KAFIR QURAISY MENGARAHKAN TEROR KEPADA KAUM MUSLIMIN YANG LEMAH
Teror yang dilancarkan kaum kafir Quraisy tidak hanya diarahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berbagai strategi dirancang untuk menghambat gerak dakwah al Haq ini. Di antaranya dengan melakukan ancaman dan penyiksaan kepada orang-orang lemah yang tidak memiliki pembela atau pelindung. Sasaran kaum kafir Quraisy ini tidak lain ialah budak-budak yang telah memeluk Islam. Mereka benar-benar menjadi sasaran pelampiasan amarah dan kedengkian kaum kafir Quraisy terhadap Islam dan para pemeluknya. Tentu saja budak-budak ini tidak ada yang membela. Mereka disiksa dengan berbagai siksaan mengerikan.
Berikut ini kisah beberapa orang yang didera siksaan oleh kaum kafir Quraisy tersebut.
1. Keluarga Yasir.
Keluarga ini merupakan simbol keteguhan dalam menghadapi beratnya penderitaan yang dialami oleh mustadh’afun (orang-orang yang dipandang rendah). Keluarga Yasir merupakan budak dari Bani Makhzum.
Bani Makhzum menggiring keluarga Yasir ini ke padang pasir Mekkah saat terik matahari membakar, lalu mereka disiksa di tengah panasnya sengatan matahari. Suatu ketika, saat mereka sedang disiksa, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَبْشِرُوْا آلَ عَمَّارٍ وَآلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
Berbahagialah Alu Ammar dan keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah surga.[1]
Orang yang pertama kali mati syahid dari keluarga ini secara khusus, dan dari kalangan Islam secara umum, yaitu ibunya ‘Ammar yang bernama Sumayyah. Beliau Radhiyallahu anha ditikam jantungnya oleh Abu Jahl al La’in dengan menggunakan tombak. Sedangkan sang suami, yaitu Yasir, juga meninggal karena disiksa. Adapun anak mereka, yaitu ‘Abdullah dilempar sehingga meninggal juga. Maka tinggallah ‘Ammar, dan mereka pun menyiksa ‘Ammar dengan berbagai siksaan, sampai akhirnya bisa memaksa ‘Ammar mengucapkan kalimat kufur dengan lisannya.
Jumhur (mayoritas) ahli tafsir menyebutkan, bahwa pendirian ‘Ammar ini menjadi sebab turunnya firman Allah surat an-Nahl/16 ayat 106:
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (maka, dia tidak berdosa).
2. Bilal bin Rabbah.
Bilal dan ibunya, yaitu Hamamah ialah budak milik sebagian Bani Jumah. Bilal bin Rabbah Radhiyallahu anhu memiliki hati yang bersih dan jujur dalam berislam. Begitu majikannya Umayyah bin Khalf mengetahui keislaman Bilal, maka Ummayyah membawa beliau Radhiyallahu anhu ke padang pasir Mekkah saat panas membakar. Bilal Radhiyallahu anhu ditelentangkan, kemudian ditindih dengan batu besar.
Umayyah al La’in berseru: “Kamu akan tetap seperti ini sampai mati, atau sampai kamu mengingkari Muhammad dan (kembali) menyembah al Lata dan al ‘Uzza?”
Dalam keadaan disiksa tersebut, Bilal Radhiyallahu anhu berkata: “Ahad, Ahad”.[4]
Ketika Abu Bakr Radhiyallahu anhu melihat Bilal dalam kondisi ini, beliau Radhiyallahu anhu menyampaikan keinginannya untuk membeli Bilal dari ‘Umayyah, dan kemudian Abu Bakr pun berhasil membeli dan membebaskannya.
Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dengan sanad shahih, dan juga oleh al Baladzardi meriwayatkan dengan sanadnya yang bagus, bahwa Abu Bakr Radhiyallahu anhu membeli Bilal dengan harga lima Auqiyah dalam keadaan beliau sedang ditindih batu.
Dalam hadits yang shahih, Bilal Radhiyallahu anhu berkata kepada Abu Bakr Radhiyallahu anhu :
إِنْ كُنْتَ إِنَّمَا اشْتَرَيْتَنِي لِنَفْسِكَ فَأَمْسِكْنِي وَإِنْ كُنْتَ إِنَّمَا اشْتَرَيْتَنِي لِلَّهِ فَدَعْنِي وَعَمَلَ اللَّهِ
Jika engkau membeli diriku untuk menjadi milikmu, maka tahanlah aku. Dan jika engkau membeli diriku karena Allah, maka biarkanlah aku berbuat karena Allah.[5]
Selain membebaskan Bilal, Abu Bakr Radhiyallahu anhu juga membebaskan enam budak lainnya yang disiksa kaum kafir Quraisy, yaitu: ‘Amir bin Fuhairah, Nudzairah, Ummu ‘Ubais, an-Nahdiyah dan saudara perempuannya, serta budak perempuan milik Bani ‘Amr bin Muammal, sebagaimana diceritakan oleh ‘Urwah bin az Zubair Radhiyallahu anhu.
3. Khabbab bin al Arat.
Beliau Radhiyallahu anhu memiliki kisah masyhur bersama dengan al ‘Ash bin Wa-il. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab shahih mereka, juga dibawakan oleh para ahli hadits lainnya. Khabbab menceritakan :
كُنْتُ قَيْنًا بِمَكَّةَ فَعَمِلْتُ لِلْعَاصِ بْنِ وَائِلٍ السَّهْمِيِّ سَيْفًا فَجِئْتُ أَتَقَاضَاهُ فَقَالَ لَا أُعْطِيكَ حَتَّى تَكْفُرَ بِمُحَمَّدٍ قُلْتُ لَا أَكْفُرُ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يُمِيتَكَ اللَّهُ ثُمَّ يُحْيِيَكَ قَالَ إِذَا أَمَاتَنِي اللَّهُ ثُمَّ بَعَثَنِي وَلِي مَالٌ وَوَلَدٌ فَسَأَقْضِيْكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لَأُوتَيَنَّ مَالًا وَوَلَدًا أَطَّلَعَ الْغَيْبَ أَمْ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا
“Pada masa dahulu, aku adalah tukang besi di Mekkah. Aku pernah membuatkan pedang untuk al ‘Ash bin Wa-il as-Sahmi, lalu aku datang menagihnya,” maka Dia berkata,”Saya tidak akan memberikan (pembayaran) kepadamu sampai engkau mengingkari Muhammad!” Saya menjawab,”Saya tidak akan mengingkari Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai engkau dibinasakan oleh Allah kemudian dibangkitkan.”
Dia al ‘Ash bin Wa-il as-Sahmi mengatakan: “Jika Allah telah membinasakanku, lalu aku dibangkitkan, sedangkan aku memiliki harta dan anak, maka aku akan membayarkannya kepadamu,” lalu Allah menurunkan firmanNya:
أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لَأُوتَيَنَّ مَالًا وَوَلَدًا أَطَّلَعَ الْغَيْبَ أَمْ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا
Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan: “Pasti aku akan diberi harta dan anak”. Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Rabb Yang Maha Pemurah. [Maryam/19:77-78].
SIKAP PARA SAHABAT
1. Keluarga Yasir.
Keluarga ini merupakan simbol keteguhan dalam menghadapi beratnya penderitaan yang dialami oleh mustadh’afun (orang-orang yang dipandang rendah). Keluarga Yasir merupakan budak dari Bani Makhzum.
Bani Makhzum menggiring keluarga Yasir ini ke padang pasir Mekkah saat terik matahari membakar, lalu mereka disiksa di tengah panasnya sengatan matahari. Suatu ketika, saat mereka sedang disiksa, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَبْشِرُوْا آلَ عَمَّارٍ وَآلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
Berbahagialah Alu Ammar dan keluarga Yasir, karena sesungguhnya tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah surga.[1]
Orang yang pertama kali mati syahid dari keluarga ini secara khusus, dan dari kalangan Islam secara umum, yaitu ibunya ‘Ammar yang bernama Sumayyah. Beliau Radhiyallahu anha ditikam jantungnya oleh Abu Jahl al La’in dengan menggunakan tombak. Sedangkan sang suami, yaitu Yasir, juga meninggal karena disiksa. Adapun anak mereka, yaitu ‘Abdullah dilempar sehingga meninggal juga. Maka tinggallah ‘Ammar, dan mereka pun menyiksa ‘Ammar dengan berbagai siksaan, sampai akhirnya bisa memaksa ‘Ammar mengucapkan kalimat kufur dengan lisannya.
Jumhur (mayoritas) ahli tafsir menyebutkan, bahwa pendirian ‘Ammar ini menjadi sebab turunnya firman Allah surat an-Nahl/16 ayat 106:
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (maka, dia tidak berdosa).
2. Bilal bin Rabbah.
Bilal dan ibunya, yaitu Hamamah ialah budak milik sebagian Bani Jumah. Bilal bin Rabbah Radhiyallahu anhu memiliki hati yang bersih dan jujur dalam berislam. Begitu majikannya Umayyah bin Khalf mengetahui keislaman Bilal, maka Ummayyah membawa beliau Radhiyallahu anhu ke padang pasir Mekkah saat panas membakar. Bilal Radhiyallahu anhu ditelentangkan, kemudian ditindih dengan batu besar.
Umayyah al La’in berseru: “Kamu akan tetap seperti ini sampai mati, atau sampai kamu mengingkari Muhammad dan (kembali) menyembah al Lata dan al ‘Uzza?”
Dalam keadaan disiksa tersebut, Bilal Radhiyallahu anhu berkata: “Ahad, Ahad”.[4]
Ketika Abu Bakr Radhiyallahu anhu melihat Bilal dalam kondisi ini, beliau Radhiyallahu anhu menyampaikan keinginannya untuk membeli Bilal dari ‘Umayyah, dan kemudian Abu Bakr pun berhasil membeli dan membebaskannya.
Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dengan sanad shahih, dan juga oleh al Baladzardi meriwayatkan dengan sanadnya yang bagus, bahwa Abu Bakr Radhiyallahu anhu membeli Bilal dengan harga lima Auqiyah dalam keadaan beliau sedang ditindih batu.
Dalam hadits yang shahih, Bilal Radhiyallahu anhu berkata kepada Abu Bakr Radhiyallahu anhu :
إِنْ كُنْتَ إِنَّمَا اشْتَرَيْتَنِي لِنَفْسِكَ فَأَمْسِكْنِي وَإِنْ كُنْتَ إِنَّمَا اشْتَرَيْتَنِي لِلَّهِ فَدَعْنِي وَعَمَلَ اللَّهِ
Jika engkau membeli diriku untuk menjadi milikmu, maka tahanlah aku. Dan jika engkau membeli diriku karena Allah, maka biarkanlah aku berbuat karena Allah.[5]
Selain membebaskan Bilal, Abu Bakr Radhiyallahu anhu juga membebaskan enam budak lainnya yang disiksa kaum kafir Quraisy, yaitu: ‘Amir bin Fuhairah, Nudzairah, Ummu ‘Ubais, an-Nahdiyah dan saudara perempuannya, serta budak perempuan milik Bani ‘Amr bin Muammal, sebagaimana diceritakan oleh ‘Urwah bin az Zubair Radhiyallahu anhu.
3. Khabbab bin al Arat.
Beliau Radhiyallahu anhu memiliki kisah masyhur bersama dengan al ‘Ash bin Wa-il. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab shahih mereka, juga dibawakan oleh para ahli hadits lainnya. Khabbab menceritakan :
كُنْتُ قَيْنًا بِمَكَّةَ فَعَمِلْتُ لِلْعَاصِ بْنِ وَائِلٍ السَّهْمِيِّ سَيْفًا فَجِئْتُ أَتَقَاضَاهُ فَقَالَ لَا أُعْطِيكَ حَتَّى تَكْفُرَ بِمُحَمَّدٍ قُلْتُ لَا أَكْفُرُ بِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى يُمِيتَكَ اللَّهُ ثُمَّ يُحْيِيَكَ قَالَ إِذَا أَمَاتَنِي اللَّهُ ثُمَّ بَعَثَنِي وَلِي مَالٌ وَوَلَدٌ فَسَأَقْضِيْكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لَأُوتَيَنَّ مَالًا وَوَلَدًا أَطَّلَعَ الْغَيْبَ أَمْ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا
“Pada masa dahulu, aku adalah tukang besi di Mekkah. Aku pernah membuatkan pedang untuk al ‘Ash bin Wa-il as-Sahmi, lalu aku datang menagihnya,” maka Dia berkata,”Saya tidak akan memberikan (pembayaran) kepadamu sampai engkau mengingkari Muhammad!” Saya menjawab,”Saya tidak akan mengingkari Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai engkau dibinasakan oleh Allah kemudian dibangkitkan.”
Dia al ‘Ash bin Wa-il as-Sahmi mengatakan: “Jika Allah telah membinasakanku, lalu aku dibangkitkan, sedangkan aku memiliki harta dan anak, maka aku akan membayarkannya kepadamu,” lalu Allah menurunkan firmanNya:
أَفَرَأَيْتَ الَّذِي كَفَرَ بِآيَاتِنَا وَقَالَ لَأُوتَيَنَّ مَالًا وَوَلَدًا أَطَّلَعَ الْغَيْبَ أَمْ اتَّخَذَ عِنْدَ الرَّحْمَنِ عَهْدًا
Maka apakah kamu telah melihat orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami dan ia mengatakan: “Pasti aku akan diberi harta dan anak”. Adakah ia melihat yang ghaib atau ia telah membuat perjanjian di sisi Rabb Yang Maha Pemurah. [Maryam/19:77-78].
SIKAP PARA SAHABAT
Mendapatkan berbagai tekanan dan siksaan ini, tidak membuat para sahabat melepaskan apa yang sudah mereka yakini. Bahkan meskipun lemah, mereka ingin mengadakan perlawanan, namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersabar. Saat siksaan yang dialami para budak yang beriman semakin berat, mereka mengadukan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Bukhari meriwayatkan kisah yang dibawakan oleh Khabbab Radhiyallahu anhu, ia berkata:
شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ فَقُلْنَا أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلَا تَدْعُو لَنَا فَقَالَ قَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ يُؤْخَذُ الرَّجُلُ فَيُحْفَرُ لَهُ فِي الْأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهَا فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُجْعَلُ نِصْفَيْنِ وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ لَحْمِهِ وَعَظْمِهِ فَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَاللَّهِ لَيَتِمَّنَّ هَذَا الْأَمْرُ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ
Kami mengeluh kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang berbaring di bawah bayangan Ka’bah, berbantalkan kain yang beliau miliki, lalu kami berkata: “Tidakkah engkau memohon pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau mendo’akan kami?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sungguh ada di antara orang-orang yang beriman sebelum kalian yang ditangkap, lalu digalikan tanah dan ditanam disana, kemudian dibawakan gergaji dan diletakkan di atas kepalanya, lalu orang itu dibelah dua, daging dan urat yang berada di bawah kulit disisir dengan sisir besi, namun itu semua tidak menghalanginya dari din (agama)nya. Demi Allah, agama ini akan sempurna, sehingga seorang pengendara bisa berjalan dari Shan’a sampai Hadramaut dalam keadaan tidak takut kecuali kepada Allah dan mengkhawatirkan (serangan) srigala pada kambingnya, akan tetapi kalian terlalu tergesa-gesa”.
PELAJARAN DARI KISAH-KISAH TERSEBUT
Setelah membaca teror yang dialami Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para pengikutnya, maka kita mengetahui adanya tujuan di balik penderitaan sedemikian beratnya. Itulah ujian yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada setiap orang yang beriman. Yaitu untuk membedakan antara yang benar dalam keimanannya dengan yang dusta.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
الم ﴿١﴾ أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Alif laf mim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. [al Ankabut/29:1-3].
Semakin kuat iman seseorang, semakin berat ujian yang diberikan Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu, seorang mukmin yang berjalan di atas manhaj yang haq, jika mendapatkan berbagai musibah, hendaknya tidak membuatnya putus asa, tetapi justru kian yakin dengan janji dan pertolongan Allah Azza wa Jalla. Semakin bersemangat dan tetap mohon pertolongan kepada Allah, agar diberikan kekuatan dan kesabaran. (Nsd).
(Sumber : As-Siratun-Nabawiyah fi Dhau-il Mashadiril-Ashliyyah, Doktor Mahdi Rizqullah Ahmad, cet. I)
[Http://cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016,Artikel: almanhaj]
Footnote
[1]. Dikeluarkan oleh al Hakim dalam al Mustadrak, dari hadits Jabir. Al Hakim berkata,”Shahih sesuai dengan syarat Imam Muslim, namun Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak membawakannya.” Dan ini disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Syaikh al Albani berkata: “Hasan shahih,” sebagaimana terdapat dalam keterangan Fiqhus-Sirah, karya al Ghazali, halaman 107-108. Lihat as-Siratun-Nabawiyah fi Dhau-il Mashadiril-Ashliyyah, Doktor Mahdi Rizqullah Ahmad, halaman 186.
[2]. Berasal dari riwayat Imam Ahmad dalam al Musnad (1/404) dari Mujahid secara mursal. Lewat jalur yang sama, Imam al Baihaqi meriwayatkannya dalam Dala-ilun-Nubuwah (2/282), adz-Dzahabi dalam as-Siratun-Nabawiyyah, halaman 218. Lihat as-Siratun-Nabawiyah fi Dhau-il Mashadiril Ashliyyah, halaman 186.
[3]. Kisah ini dibawakan oleh Ibnu Hajar dalam al Ishabah (3/284), dan beliau menisbatkannya kepada Ibnul Kalbi dalam at-Tafsir dari Abu Shalih dari Ibnu ‘Abbas. Ibnul Kalbi dalam masalah hadits, dia matruk (haditsnya tidak bisa diterima). Lihat as-Siratun-Nabawiyah fi Dhau-il Mashadiril Ashliyyah, halaman 187.
[4]. Dibawakan oleh Ibnu Ishaq dengan tanpa sanad. Kisah memiliki pendukung, yaitu hadits shahih dari Ibnu ‘Abbas. Lihat as Siratun-Nabawiyah fi Dhau-il Mashadiril Ashliyyah, halaman 188.
[5]. Riwayat al Bukhari/Al Fath (14/249/no. 5537). Lihat as-Siratun-Nabawiyah fi Dhau-il Mashadiril Ashliyyah, halaman 189.