Sabtu, 24 Oktober 2020

Fenomena Bertekad Taubat Ketika Hendak Bermaksiat


FENOMENA BERTEKAD TAUBAT KETIKA HENDAK BERMAKSIAT

Ada fenomena ‘aneh’ pada sebagian orang. Ketika akan berbuat maksiat, sudah ditanamkan untuk taubat setelah perbuatan buruk yang ia lakukan. Dalam hatinya ia berbisik, “Nanti setelah aku melakukan maksiat ini, saya akan bertaubat”.

Memang betul, pintu taubat akan tetap terbuka sebelum matahari terbit dari arah barat. Siapa saja bertaubat kepada Allâh dengan taubat sebenarnya (taubat nashuha) dari perbuatan syirik dan perbuatan lain yang lebih rendah darinya, Allâh Azza wa Jalla akan menerima taubatnya. 

Taubat nashûhâ ialah taubat yang mencakup beberapa aspek yaitu berhenti dari perbuatan dosa, menyesali dosa yang diperbuat dan bertekad kuat untuk tidak mengulangi lagi sebagai realisasi dari rasa takutnya kepada Allâh Azza wa Jalla , pengagungannya kepada Allâh Azza wa Jalla dan demi mengharap maaf dan ampunan-Nya. 

Syarat sahnya taubat bertambah menjadi empat bila kesalahan seseorang berhubungan dengan hak sesama (orang lain). Yaitu dengan menyerahkan hak-hak orang tersebut yang diambil secara zhalim, baik berupa harta (yang dicuri) atau meminta dibebaskan (dihalalkan) darinya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

Barang siapa pernah berbuat zhalim kepada saudaranya terhadap kehormatannya atau yang lain, hendaknya meminta orang itu untuk menghalalkan kesalahannya dari perbuatan aniaya tersebut hari ini sebelum datang hari tidak ada uang dinar dan dirham. Apabila ia memiliki kebaikan, maka sejumlah kebaikan akan diambil darinya sebanding dengan perbuatan kezhalimannya (untuk diserahkan kepada orang yang teraniaya). Apabila tidak memiliki kebaikan, maka akan diambilakn dosa saudaranya dan dilimpahkan keapda dirinya [HR. Bukhâri no. 2269] 

Tekad untuk bertaubat dari perbuatan dosa merupakan tekad baik yang berhak untuk dihargai. Namun ketika bisikan “bertaubat” ini justru mendorongnya untuk mengawali rencana taubatnya dengan perbuatan maksiat, ini yang perlu diwaspadai. Jika ini yang terjadi, tidak diragukan lagi, ini termasuk tipu daya setan pada diri manusia untuk memudahkan berbuat maksiat dengan dalih di kemudian hari ia akan bertaubat usai berbuat maksiat. Tidakkah si pelaku mengkhawatirkan dirinya ? Bisa saja Allâh Azza wa Jalla menyulitkan jalan bertaubat baginya, sehingga akan mengalami penyesalan yang tiada kira dan kesedihan yang tak terukur di saat penyesalan tiada berguna lagi.

Kewajiban seorang Muslim adalah menghindari perbuatan syirik dan hal-hal yang menyeret kepadanya serta menghindari seluruh perbuatan maksiat. Sebab, bisa saja ia dicoba dengan bergelimang dalam maksiat, namun tidak mendapat taufik untuk bertaubat. Oleh karena itu, ia harus selalu menjauhi seluruh perkara yang diharamkan oleh Allâh Azza wa Jalla dan memohon keselamatan dari-Nya, tidak menuruti bujukan setan, sehingga berani berbuat maksiat dengan menyisipkan niat di hati untuk bertaubat sebelumnya. 

Simaklah firman-firman Allâh Azza wa Jalla berikut yang berisi perintah untuk selalu takut kepada-Nya, ancaman bagi siapa saja yang nekat berbuat maksiat, dan larangan mengikuti bisikan hawa nafsu dan rayuan setan. Allâh Azza wa Jalla berfirman: 

وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) [al-Baqarah/ 2:40]

Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ

Dan Allâh memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya [Ali ‘Imrân/3:28]

Dalam ayat yang lain, Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya: 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ﴿٥﴾إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

Hai manusia, sesungguhnya janji Allâh adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allâh. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala [Fâthir/35:5-6]

(Diadaptasi dari Majmû Fatâwa wa Maqâlât Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Bâz, 5/410-411)

[Cerkiis.blogspot.com, artiekel: almanhaj. Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]