PEMBAGIAN GHANIMAH PERANG HUNAIN[1]
Setelah memutuskan untuk mengakhiri pengepungan benteng Thaif, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali ke Ji’ranah tempat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyimpan ghanimah (harta rampasan) perang Hunain sebelum berangkat mengepung Thaif. Setibanya di Ji’ranah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak langsung membagi harta rampasan perang tersebut kepada para Shahabat yang ikut dalam perang Hunain kecuali perak yang jumlahnya tidak tidak terlalu banyak. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sengaja menunda pembagian ghanimah ini beberapa hari, dengan harapan akan ada utusan dari kabilah Hawazin yang datang untuk menyatakan taubat dan menerima Islam. Namun ternyata tidak ada yang datang. Akhirnya ghanîmah dibagikan kepada kaum muhajirin dan para tawanan yang dibebaskan, sementara kaum Anshar tidak mendapatkan bagian sedikitpun.
Pembagian ghanimah seperti ini memantik kemarahan sebagian kaum Anshar sehingga terucap kalimat yang tidak selayaknya diarahkan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika berita tentang kaum Anshar dan ucapan sebagian mereka terdengar oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan mereka dan bersabda kepada mereka:
يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، مَا حَدِيثٌ بَلَغَنِي عَنْكُمْ؟ فَسَكَتُوا، فَقَالَ: يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ، أَمَا تَرْضَوْنَ أَنْ يَذْهَبَ النَّاسُ بِالدُّنْيَا وَتَذْهَبُونَ بِمُحَمَّدٍ تَحُوزُونَهُ إِلَى بُيُوتِكُمْ؟ قَالُوا: بَلَى، يَا رَسُولَ اللهِ، رَضِينَا، قَالَ: فَقَالَ: لَوْ سَلَكَ النَّاسُ وَادِيًا، وَسَلَكَتْ الْأَنْصَارُ شِعْبًا، لَأَخَذْتُ شِعْبَ الْأَنْصَارِ
Wahai kaum Anshar! Pembicaraan apa ini yang sampai kepadaku dari kalian?! Kaum Anshar terdiam (tidak mampu menjawab). Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan sabdanya, “Wahai kaum Anshar! Apakah kalian tidak rela orang-orang itu pergi dengan membawa dunia sementara kalian pulang membawa serta nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah-rumah kalian?” Mereka menjawab, “Tentu kami rela, wahai Rasûlullâh!” Perawi mengatakan, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia menempuh satu lembah sementara kaum Anshar menempuh syi’b (jalan atau celah diantara dua pegunungan), maka pasti saya akan mengikuti jalan yang ditempuh kaum Anshar.”[2]
Dalam riwayat lain, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلَا تَرْضَوْنَ أَنْ يَذْهَبَ النَّاسُ بِالشَّاءِ وَالْإِبِلِ، وَتَذْهَبُونَ بِرَسُولِ اللهِ إِلَى رِحَالِكُمْ؟ الْأَنْصَارُ شِعَارٌ وَالنَّاسُ دِثَارٌ، وَلَوْلَا الْهِجْرَةُ لَكُنْتُ امْرَأً مِنَ الْأَنْصَارِ،
Apakah kalian tidak rela orang-orang itu pergi dengan membawa kambing dan unta sementara kalian pergi dengan membawa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke rumah kalian? (Bagiku) kaum Anshar itu ibarat pakaian yang menempel di badan sementara orang-orang itu ibarat selimut. Seandainya bukan karena hijrah, tentu termasuk kaum Anshar.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada kaum Anshar secara khusus tentang latar belakang kebijaksanaan pembagian ghanîmah kala itu:
إِنِّي أُعْطِي قَوْمًا أَخَافُ ظَلَعَهُمْ وَجَزَعَهُمْ وَأَكِلُ أَقْوَامًا إِلَى مَا جَعَلَ اللَّهُ فِي قُلُوبِهِمْ مِنْ الْخَيْرِ وَالْغِنَى
Sesungguhnya aku memberikan ghanimah kepada kaum (orang-orang) yang saya khawatirkan hati mereka akan gelisah dan resah serta tidak memberikan sesuatu kepada orang-orang yang Allâh anugerahi kebaikan dan perasaan berkecukupan di hati mereka[3]
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
إِنِّي أُعْطِي رِجَالًا حَدِيثٌ عَهْدُهُمْ بِكُفْرٍ
Sesungguhnya aku memberikannya kepada orang-orang yang baru meninggalkan kekufuran[4]
Begitulah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan alasan pembagian harta ghanîmah perang Hunain yang tidak seperti biasanya. Penjelasan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu menyentuh perasaan kaum Anshar, sehingga membuat mereka menangis dan air mata mereka sampai membasahi jenggot mereka. Mereka mengatakan:
رَضِينَا بِرَسُولِ اللَّهِ قَسْمًا وَحَظًّا
Kami rela Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi bagian kami.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ghanimah kepada mereka yang baru masuk Islam untuk semakin mengokohkan iman mereka dan memupus rasa benci yang selama ini terpendam. Terbukti, setelah pemberian ini, keimanan mereka menjadi semakin kuat dan siap berlaga di medan jihad, kecuali sebagian kecil saja yang tidak berubah. Salah seorang diantara yang mendapatkan bagian itu yaitu Shafwan bin Umayyah menceritakan, “Demi Allah! Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan bagian kepadaku padahal Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling saya benci. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus memberi sampai akhirnya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi orang yang paling aku cinta.[5]
Kaum Anshar memahami maksud pembagian yang dilakukan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mendapatkan penjelasan langsung dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun orang-orang Arab badui (pedalaman) yang tidak memahami dan tidak terima dengan sistem pembagian itu. Salah seorang diantara mereka mengatakan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
يَا مُحَمَّدُ، اعْدِلْ، فَقَالَ لَهُ الرَّسُوْلُ : وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ؟ لَقَدْ خِبْتُ وَخَسِرْتُ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ
“Wahai Muhammad! Bersikap adillah!” Rasulullah bersabda, “Celaka kamu! Siapakah yang akan berbuat adil jika aku tidak berbuat adil?! Sungguh saya akan merugi jika saya tidak berbuat adil
Mendengar kelancangan orang itu, Umar mendatangi Nabi dan meminta diijinkan untuk membunuh orang tersebut karena ditengarai sebagai orang munafiq oleh Umar bin Khattab. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyetujui keinginan Umar bin Khattab Radhiyalahu anhu. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Umar :
مَعَاذَ اللهِ، أَنْ يَتَحَدَّثَ النَّاسُ أَنِّي أَقْتُلُ أَصْحَابِي
Aku berlindung kepada Allah (dari) perkataan sebagai orang yang mengatakan bahwa aku telah membunuh para shahabatku.[6]
Orang-orang arab badui ini yang terus berebut dan berdesakan saat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi ghanîmah, namun Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap sabar menghadapi mereka.
Setelah pembagian harta ghanîmah ini selesai dibagikan kepada orang-orang yang dipandang berhak menerimanya, utusan dari kabilah Hawazin datang menghadap Rasûlullâh menyatakan taubatnya dan menyatakan diri masuk Islam serta meminta agar harta dan para tawanan perang dikembalikan ke mereka. Mereka meminta ini karena harta itu adalah harta mereka yang berpindah tangan ke kaum Muslimin setelah mereka takluk dalam peperangan, sementara para tawanan itu adalah keluarga-keluarga mereka. Mendengar permintaan ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi pilihan kepada mereka antara meminta harta atau tawanan perang. Mereka lebih memilih tawanan di kembalikan kepada mereka. Akhirnya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan para shahabatnya untuk memusyawarahkan masalah ini. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta para Shahabatnya untuk mengembalikan para tawanan yang menjadi bagian mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan dua opsi kepada para shahabatnya, mengembalikan para tawanan itu dengan sukarela tanpa meminta ganti dari Rasûlullâh atau mengembalikan sembari meminta ganti kepada Rasûlullâh dari ghanîmah yang lain. Semua para Shahabat mengembalikan para tawanan perang yang menjadi bagian mereka kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk dikembalikan kepada keluarga mereka dari kabilah Hawazin, kecuali dua orang yang mengembalikan namun meninta ganti.
PELAJARAN PENTING:
~ Bolehnya seorang imam memberikan harta ghanimah kepada orang-orang yang baru masuk Islam atau orang kafir dengan tujuan melindungi kaumMuslimin dari gangguannya.
~ Kedekatan hati Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kaum Anshar
~ Kesabaran Rasulullah dalam menghadapi orang-orang badui yang sering berbuat dan berkata kasar terhadap Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
~ Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghindari hal-hal yang bisa menimbulkan fitnah atau kekacauan
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XVIII/1436H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079, artikel: almanhaj]
Footnote
[1] Dinukil dari kitab as-Sîratun Nabawiyah fi Dhau’il Mashâdiril Ashliyah
[2] HR. Al-Bukhâri, al-Fath, 16/170. no. hadits 4331 dan Imam Muslim, 2/736, no. 1059
[3] HR. Al-Bukhâri, al-Fath, 12/236, no. 3145
[4] HR. Al-Bukhâri, al-Fath, 12/238. no. hadits 3148 dan Imam Muslim, 2/733
[5] HR. Imam Muslim, no. Hadits 2313
[6] HR. Imam Muslim, 2/740, no. 1063 dan Ibnu Ishaq dengan sanad yang shahih – Ibnu Hisyam, 4/195. menurut beliau orang yang mengatakan seperti ini bernama Dzulkhuwaisirah