Kamis, 21 Januari 2021

Duduk Bersama Orang Yang Meninggalkan Shalat

DUDUK BERSAMA ORANG YANG MENINGGALKAN SHALAT

Pertanyaan :
Apakah boleh kita duduk-duduk dan bergabung dengan orang-orang yang terus-terusan meninggalkan shalat?

Jawaban :
Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah[1] menjawab:
Kalian tidak boleh duduk-duduk bersama mereka dan tidak boleh bergabung bersama mereka ketika makan-makan atau minum-minum kecuali jika kalian bisa menasehati mereka serta bisa mengingkari perbuatan buruk mereka serta kalian masih ada harapan agar Allâh Azza wa Jalla memberikan hidayah kepada mereka lewat perantara usaha kalian. Jika kalian bisa melakukan ini ketika bersama mereka, maka kalian boleh duduk-duduk atau bergabung bersama mereka atau bahkan bisa menjadi wajib bagi kalian untuk melakukannya terhadap mereka itu. Karena ini termasuk usaha mengingkari kemungkaran dan berdakwah kepada Allâh. Semoga Allâh memberikan hidayah kepadanya dengan  perantara usaha kalian.

Namun, jika kalian bergabung dengan mereka dan duduk-duduk bersama mereka, makan dan minum bersama mereka, tanpa ada usaha mengingkari perbuatan buruknya, sementara dia tetap meninggalkan shalat atau melakukan salah satu dosa besar, maka kalian tidak boleh bergaul dengan mereka.

Sungguh, Allâh Azza wa Jalla telah melaknat Bani Israil karena melakukan perbuatan seperti di atass. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ﴿٧٨﴾كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.

Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. [Al-Mâidah/5:78-79]

Dalam tafsir tentang ayat tersebut di atas dijelaskan:

Sesungguhnya dahulu, jika salah seorang dari mereka melihat yang lain melakukan perbuatan maksiat, maka orang itu akan melarang orang lain tersebut dari perbuatan maksiatnya. Kemudian di hari yang lain, orang itu bertemu lagi dengan mereka yang sedang melakukan maksiat, namun orang itu tidak lagi melarangnya malah bergabung dengan mereka. Sehingga akhirnya, dia menjadi teman makan dan minumnya serta menjadi teman duduknya. Ketika Allâh melihat hal ini dari mereka,  Allâh menjadikan hati mereka berselisih satu dengan lainnya. Dan Allâh Azza wa Jalla melaknat mereka melalui lisan para Nabi-Nya. Nabi kita pun telah memperingatkan kita akan hal ini agar kita tidak terkena siksa sebagaimana hukuman atau siksa yang telah menimpa mereka. Wallahua’lam

Pertanyaan lainnya :
Seperti mereka atau para pelaku sebagian maksiat lainnya, apakah sebaiknya kita bergaul dengan mereka sambil terus menasehati mereka dengan harapan bisa memperbaiki keadaan mereka ataukah menjauhi dan meninggalkan mereka ?

Jawaban :
Yang lebih utama adalah menasehati mereka. Kecuali, jika dengan menghajr (meninggalkan)nya ada maslahat (kebaikan) yang terwujud, misalnya dia bisa tertahan dari perbuatan buruk, dia merasa tercela dan merasa malu, maka ini boleh kalian hajr. Namun, jika hajr (pengucilan) tidak mendatangkan manfaat sedikitpun, maka kalian bisa memilih salah satu dari dua yaitu bergaul dengan mereka sambil terus berusaha menasehati, menyuruhnya atau mendorongnya melakukan yang baik serta melarangnya dari yang mungkar; Akan tetapi, jika tidak terlihat faedah atau manfaat sama sekalinya, maka kalian sebaiknya meninggalkannya dan menghajrnya.

[Cerkiis.blogspot.com, artikel: almanhaj. Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

Footnote

[1]  Majmû Fatâwa Syaikh Shâlih Fauzân al-Fauzân, hlm. 335-336