.....والمصحف يتضمن كلام الله، وكلام الله تعالى من صفاته، وهو -أعني كلام الله- صفة ذاتية فعلية؛ لأنه بالنظر إلى أصله وأن الله لم يزل ولا يزال موصوفاً به، لأن الكلام كمال فهو من هذه الناحية من صفات الله الذاتية، إذ لم يزل ولا يزال متكلماً فعالاً لما يريده، وبالنظر إلى آحاده يكون من الصفات الفعلية، لأنه يتكلم متى شاء، قال الله تعالى إنما أمره إذا أراد شيئاً أن يقول له كن فيكون، فقرن القول بالإرادة، وهو دليل على أن كلام الله يتعلق بإرادته ومشيئته سبحانه وتعالى، والنصوص في هذا متضافرة كثيرة وأن كلام الله تحدث آحاده حسب ما تقتضيه حكمته.......
فإذا كان المصحف يتضمن كلام الله، وكلام الله تعالى من صفاته، فإنه يجوز الحلف بالمصحف بأن يقول الإنسان: "والمصحف" ويقصد ما فيه من كلام الله عز وجل، وقد نص على ذلك فقهاء الحنابلة رحمهم الله، ومع هذا فإن الأولى للإنسان أن يحلف بما لا يشوش على السامعين، بأن يحلف باسم الله عز وجل، فيقول: "والله"، "ورب الكعبة"، أو "والذي نفسي بيده"، وما أشبه ذلك من الأشياء التي لا تستنكرها العامة ولا يحصل لديهم فيها تشويش.
“….Mushhaf memuat Kalaamullah, dan Kalaamullah ta’alaa itu termasuk di antara sifat-sifat-Nya. Ia – yaitu Kalaamullah – adalah sifat dzaatiyyah fi’liyyah, karena melihat dari asalnya. Dan Allah masih dan senantiasa disifati dengannya, karena sifat al-kalaam merupakan kesempurnaan. Kalaamullah dari sisi ini termasuk sifat-sifat dzaatiyyah Allah, karena Allah masih dan senantiasa berbicara mengerjakan apa yang diinginkan-Nya. Allah ta’ala berfirman : ‘Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia’ (QS. Yaasiin : 82). Perkataan dalam ayat tersebut diiringi dengan kehendak, sehingga ia merupakan dalil bahwa Kalaamullah itu bergantung pada keinginan-Nya dan kehendak-Nya subhaanahu wa ta’ala. Nash-nash yang berbicara tentang permasalahan ini sangat banyak, dan bahwasannya Kalaamullah terjadi sesuai dengan kehendak dan hikmah-Nya…….
Jika mushhaf itu mencakup Kalaamullah, sedangkan Kalaamullah ta’ala termasuk di antara sifat-sifat-Nya, maka boleh bersumpah dengan mushhaf, yaitu seseorang berkata : ‘Demi mushhaf’. Yang dimaksudkan padanya adalah Kalaamullah ‘azza wa jalla. Hal itu telah dikatakan para fuqahaa’ madzhab Hanaabilah rahimahumullah. Namun, seseorang hendaknya tetap bersumpah dengan sesuatu yang tidak mengganggu (membuat salah paham) orang yang mendengarnya. Misalnya bersumpah dengan nama Allah ‘azza wa jalla dengan perkataan : ‘Demi Allah’, ‘Demi Rabb Ka’bah’. Atau : ‘Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya’. Dan yang serupa dengan itu yang tidak dibenci orang-orang dan tidak menimbulkan salah paham pada mereka…” [selengkapnya : http://www.islamway.com/?iw_s=Fatawa&iw_a=view&fatwa_id=12480].
Ada sebuah pertanyaan yang dilontarkan kepada Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Muhammad Al-Ghunaimaan hafidhahullah :
قلت في الدرس الماضي: إنه يجوز الحلف بالمصحف، فما الدليل على ذلك؟
“Anda berkata dalam pelajaran yang lalu : Diperbolehkan mengucapkan sumpah dengan mushhaf. Apa dalil yang melandasi hal itu ?
Beliau menjawab :
لأن القرآن صفة من صفات الله، وليس المراد بالمصحف الورق والحبر، وإنما المراد: الكلام الذي فيه وهو كلام الله، والحلف يكون بالله أو بصفة من صفاته
“Karena Al-Qur’an termasuk salah satu sifat di antara sifat-sifat Allah. Bukanlah yang dimaksudkan dengan mushhaf itu adalah kertas dan tinta, akan tetapi yang dimaksudkan hanyalah al-kalaam (firman Allah) yang terdapat di dalamnya, yaitu Kalaamullah. Dan sumpah itu dilakukan dengan menyebut nama Allah atau salah satu sifat dari sifat-sifat-Nya” [Syarh Al-‘Aqiidah Al-Waasithiyyah, hal. 25].
Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :
وكان قتادة يحلف بالمصحف، ولم يكره ذلك إمامنا، وإسحاق، لأن الحالف بالمصحف إنما قصد الحلف بالمكتوب فيه وهو القرآن.......
“Qataadah pernah bersumpah dengan mushhaf. Hal itu tidaklah dibenci oleh imam kami, (yaitu Ahmad bin Hanbal) dan Ishaaq, karena orang yang bersumpah dengan mushhaf, yang ia maksud hanyalah bersumpah dengan apa yang tertulis di dalamnya, yaitu Al-Qur’an…..” [Al-Mughniy, lihat : http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?bk_no=15&ID=6809&idfrom=6931&idto=7005&bookid=15&startno=23].
Dan inilah riwayat Al-Imaam Ahmad dan Ishaaq.
Al-Imaam Ishaaq bin Rahawaih pernah bertanya kepada Al-Imaam Ahmad bin Hanbal rahimahumallaah :
تكره أن يحلف الرجل بالمصحف؟
“Apakah engkau membenci seseorang yang mengucapkan sumpah dengan mushhaf ?”.
Beliau menjawab :
لا أكره ذلك، بل يغلظ عليه بكل ما يقدره
“Aku tidak membencinya, bahkan ia boleh menguatkan sumpahnya itu dengan apa saja yang ia mampu”.
Dan kemudian Ishaaq pun berpendapat sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad rahimahumallah [Masaailu Al-Imaam Ahmad wa Ishaaq bin Rahawaih, Riwaayaat Ishaaq bin Manshuur, 1/616 no. 1725].
Pembolehan ini difatwakan juga oleh Asy-Syaikh Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid, Asy-Syaikh Al-Albaaniy rahimahumallah, dan Asy-Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-‘Abbaad hafidhahullah [lihat : http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=26146].
أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، قَالَ: إِنَّ فِي الْكِتَابِ الَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ: " لا يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلا طَاهِرٌ "
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Abi Bakr bin Muhammad bin ‘Amru bin Hazm, ia berkata : “Sesungguhnya dalam kitab yang ditulis Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Umar bin Hazm tertulis (sabda beliau) : ‘Al-Qur’an tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci” [Diriwayatkan oleh Maalik no. 296; sanad ini mursal, namun shahih dengan keseluruhan jalannya – lihat Irwaaul-Ghaliil 1/158-161 no. 122].
Sisi pendalilannya adalah yang dimaksud dengan lafadh Al-Qur’an dalam hadits di atas mencakup mushhaf sebagaimana masyhur pengertian ini di kalangan salaf.
Walhasil, dalam permasalahan ini walau diperbolehkan bersumpah dengan menyebut mushhaf menurut pendapat yang raajih, maka tetap lebih hati-hati jika kita tetap menggunakan lafadh-lafadh yang dipahami oleh orang-orang (pendengar) sebagaimana dijelaskan oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah.
Semoga sedikit uraian ini dapat menambah apa yang telah ada, dan menjadikannya bermanfaat bagi saya dan rekan-rekan semua. Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[Cerkiis.blogspot.com, abul-jauzaa’ – ngaglik, Yogyakarta]
Baca Juga Artikel :
Kesyirikan dalam Sumpah Pramuka “Tri Satya” : http://ceritakehidupanislami.blogspot.co.id/2016/04/kesyirikan-dalam-sumpah-pramuka-tri.html
Hukum Bersumpah Atas Nama Selain Allah : http://ceritakehidupanislami.blogspot.co.id/2016/04/hukum-bersumpah-atas-nama-selain-allah.html
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2011/04/sumpah-dengan-menyebut-mushhaf.html
Pertanyaan :
Ustadz , dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang bersumpah dengan menyebut "Demi Allah" , yang saya tanyakan :
1. Kalau datang kepada kita seorang muslim namun dia jauh dari sunnah , mis : tidak sholat atau sholat namun bolong-bolong , dan banyak bermaksiat kepada Allah , apakah sumpahnya dapat diterima ? dan kita cukupkan masalahnya sampai disitu.
2. Kebalikannya ada saudara kita muslim ,sepengetahuan kita cukup shalih dan alim bersumpah , berdosakah kita untuk tidak mempercayai sumpahnya dan masih berusaha mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menggugurkan kesaksiannya.
Jawaban :
1. Ya, kecuali jika telah diketahui ia sering bersumpah palsu.
2. Sumpah seorang yang muslim yang 'adil wajib diterima.
Tabayyun atau mengumpulkan bukti-bukti boleh-boleh saja, sebagaimana ketika kita menerima khabar dari seorang yang dipercaya bukan lantas melarang kita untuk cek dan re-check.
Nukilkan keterangan Syaikh DR. Abu Anas Muhammad bin Musa alu Nashr -hafizhahullaah-
Nukilan ini dari kitab beliau "Fadhaa'il al-Qur'an wa Hamalatihi fi as-Sunnah al-Muthahharah" (skripsi beliau di Universitas Islam Madinah) - edisi Indonesia : Wasiat Rasul Untuk Para Pembaca dan Penghafal al-Qur'an, cetakan al-Qowam - Solo, akhir 2010.
Halaman 186-187 :
BERSUMPAH DENGAN MUSHAF
Anda telah megetahui bahwa al-Qur'an adalah Kalamullaah, bukan makhluk. Dari Allah dia berasal dan kepada-Nya dia kembali, baik yang tertulis dalam mushaf maupun yang terdengar dari bacaan para qurra'. Itu semua benar-benar Kalamullaah.
Maka muncul pertanyaan : Bolehkah bersumpah dengan al-Qur'an ?
Jawabannya : Boleh ! Karena al-Qur'an adalah salah satu sifat Allah dan bersumpah dengan sifat-sifat Allah Ta'ala dan nama-nama-Nya adalah BOLEH menurut ijma' Ahlussunnah wal Jama'ah. Yang dilarang adalah bersumpah dengan nama makhluk dan yang lain, seperti bersumpah dengan nama nenek moyang, Ka'bah dan yang lainnya. Sumpah dengan nama makhluk ini termasuk dalam kategori syirik terhadap Allah Ta'ala, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam :
"Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, maka dia telah berbuat syirik" (Hadits riwayat Imam Ahmad)
Dan sabda beliau pula :
"Janganlah kalian bersumpah dengan nama bapak-bapak kalian ! Barangsiapa hendak bersumpah, hendaklah bersumpah dengan nama Allah, atau kalau tidak, diamlah !" [Hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim]
'Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata :
"Jika saya harus bersumpah atas nama Allah dengan berbohong, itu lebih saya sukai daripada saya harus bersumpah dengan selain-Nya meskipun jujur, karena barangsiapa yang bersumpah dengan selain Allah, berarti dia telah berbuat syirik" [Diriwayatkan Imam Ahmad, Imam al-Hakim, Imam ath-Thahawi dan Imam Ibnu Sa'ad, dishahihkan oleh Imam al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah (III/154)]
Di antara dalil-dalil yang menunjukkan bolehnya bersumpah dengan menggunakan nama-nama dan sifat-sifat Allah adalah :
"Mereka bertanya kepadamu, apakah (adzab) itu benar ? Katakanlah ya, DEMI TUHANKU, sesungguhnya adzab itu adalah haq dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)" (al-Qur'an surat Yunus ayat 53)
Barangsiapa bersumpah, hendaklah dia bersumpah dengan Rabb yang menguasai Ka'bah" (hadits riwayat Imam Ahmad dan Imam al-Baihaqi dari jalan Qutailah binti Shaifi. Dishahihkan Imam al-Albani dalam Silsilah ash-Shahih No.1166 dan Shahih al-Jami' No.6214
Demikian keterangan dari Syaikh, semoga bermanfaat untuk yang membutuhkannya dan semoga Allah memberikan manfaat yang banyak kepada ummat Islam dengan perantara blog antum. Wallahu a'lam.
[Disalin dari Kolom Komentar Ustadz Abul Jauzaa' dengan penulis : Abu Hanif Firmansyah]