Dalam kitab madzhab Hambali Syarah Muntaha Al-Iraadaat (2/621 ) :
ويسن أيضا تَخَيُّرُ الجميلة ، لأنه أسكن لنفسه ، وأغض لبصره ، وأكمل لمودته ؛ ولذلك شرع النظر قبل النكاح
“Adalah juga sunnah untuk memilih wanita yang cantik, karena hal tersebut dapat melahirkan rasa ketenangan yang lebih besar dan lebih membantu dia untuk menundukkan pandangan dan cinta yang lebih. Oleh karenanya disyari’atkan “nadhar” sebelum menikah”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu ta’ala ‘anhu :
قِيلَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! أَيُّ النِّسَاءِ خَيرٌ ؟ قال : التِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ إِليهَا ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَر ، وَلا تُخَالِفُهُ فِي نَفسِهَا وَلا فِي مَالِهِ بِمَا يَكرَهُ
“Ya Rasulullah, wanita mana yang terbaik ?”. Beliau berkata salah satunya : ”Yang tatkala engkau melihatnya engkau merasa senang,…….” [Ash-Shahiihah no. 1838].
Beberapa ulama menganggapnya sebagai mustahab, jika seorang pria tatkala hendak menikah MEMULAINYA DENGAN MEMPERTANYAKAN TENTANG KECANTIKANNYA TERLEBIH DAHULU, kemudian baru tentang komitmen agamanya.
Al-Imam Al-Bahuuti rahimahullah berkata dalam Syarh Muntaha Al-Iraadat (2/621) :
Secara bebas maksudnya demikian : Dia (seorang pria ) seharusnya tidak bertanya tentang komitmen agama seorang wanita terlebih dahulu hingga dia telah mengetahui hal tentang kecantikannya. Al-Imam Ahmad berkata : Jika seseorang pria ingin menikahi seorang wanita,dia mesti bertanya pertama kali TENTANG KECANTIKANNYA, jika kemudian dia mendapat kabar bagus mengenai kecantikan (wanita tersebut), baru dia bertanya mengenai komitmen agama (wanita tadi). Jika ternyata agamanya bagus maka dia seharusnya menikahi wanita tersebut. Jika dia tidak mendapat kabar yang baik mengenai agamanya maka dia akan menolak wanita tersebut atas dasar agamanya. (tentu ini tidak boleh). Oleh karenanya janganlah dia bertanya mengenai komitmen agamanya dahulu, yang jika dia mendengar bahwa agama wanita itu bagus, namun kemudian dia mengetahui wanita tersebut tidak cantik lantas kemudian menolak. Maka dia (pria tadi) telah menolak wanita atas dasar “kecantikan” bukan atas dasar “agama” - selesai kutipan -.
Tentu hal ini (seakan-akan) menyalahi sabda Nabi ‘alaihi shalaatu wa sallam bahwa kita dianjurkan memilih atas dasar “komitmen agama” seorang wanita.
Yang salah (sebenarnya) adalah tatkala seorang pria mencari kecantikan tetapi melupakan sisi agama seorang wanita - sebagai pondasi kebahagiaan dan kebaikan yang dia cari. Oleh karenanya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan gambaran 4 hal yang umumnya dijadikan dasar dalam pemilihan pasangan. Di akhir hal tersebut berkaitan dengan “komitmen agama/akhlak seorang wanita”. Ini artinya agar kita tidak semata mencari penampilan luar tanpa memperhatikan penampilan dalam.
Al-Imam An-Nawawiy dalam Syarh Muslim (10/52) tatkala mengomentari hadist mengenai “wanita dinikahi karena empat hal…dst, berkata:
الصحيح في معنى هذا الحديث : أن النبي صلى الله عليه وسلم أخبر بما يفعله الناس في العادة ، فإنهم يقصدون هذه الخصال الأربع ، وآخرها عندهم ذات الدين ، فاظفر أنت أيها المسترشد بذات الدين
“Pandangan yang benar mengenai makna hadist ini adalah bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata tentang keumuman manusia apa yang dilakukannya tatkala hendak menikah, bahwa mereka menikah berdasar empat hal ini (harta, keturunan, kecantikan, dan agama). Yang paling terakhir dalam pilihan orang adalah mengenai komitmen agama, maka yang benar adalah engkau selayaknya memilih yang punya komitmen agama”.
Pandangan yang mengatakan mustahabb untuk mencari wanita yang cantik sebagai istrinya tidak lah berarti kecantikan itu hal yang utama. Dan berati bahwa kita harus mendapatkan wanita yang sangat cantik sejagat, karena tidak akan kita dapatkan yang sangat sempurna, mungkin bisa kita dapatkan tapi dengan kelemahan agama dan prilakunya.
Arti mencari yang cantik yang dimaksud adalah jenis/tingkat kecantikan dimana kita sebagai pria bisa menjaga diri dari hal haram dan meredam untuk berpaling atau memandang wanita lain selain istri kita. Toh definisi cantik akan berbeda-beda pada setiap pria.
Nasehat saya adalah nikahilah wanita yang pada pandangan Anda punya tingkat (kecantikan) dimana Anda cukup merasa senang dan tenang dengan melihat dia. Hal ini (persoalan kecantikan) akan kau rasakan porsi bedanya bukan sebagai porsi pertama dan utama yang terus menggelayuti pikiran Anda setelah Anda memulai hidup baru…memulai serial selanjutnya dari problematika-probelamatika hidup kita. [1]
Sebagian orang beranggapan bahwa ciri wanita shalihah adalah wanita yang tidak pilih-pilih wajah lelaki yang penting baik agamanya alias bertakwa dan berakhlak mulia meski dia seorang yang buruk rupa. Benarkah anggapan ini?
Marilah kita cermati perkataan Khalifah Umar bin al Khattab berikut ini :
قال عمر رضى الله عنه: لا تزوجوا بناتكم من الرجل الدميم فانه يعجبهن منهم ما يعجبهم منهن
Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Janganlah kalian nikahkan anak gadis kalian dengan laki-laki yang bertampang jelek karena wanita itu menyukai laki-laki yang ganteng sebagaimana laki-laki itu menyukai perempuan yang cantik” [Takmilah al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab karya jilid 17 hal 214 karya Muhammad Najib al Muthi’i, terbitan Maktabah al Irsyad, Jeddah KSA]
Jadi boleh saja seorang wanita muslimah shalihah atau walinya menolak keinginan seorang laki-laki shalih sejati dan tidak ada alasan untuk menolak laki-laki tersebut melainkan karena dia adalah seorang yang buruk rupa.
Namun ingat, yang namanya boleh itu tidak mesti wajib. [2]
Semoga bermanfaat, Wassalam.
[Cerkiis.blogspot.com, Sumber: berbagai Sumber dengan penambahan seperlunya oleh : arifia]
[1]. Sumber: dikutip kembali dengan sedikit perbaikan redaksional dari diskusi di milist salafyitb beberapa tahun lalu. Terutama sekali mohon ijin buat kang ustadz abu ishaq dan kang ustadz abu ‘umair untuk mempublikasikannya kembali di blog ini – Abu Al-Jauzaa’
[2]. Sumber: Artikel www.ustadzaris.com