا عَذَابٌ أَلِيمٌ﴿١١﴾رَبَّنَا اكْشِفْ عَنَّا الْعَذَابَ إِنَّا مُؤْمِنُونَ﴿١٢﴾أَنَّىٰ لَهُمُ الذِّكْرَىٰ وَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مُبِينٌ﴿١٣﴾ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَجْنُون﴿١٤﴾ٌإِنَّا كَاشِفُو الْعَذَابِ قَلِيلًا ۚ إِنَّكُمْ عَائِدُونَ
Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang meliputi manusia. Inilah adzab yang pedih. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, lenyapkanlah dari kami adzab itu. Sesungguhnya kami akan beriman”. Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata: “Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila”. Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar). [ad-Dukhon/44:10-15].[7]
Ketika mendoakan, Rasulullah pun terus berharap agar mereka bertaubat. Akan tetapi mereka kembali kepada kekufuran dan melupakan ucapan mereka, sebagaimana diceritakan dalam al Qur`an:
رَبَّنَا اكْشِفْ عَنَّا الْعَذَابَ إِنَّا مُؤْمِنُونَ
(Ya Rabb kami, lenyapkanlah dari kami adzab itu. Sesungguhnya kami akan beriman).[8]
Doa keburukan yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan bukan lantaran karena siksaan yang mereka lakukan. Akan tetapi disebabkan karena orang-orang musyrik Quraisy itu mendustakan dan tidak mau beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun sejak awal dakwah selalu mendapat gangguan dan teror, namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mendoakan keburukan, tetapi justru mendoakan mereka agar musuh-musuhnya memperoleh hidayah Allah Azza wa Jalla. Perilaku luhur ini sangatlah pantas dijadikan sebagai panutan dalam kesabaran.
Kisah kekejian musyrikin Quraisy banyak banyak dijumpai dalam riwayat-riwayat yang shahih. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan orang terpandang dan masih ada paman beliau, yaitu Abu Thalib yang melindungi beliau. Meski demikian, musyrikin Quraisy tetap melakukan teror kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Klimaks dari ancaman itu adalah usaha membunuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada akhir priode makkiyah, yang menjadi penyebab hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.
Ibnu Abbas menceritakan: “Para pembesar Quraisy berkumpul di Hijr. Mereka bersumpah atas nama Lata, ‘Uzza dan Manat; jika melihat Muhammad, kami akan menyerangnya bersama-sama dan tidak akan meninggalkannya, sehingga kami berhasil membunuhnya.”
Fathimah datang menangis. Sampai di hadapan ayahanda Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: “Para pembesar kaummu telah berikrar di al Hijr. Jika melihatmu, mereka akan menyerang dan membunuhmu. Tidak ada seorangpun di antara mereka, kecuali masing-masing telah mengetahui bagiannya dari darahmu”.
(Mendengar seruan Fathimah), Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai anakku, dekatkan air wudhu,” lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu’, kemudian masuk masjid (dan) melewati depan mereka. Saat melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka sontak berkata: “Ini dia orangnya,” lalu mereka menundukkan pandangan-pandangannya dan (tetap) diam di tempatnya. Tidak ada seorangpun yang memandang ke arah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak ada seorang pun yang bangkit menyerangnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka dan berdiri di depan mereka serta mengambil segenggam debu dan melempari dengannya, seraya berseru, ’Semoga wajah-wajah ini buruk’.”
Ibnu Abbas berkata: “Tidak satu pun kerikil yang mengenai seseorang, kecuali orang itu pasti terbunuh pada perang Badr dalam keadaan masih kafir”.[9]
Kejadian seperti ini terulang lagi pada malam hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.
Kalau terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja mereka berani melakukan ancaman dan penganiayaan, lalu bagaimana terhadap kebanyakan orang yang mengikuti dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak memiliki pelindung. Ancaman dan penganiayaan mereka, tentu lebih bengis lagi.
Begitulah makar-makar yang dilancarkan kaum Musyrikin Quraisy, dan selamanya orang-orang kafir tidak akan bisa melenyapkan din (agama) ini, sekuat apapun makar mereka. Al Qur`an surat ash-Shaf/61 ayat 8 menyebutkan, mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Wallahul-Musta’an. (Nsd)
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 00//Tahun Xi/1427H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016, Artikel: almanhaj]
Footnote
[1]. HR Muslim (4/2154), dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Hadits ini juga memiliki pendukung dari hadits Ibnu Abbas secara ringkas yang dibawakan oleh Imam Bukhari. Lihat Fat-hul Bariy (8/724).
[2]. HR Bukhari. Lihat Fat-hul Bariy (8/554, 7/22, 165).
[3]. Sumur terbuka.
[4]. HR Bukhari, lihat Fat-hul Bariy (1/594) dan Muslim (3/1418-1420).
[5]. HR Bukhari, lihat Fat-hul Bariy (6/283, 7/165) dan Muslim (3/1420).
[6], HR Imam Muslim.
[7]. HR Bukhari dan Muslim.
[8]. HR Bukhari (6/39, 40) dan Muslim 4/2157.
[9]. Musnad Imam Ahmad (1/303, 368) dengan dua sanad shahih, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Hasyiyatu Musnadi Ahmad (4/269). Lihat juga al Mustadrak, karya al Hakim (3/157).
Semakin hari ancaman siksa hingga pembunuhan, kian bertambah dan tidak pernah berhenti. Abu Jahl, salah seorang yang juga paman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tak henti-hentinya melakukan ancaman.
Suatu kali, Abu Jahl berkata: “Apakah Muhammad pernah menggosokkan wajahnya ke tanah (sujud) di hadapan kalian?”
Dijawab: “Ya”.
Abu Jahl pun berkata: “Demi Lata dan Uzza, jika aku melihatnya melakukan itu, sungguh aku akan injak lehernya, atau aku gosokkan wajahnya ke tanah,” lantas dia pun mendatangi Rasulullah yang sedang melakukan shalat, dan mengira dapat menginjak leher Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi tiba-tiba dia mundur sambil berlindung dengan kedua tangannya.
Maka ditanyakan kepadanya: “Mengapa engkau?”
Abu Jahl menjawab: “Di antara aku dan dia terdapat parit api, siksa dan sayap-sayap”.
Mengenai peristiwa ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ دَنَا مِنِّي لاَخْتَطَفَتْهُ الْمَلاَئِكَةُ عُضْوًا عُضْوًا
(Seandainya dia mendekatiku, niscaya akan disambar oleh para malaikat, sedikit demi sedikit).[1]
Peristiwa ini diabadikan dalam al Qur`an surat al Alaq/96 ayat 6-13 :
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ ﴿٦﴾ أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ ﴿٧﴾ إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الرُّجْعَىٰ ﴿٨﴾ أَرَأَيْتَ الَّذِي يَنْهَىٰ ﴿٩﴾ عَبْدًا إِذَا صَلَّىٰ ﴿١٠﴾ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَى الْهُدَىٰ ﴿١١﴾ أَوْ أَمَرَ بِالتَّقْوَىٰ ﴿١٢﴾ أَرَأَيْتَ إِنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
Tokoh lain yang juga sangat keras penentangannya ialah ‘Uqbah bin Mu’ayith. Perlakuan keji tokoh musyrik Quraisy ini, dapat dilihat dari pertanyaan seorang sahabat yang bernama ‘Urwah bin Zubair tatkala ia bertanya kepada ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash: “Beritahukan kepadaku tentang perbuatan terburuk yang dilakukan orang-orang musyrik terhadap Rasulullah?”
‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash menjawab:
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang melakukan shalat di serambi Ka’bah, tiba-tiba ‘Uqbah bin Abu Mu’ayith datang, lalu ia memegang pundak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas menjeratkan bajunya ke leher beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mencekiknya dengan keras. Abu Bakr datang, lantas merengkuh pundak Uqbah al La’in dan mendorongnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berseru:
أَتَقْتُلُونَ رَجُلاً أَنْ يَقُولَ رَبِّيَ اللهُ وَقَدْ جَاءَكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ مِنْ رَبِّكُمْ
“Apakah engkau akan membunuh seorang laki-laki karena ia menyatakan ‘Rabbku ialah Allah’ padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabbmu”.[2]
Telah diceritakan pula oleh ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dia berkata:
Saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berdiri melakukan shalat di dekat Ka’bah, sementara itu ada sekelompok orang-orang kafir Quraisy sedang berkumpul dalam majelis mereka. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Tidakkah kalian melihat orang yang sedang pamer ini? Siapakah di antara kalian yang berani pergi ke unta si fulan yang baru disembelih itu lalu mengambil kotoran, darah serta bagian dalamnya, dan dibawa kemari. Kemudian menunggu, jika dia sujud, dia letakkan bawaannya tadi di pundaknya (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam )”.
Orang paling celaka di antara mereka pun terdorong untuk melakukan perbuatan keji ini. Maka, saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersujud, dia letakkan kotoran unta itu ke atas pundak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap dalam keadaan bersujud. Mereka tertawa-tawa, sampai badan mereka terguncang karena gelak tawa. Kemudian ada seseorang yang pergi (yaitu Juwairiyah) ke Fathimah Radhiyallahu anhuma, dan Fathimah pun datang dengan berlari, sedangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih dalam keadaan bersujud sampai kemudian Fathimah Radhiyallahu anhuma menyingkirkan kotoran itu dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu Fathimah mencaci-maki mereka.
Usai menunaikan shalat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa :
اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِقُرَيْشٍ
Ya Allah, binasakanlah Quraisy! Ya Allah, binasakanlah Quraisy! Ya Allah, binasakanlah Quraisy!
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan:
اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِعَمْرِو بْنِ هِشَامٍ وَعُتْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَشَيْبَةَ بْنِ رَبِيعَةَ وَالْوَلِيدِ بْنِ عُتْبَةَ وَأُمَيَّةَ بْنِ خَلَفٍ وَعُقْبَةَ بْنِ أَبِي مُعَيْطٍ وَعُمَارَةَ بْنِ الْوَلِيدِ
Ya Allah, binasakanlah ‘Amr bin Hisyam, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Walid bin ‘Utbah, Umayyah bin Khalaf, ‘Uqbah bin Abu Mu’ayith dan ‘Umarah bin Walid.
‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata: “Demi Allah! Aku sungguh telah melihat mereka semua tersungkur dalam perang Badr. Lalu mereka diseret ke al Qolib[3] di Badr. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ’Penghuni al Qolib ini diiringi laknat’.”[4]
Dijelaskan dalam beberapa riwayat yang shahih. Perbuatan keji tersebut dilakukan oleh ‘Uqbah bin Abu Mu’ayith. Sedangkan yang mendorongnya untuk meletakkan kotoran onta di pundak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Jahal. Juga diriwayatkan, doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berpengaruh pada diri orang-orang musyrik itu. Doa tersebut telah membuat mereka gelisah, karena menurut mereka, doa yang dilantunkan di Mekkah mustajab (dikabulkan).
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, ketika mendengar doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, suara tawa mereka hilang, dan mereka takut terhadap doa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [6].
Dalam riwayat lain, saat orang-orang kafir Quraisy terus mendustakan dan mengingkari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa supaya Allah Azza wa Jalla membinasakan mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:
اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَيْهِمْ بِسَبْعٍ كَسَبْعِ يُوسُفَ
(Ya Allah, bantulah aku dengan tujuh sebagaimana tujuh buat Nabi Yusuf), dan mereka pun ditimpa kekeringan yang mematikan semua tumbuh-tumbuhan, sehingga mereka terpaksa memakan bangkai dan kulit.
Dalam kondisi seperti itu, Abu Sufyan mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Sesungguhnya engkau selalu memerintahkan agar taat kepada Allah Azza wa Jalla, menyambung silaturrahim. Saat ini, kaummu (orang-orang Quraisy) hampir binasa, maka mohonlah kebaikan kepada Allah bagi mereka”.
Kejadian ini diabadikan di dalam al Qur`an :
فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاءُ بِدُخَانٍ مُبِينٍ﴿١٠﴾يَغْشَى النَّاسَ ۖ هَٰذَا عَذَابٌ أَلِيمٌ﴿١١﴾رَبَّنَا اكْشِفْ عَنَّا الْعَذَابَ إِنَّا مُؤْمِنُونَ﴿١٢﴾أَنَّىٰ لَهُمُ الذِّكْرَىٰ وَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مُبِينٌ﴿١٣﴾ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَجْنُون﴿١٤﴾ٌإِنَّا كَاشِفُو الْعَذَابِ قَلِيلًا ۚ إِنَّكُمْ عَائِدُونَ
Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata, yang meliputi manusia. Inilah adzab yang pedih. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, lenyapkanlah dari kami adzab itu. Sesungguhnya kami akan beriman”. Bagaimanakah mereka dapat menerima peringatan, padahal telah datang kepada mereka seorang rasul yang memberi penjelasan, kemudian mereka berpaling daripadanya dan berkata: “Dia adalah seorang yang menerima ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila”. Sesungguhnya (kalau) Kami akan melenyapkan siksaan itu agak sedikit sesungguhnya kamu akan kembali (ingkar). [ad-Dukhon/44:10-15].[7]
Ketika mendoakan, Rasulullah pun terus berharap agar mereka bertaubat. Akan tetapi mereka kembali kepada kekufuran dan melupakan ucapan mereka, sebagaimana diceritakan dalam al Qur`an:
رَبَّنَا اكْشِفْ عَنَّا الْعَذَابَ إِنَّا مُؤْمِنُونَ
(Ya Rabb kami, lenyapkanlah dari kami adzab itu. Sesungguhnya kami akan beriman).[8]
Doa keburukan yang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan bukan lantaran karena siksaan yang mereka lakukan. Akan tetapi disebabkan karena orang-orang musyrik Quraisy itu mendustakan dan tidak mau beriman kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Meskipun sejak awal dakwah selalu mendapat gangguan dan teror, namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mendoakan keburukan, tetapi justru mendoakan mereka agar musuh-musuhnya memperoleh hidayah Allah Azza wa Jalla. Perilaku luhur ini sangatlah pantas dijadikan sebagai panutan dalam kesabaran.
Kisah kekejian musyrikin Quraisy banyak banyak dijumpai dalam riwayat-riwayat yang shahih. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan orang terpandang dan masih ada paman beliau, yaitu Abu Thalib yang melindungi beliau. Meski demikian, musyrikin Quraisy tetap melakukan teror kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Klimaks dari ancaman itu adalah usaha membunuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada akhir priode makkiyah, yang menjadi penyebab hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.
Ibnu Abbas menceritakan: “Para pembesar Quraisy berkumpul di Hijr. Mereka bersumpah atas nama Lata, ‘Uzza dan Manat; jika melihat Muhammad, kami akan menyerangnya bersama-sama dan tidak akan meninggalkannya, sehingga kami berhasil membunuhnya.”
Fathimah datang menangis. Sampai di hadapan ayahanda Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: “Para pembesar kaummu telah berikrar di al Hijr. Jika melihatmu, mereka akan menyerang dan membunuhmu. Tidak ada seorangpun di antara mereka, kecuali masing-masing telah mengetahui bagiannya dari darahmu”.
(Mendengar seruan Fathimah), Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai anakku, dekatkan air wudhu,” lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu’, kemudian masuk masjid (dan) melewati depan mereka. Saat melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka sontak berkata: “Ini dia orangnya,” lalu mereka menundukkan pandangan-pandangannya dan (tetap) diam di tempatnya. Tidak ada seorangpun yang memandang ke arah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak ada seorang pun yang bangkit menyerangnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka dan berdiri di depan mereka serta mengambil segenggam debu dan melempari dengannya, seraya berseru, ’Semoga wajah-wajah ini buruk’.”
Ibnu Abbas berkata: “Tidak satu pun kerikil yang mengenai seseorang, kecuali orang itu pasti terbunuh pada perang Badr dalam keadaan masih kafir”.[9]
Kejadian seperti ini terulang lagi pada malam hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.
Kalau terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja mereka berani melakukan ancaman dan penganiayaan, lalu bagaimana terhadap kebanyakan orang yang mengikuti dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak memiliki pelindung. Ancaman dan penganiayaan mereka, tentu lebih bengis lagi.
Begitulah makar-makar yang dilancarkan kaum Musyrikin Quraisy, dan selamanya orang-orang kafir tidak akan bisa melenyapkan din (agama) ini, sekuat apapun makar mereka. Al Qur`an surat ash-Shaf/61 ayat 8 menyebutkan, mereka ingin memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci. Wallahul-Musta’an. (Nsd)
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 00//Tahun Xi/1427H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016, Artikel: almanhaj]
Footnote
[1]. HR Muslim (4/2154), dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Hadits ini juga memiliki pendukung dari hadits Ibnu Abbas secara ringkas yang dibawakan oleh Imam Bukhari. Lihat Fat-hul Bariy (8/724).
[2]. HR Bukhari. Lihat Fat-hul Bariy (8/554, 7/22, 165).
[3]. Sumur terbuka.
[4]. HR Bukhari, lihat Fat-hul Bariy (1/594) dan Muslim (3/1418-1420).
[5]. HR Bukhari, lihat Fat-hul Bariy (6/283, 7/165) dan Muslim (3/1420).
[6], HR Imam Muslim.
[7]. HR Bukhari dan Muslim.
[8]. HR Bukhari (6/39, 40) dan Muslim 4/2157.
[9]. Musnad Imam Ahmad (1/303, 368) dengan dua sanad shahih, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam Hasyiyatu Musnadi Ahmad (4/269). Lihat juga al Mustadrak, karya al Hakim (3/157).