Rabu, 04 Mei 2016

Kesombongan Menghalangi Hidayah

Kesombongan Menghalangi Hidayah

BAHASAN : SIRAH NABI

KESOMBONGAN MENGHALANGI HIDAYAH

Berbagai macam cara dilakukan oleh para pemuka Quraisy untuk membendung dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mulai diplomasi melalui paman beliau, Abu Thalib yang selalu melindungi meskipun berbeda keyakinan, hingga menggunakan cara-cara kasar. Misalnya memberikan gelar-gelar buruk, sebagai penyihir, pendongeng, dan juga dituduh gila. Tujuan para pemuka Quraisy itu, tidak lain adalah ingin menjauhkan manusia dari dakwah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mengapa mereka gigih melakukan permusuhan ini? Apakah karena mereka tidak mengetahui kebenaran al Qur`an, ataukah ada faktor lain? Di antara mereka sebenarnya ada yang mengetahui dengan fitrah mereka yang mengerti bahasa Arab, bahwa apa yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah sihir, juga bukan berasal dari tukang tenung. Ini bisa kita dapatkan dalam kisah berikut ini.

Kisah-kisah ini diangkat dari kitab Shahihus-Siratin-Nabawiyyah, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, hlm. 158-163

PERSAKSIAN AL WALID BIN AL MUGHIRAH

Ishaq bin Rahawaih meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu ‘Abbas, bahwa al Walid bin al Mughirah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kemudian oleh Rasulullah dibacakanlah al Qur`an kepadanya. Begitu mendengarnya, seakan-akan al Walid bersimpati padanya. Hingga akhirnya berita ini pun sampai ke telinga Abu Jahal. Maka, Abu Jahal pun mendatangi al Walid seraya berseru:

“Wahai, paman. Kaummu ingin mengumpulkan harta untukmu!”

Al Walid bertanya, ”Untuk apa?”

Abu Jahal menjawab, ”Untuk diberikan kepadamu, karena engkau telah mendatangi Muhammad. Maka sungguh dakwahnya pasti akan terhalang.”

Al Walid berkata, ”Kaum Quraisy sudah mengetahui, bahwa aku termasuk yang paling banyak hartanya.”

Abu Jahal menimpali, ”Ucapkanlah tentangnya suatu ucapan yang menjelaskan kepada kaummu, bahwa engkau mengingkarinya.”

Dia (al Walid) bertanya, ”Apa yang harus saya katakan? Demi Allah, tidak ada seorangpun di antara kalian yang lebih faham dariku tentang syi’ir-syi’ir. Tidak ada yang lebih faham dariku tentang rajaznya (irama sajak) juga qasidahnya, juga syi’ir jin. Demi Allah, perkataannya sama sekali tidak menyerupai semua ini. Demi Allah, ucapan yang diucapkannya itu enak didengar dan indah. Sesungguhnya perkataannya itu, bagian atasnya berbuah dan bagian bawahnya (akarnya) banyak airnya. Ucapannya itu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya, serta bisa menghancurkan semua yang berada di bawahnya.”

Abu Jahal berujar, ”Kaummu tidak akan senang sampai engkau mengatakan sesuatu tentang al Qur`an.”

Al Walid menimpali, ”Biarkan aku berpikir!” (Sehingga) setelah berpikir keras, dia pun berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari dari orang lain,” maka turunlah ayat :

ذَرْنِي وَمَنْ خَلَقْتُ وَحِيدًا ﴿١١﴾ وَجَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَمْدُودًا ﴿١٢﴾ وَبَنِينَ شُهُودًا

Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia. [al Muddatstsir/74 : 11-13].

Demikianlah kisah yang diriwayatkan oleh al Baihaqi dari al Hakim dari Ishaq [1]. Riwayat ini juga dibawakan oleh Imam Ibnu Katsir dalam al Bidayah wan-Nihayah.[2]

Setelah membawakan riwayat ini, Syaikh al Albani rahimahullah mengatakan, bahwa tentang hal ini, Allah mengabarkan kejahilan dan kerendahan akal mereka :

بَلْ قَالُوا أَضْغَاثُ أَحْلَامٍ بَلِ افْتَرَاهُ بَلْ هُوَ شَاعِرٌ فَلْيَأْتِنَا بِآيَةٍ كَمَا أُرْسِلَ الْأَوَّلُونَ

Bahkan mereka berkata(pula): “(Al Qur`an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan ia sendiri seorang penyair, maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mu’jizat, sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu diutus”. [al Anbiyaa`/21:5].

Orang-orang Quraisy itu kebingungan. Mereka tidak mengetahui, apa yang seharusnya mereka katakan tentangnya. Semua perkataan mereka bathil, karena semua yang keluar dari yang haq adalah salah.

Allah Azza wa Jalla berfirman :

انْظُرْ كَيْفَ ضَرَبُوا لَكَ الْأَمْثَالَ فَضَلُّوا فَلَا يَسْتَطِيعُونَ سَبِيلًا

Lihatlah bagaimana mereka membuat perumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar). [al Israa`/17:48].

KISAH ‘UTBAH BIN RABI’AH

Imam ‘Abdu bin Humaid meriwayatkan dalam Musnad-nya, dengan sanad dari Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata : Pada suatu hari kaum Quraisy berkumpul, lalu mereka berkata : “Perhatikan orang yang paling mengetahui di antara kalian tentang sihir, perdukunan dan syi’ir! Hendaklah dia mendatangi lelaki ini (yaitu, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang memecah-belah persatuan kita, mencerai-beraikan urusan kita dan mencela agama kita. Hendaklah ia mengajaknya berbicara dan menunjukkan bantahannya”.

Kata mereka, ”Kami tidak mengetahui (orang seperti itu) selain ‘Utbah bin Rabi’ah,” mereka (pun) berkata: “Engkau, wahai Abul Walid (kunyah Utbah, Red.)”.

‘Utbah pun mendatangi Nabi seraya berkata: “Wahai, Muhammad. Kamu yang lebih baik, ataukah ‘Abdullah?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diam tidak menjawab. (Maka) ‘Utbah berkata lagi : “Engkau yang lebih baik, ataukah Abdul Mutthalib?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (tetap) diam tidak memberikan jawaban. Kemudian ‘Utbah berkata: “Jika engkau meyakini bahwa mereka lebih baik darimu, maka (ketahuilah), mereka itu telah menyembah tuhan-tuhan yang engkau cela! Jika engkau yakin, engkau lebih baik dari mereka, maka jawablah agar kami bisa mendengar ucapanmu. Demi Allah, sesungguhnya kami tidak pernah melihat seorang lelaki yang lebih membuat kaumnya merasa bosan dari pada engkau. Engkau telah memecah pesatuan kami, engkau cerai-beraikan urusan kami, engkau cela agama kami dan engkau cemarkan nama baik kami di mata orang Arab. Sehingga tersebar berita di tengah mereka, bahwa di tengah kaum Quraisy ada seorang penyihir, ada tukang tenung. Demi Allah, kita tidak menunggu apapun kecuali seperti suara pekikan orang hamil, lalu sebagian di antara kita menghunus pedang kepada sebagian yang lain untuk saling membunuh. Wahai, lelaki (yang dimaksud adalah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Red.), jika engkau memiliki kebutuhan (kesusahan, Red.), kami akan mengumpulkan harta untukmu, sehingga engkau menjadi orang Quraisy yang terkaya. Jika engkau ingin menikah, maka pilihlah wanita manapun yang engkau inginkan, kami akan menikahkan engkau dengan sepuluh wanita.”

Setelah itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ”Apakah engkau sudah selesai?”

‘Utbah bin Rabi’ah menjawab, ”Ya,” lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat :

حم﴿١﴾تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ﴿٢﴾كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

[Haa Miim. Diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. [Fusshilat/41 ayat 1-3],

Sampai dengan ayat:

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنْذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ

[Jika mereka berpaling, maka katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Tsamud”. [Fusshilat/41 ayat 13].

Kemudian ‘Utbah berkata, ”Cukup! Apakah engkau tidak memiliki selain yang ini?”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Tidak.”

Lalu ‘Utbah kembali ke kaum Quraisy. Mereka bertanya : “Ada apa denganmu?”

Dia menjawab, ”Saya kira, saya telah menyampaikan semua ucapan yang hendak kalian ucapkan kepadanya”.

Mereka bertanya lagi: “Apakah dia memberikan jawaban?”

‘Utbah menjawab, ”Ya,” kemudian, ia berkata: “(Oh) Tidak! Demi (Allah) yang menegakkan bukti. Saya tidak memahami apa yang ia ucapkan selain peringatannya kepada kalian tentang petir, seperti petir pada zaman ‘Ad dan Tsamud.”

Mendengar jawaban ‘Uthbah, orang-orang Quraisy keheranan, seraya berkata: “Celaka engkau! Lelaki itu (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) berbicara denganmu dengan bahasa Arab, dan engkau tidak mengerti maksudnya?”

Dia (‘Uthbah) menjawab, ”Tidak, demi Allah, saya tidak memahami apapun dari ucapannya kecuali peringatan tentang petir.”

Imam al Baihaqi dan yang lainnya dari al Hakim, dengan sanadnya dari al Ajlah (tentang orang ini terdapat komentar [3] ) dan beliau menambahkan : “Jika engkau menginginkan kepemimpinan, maka kami berjanji akan setia kepadamu, sehingga engkau menjadi pemimpin selama engkau masih ada.”

Dalam riwayatnya ini diceritakan, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan firman Allah Azza wa Jalla :

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنْذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ

[Jika mereka berpaling, maka katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Tsamud”. [Fusshilat/41 ayat 13)].

‘Utbah memegang mulutnya serta meminta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar berhenti. Dan setelah kejadian itu, ‘Utbah tidak keluar menuju keluarganya. Dia mengasingkan diri dari mereka.

(Mengetahui hal ini), maka Abu Jahal berseru: “Demi Allah, wahai kaum Quraisy, saya memandang ‘Utbah sudah cenderung kepada Muhammad, dan perkataan Muhammad telah membuatnya ta’ajjub (kagum). Ini semua disebabkan oleh kesulitan yang menimpanya. Ayo kita kesana!”

Mereka pun mendatangi ‘Uthbah, lalu Abu Jahal berkata: “Wahai, ‘Utbah! Tidaklah kami mendatangimu, kecuali karena kecendrunganmu kepada Muhammad dan kekagumanmu kepadanya. Jika engkau memiliki kebutuhan, kami akan mengumpulkan harta-harta kami, sehingga harta itu bisa membuatmu tidak membutuhkan Muhammad.”

Mendengar (perkataan) ini, ‘Utbah marah dan bersumpah untuk tidak berbicara dengan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam selamanya dan berkata:

Kalian sudah mengetahui, bahwa aku termasuk kaum Quraisy yang paling banyak hartanya. Aku sudah mendatanginya –kemudian dia menceritakan kisah pertemuannya dengan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam – dan dia memberikan jawaban dengan sebuah ungkapan. Demi Allah, ucapannya tidaklah termasuk sihir, juga syi’ir dan juga (bukan) perdukunan. Dia kemudian membacakan :

حم﴿١﴾تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ﴿٢﴾كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

[Haa Miim. Diturunkan dari (Rabb) Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. [Fusshilat/41 ayat 1-3]

Sampai dengan ayat:

فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنْذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ

[Jika mereka berpaling, Maka katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ‘Ad dan kaum Tsamud”. [Fusshilat/41 ayat 13].

Lalu saya pegang mulutnya dan saya minta agar ia berhenti. Saya tahu, jika Muhammad mengatakan sesuatu, dia tidak pernah dusta. Saya khawatir adzab itu menimpa kalian.

Kisah Abu Jahal

Orang yang memusuhi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, sebenarnya meyakini yang dibawa Rasulullah itu benar. Namun kesombongan dan fanatik kepada jahiliyah telah menghalanginya dari hidayah. Akibatnya, dia mendapatkan adzab yang pedih dari Allah Azza wa Jalla, adzab yang tidak pernah berhenti.[4]

Al Baihaqi meriwayatkan dengan dengan sanadnya dari Mughirah bin Syu’bah : “Pertama kali aku mengetahui Rasulullah, yaitu saat aku dan Abu Jahal berjalan di gang-gang kota Mekkah. Tiba-tiba kami berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Jahal : “Wahai, Abul Hakam. Marilah menuju Allah dan RasulNya. Saya mengajakmu menuju Allah”.

Abu Jahal menjawab: “Wahai, Muhammad. Tidakkah engkau berhenti mencela tuhan-tuhan kami? Apakah engkau menginginkan agar kami memberikan persaksian, bahwa engkau telah menyampaikannya? (Jika itu yang engkau inginkan, Red.), maka bersaksi bahwa engkau telah menyampaikannya. Demi Allah! Jika aku mengetahui yang engkau bawa itu benar, maka pasti aku telah mengikutimu.”

Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu, dan Abu Jahal melihat ke arahku seraya berkata: “Demi Allah! Sesungguhnya aku mengetahui yang dibawanya itu haq. Akan tetapi, ada sesuatu yang menghalangiku (untuk mengikutinya)”.[5]

Tentang riwayat ini, Syaikh al Albani mengatakan: Perkataan ini adalah perkataannya la’anahullah, sebagaimana dikhabarkan oleh Allah Azza wa Jalla tentang orang ini dan orang-orang yang semisal dengannya:

وَإِذَا رَأَوْكَ إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا أَهَٰذَا الَّذِي بَعَثَ اللَّهُ رَسُولًا﴿٤١﴾إِنْ كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنْ آلِهَتِنَا لَوْلَا أَنْ صَبَرْنَا عَلَيْهَا ۚ وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ الْعَذَابَ مَنْ أَضَلُّ سَبِيلًا

[Dan apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): “Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai Rasul?” Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. Dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat adzab, siapa yang paling sesat jalannya. [al Furqan/25 ayat 41- 42].

Demikianlah kisah beberapa tokoh kafir Quraisy yang menolak dan menentang dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal mereka mengakui ajaran yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu haq. (Nsd).

[Http://cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12//Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016, Artikel: almanhaj]

Footnote
[1]. Syaikh al Albani berkata,”Hadits ini dibawakan oleh al Hakim dalam Mustadrak (2/506-507) dan beliau mengatakan shahih sesuai dengan syarat Imam Bukhari, dan disepakati oleh adz Dzahabi. Hadits ini, sebagaimana dikatakan oleh mereka, dibawakan juga oleh Ibnu Jarir dalam Tafsir-nya (29/156), dari Ikrimah secara mursal dan dari jalur yang lain dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu.
[2]. Al Bidayah wan-Nihayah (3/60).
[3]. Syaikh al Albani berkata: “Dia adalah al Ajlah bin ‘Abdullah bin Hujaiyah al Kindiy. Dia termasuk orang jujur, Syi’ah. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab at Taqrib. Dan gurunya dalam hadits ini adalah orang yang meriwayatkannya dari Jabir, yaitu Dziyal bin Harmalah al Asadi. As-Syaibani juga Hushain dan Hajaj bin Arath. Sebagaimana diterangkan dalam kitab Ibnu Abi Hatim (3/451). Zhahirnya, orang ini terdapat dalam kitab Tsiqat karya Ibnu Hibban. Dan lewat jalur ini Abu Nuaim meriwayatkannya dalam Dalailun-Nubuwwah hlm. 75. Begitu juga al Hakim dalam kitab al Mustadrak (2/253), namun dengan ringkas. Beliau rahimahullah mengatakan, sanadnya shahih, dan ini disepakati oleh Imam adz-Dzahabi.
[4]. Semoga Allah melindungi kita dari sifat sombong yang menghalangi kita menerima al haq, dan semoga Allah memelihara kita dari fanatik kepada yang bathil.
[5]. Syaikh al Albani berkata,”Sanadnya hasan.”