BAHASAN : SIRAH NABI
KEBERANGKATAN RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM KE MADINAH
Gelombang hijrah kaum muslimin dari Makkah ke Madinah, baik secara individu maupun secara berkelompok, sangat menimbulkan kekhawatiran di kalangan kaum kafir Quraisy. Mereka khawatir kaum muslimin akan bersatu. Jika bersatu, berarti menjadi ancaman bagi keberadaan kaum kafir Quraisy dan budaya paganismenya. Kekhawatiran itu kian menjadi, jika Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ikut hijrah bersama mereka, lalu memimpin kaum muslimin. Ini tentu menjadi ancaman yang sangat menakutkan. Karena mereka mengetahui betapa sangat berpengaruh kedudukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di hati kaum muslimin. Kaum musyrikin Quraisy juga mengetahui kesiapan kaum muslimin rela berkorban demi membela agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terlebih lagi dengan keberadaan kabilah Aus dan Khazraj yang telah menerima kaum Muhajirin. Dua kabilah tersebut memiliki kemampuan yang tidak bisa diragukan. Begitu pula secara geografis, kota Madinah dengan posisinya yang strategis merupakan jalur perdagangan yang menjadi sumber utama penghidupan kafir Quraisy.
Demikian, beberapa hal yang sangat mengkhawatirkan kaum kafir Quraisy. Mereka pun ingin terlepas dari semua ketakutan yang membayang-bayanginya. Sehingga pada hari Kamis, 26 Safar tahun ke- 14 dari kenabian, bertepatan dengan 12 september 622 M, sekitar dua bulan pasca Bai’ah Aqabah kedua, para tokoh kafir Quraisy berkumpul di Dârun-Nadwah membahas keadaan ini. Mereka mencari solusi yang dirasa tepat.
Al-Qur`an telah menjelaskan inti pendapat-pendapat yang dilontarkan dalam pertemuan itu.
وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ ۚ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. [al-Anfâl/8:30].[1]
Dalam riwayat lain terdapat penjelasan yang lebih rinci. Yaitu ketika kaum kafir Quraisy berkumpul di Dârun-Nadwah mebicarakan cara yang tepat untuk melepaskan diri dari ancaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka didatangi Iblis yang menjelma menjadi seorang laki-laki. Iblis ini mengaku berasal dari Nejed. Dia mengaku telah mendengar acara pertemuan ini, dan ia ingin bergabung memberikan saran dan nasihat.
Kemudian, orang-orang Quraisy yang sedang berkumpul itu mempersilahkan ia ikut ke dalam masjlis. Saat pembicaraan berlangsung, dan salah seorang mengusulkan agar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditahan atau dipenjara, maka Iblis menyahut: “Jangan! Pendapat kalian ini tidak tepat. Jika kalian menawannya sebagaimana pendapat kalian, maka lelaki ini (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tetap akan keluar dari balik pintu yang kalian tutup rapat dan akan sampai ke telinga para pengikutnya, sehingga mereka akan menyerang kalian dan merebutnya dari kalian. Kemudian mereka akan membanggakan diri di hadapan kalian dengannya sehingga bisa mengalahkan kalian”.
Kemudian salah seorang lagi mengusulkan agar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diasingkan. Iblis inipun menolak pendapat ini seraya mengatakan, bahwa tutur bahasa Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyenjukkan hati mampu menarik banyak orang untuk mengikutinya. Sehingga ia pun akan mampu mengalahkan Quraisy.
Terakhir, Abu Jahl mengusulkan agar memilih seorang pemuda terpandang lagi kuat dari masing-masing kabilah. Masing-masing pemuda ini diberi pedang tajam. Dengan pedang-pedang ini, mereka menyerang Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara bersama-sama, sehingga tanggung jawab atas kematiannya akan terbagi ke dalam beberapa kabilah. Dengan demikian, akan dapat memaksa Bani Abdul Manaf rela menerima diyat (tebusan harta atas kematian seseorang), sebab mereka tidak akan mampu memerangi sebuah kabilah yang terlibat dalam pembunuhan ini.
Mendengar pendapat Abu Jahl yang busuk ini, sang Iblis mendukungnya, dan seluruh peserta pun menyepakatinya. Pertemuan kaum kafir Quraisy di Dârun-Nadwah ini menghasilkan suara bulat.
Meskipun kaum Quraisy membuat makar, tetapi mereka tidak mengetahui makar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tipu daya mereka secara cepat diketahui oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena seusai pertemuan itu, Malaikat Jibril Alaihissallam kemudian mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jibril Alaihissallam memberitahukan perihal hasil pertemuan itu, dan selanjutnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan agar tidak bermalam di tempat tidurnya pada malam itu.
Imam Bukhâri[2] dan ath-Thabari[3] meriwayatkan hadits dari Ibnu Ishâq, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan izin untuk hijrah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke rumah Abu Bakar dengan mengenakan kain penutup wajah. Kedatangannya bukan pada waktu yang biasanya untuk berkunjung. Abu Bakar mengetahui, kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tak lazim ini mengisyaratkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dengan membawa masalah yang sangat penting.
Setelah mendapatkan izin masuk, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun masuk dan meminta kepada semua yang ada di rumah selain Abu Bakar Radhiyallahu anhu untuk keluar supaya mereka tidak mengetahui pembicaraan yang hendak disampaikan kepada Abu Bakar.
Abu Bakar Radhiyallahu anhu pun memberitahukan, bahwa semua yang hadir adalah keluarganya sendiri. Setelah itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan, bahwa Allah telah memberikan izin kepadanya untuk berhijrah sembari meminta Abu Bakar Radhiyallahu anhu menemaninya.
Dengan permintaan ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan isyarat yang telah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikan sebelumnya, yaitu ketika Abu Bakar hendak berangkat hijrah, namun ditahan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Bakar pun menawarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memilih salah satu di antara dua kendaraan yang disukainya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersedia memilih, namun tetap dengan membayarnya.
Dalam pertemuan itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu membahas rencana hijrah dan caranya keluar dari tipu daya kaum kafir Quraisy ini. Di antara rencana-rencana itu yang disebutkan dalam riwayat Imam Bukhâri dan Ibnu ishâq ialah:
1. Mereka akan keluar menuju gua Tsûr[4] di sebelah barat daya Makkah pada malam hari. Ini untuk mengelabui kaum kafir, karena perhatian mereka dalam mencari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan tertuju ke arah utara Makkah, yaitu arah menuju Madinah.
2. Mereka akan tinggal di gua Tsûr selama tiga hari, sehingga usaha pencaharian mulai surut.
3. Mereka menyewa seorang penunjuk jalan yang mengerti perjalanan di padang pasir, yaitu ‘Abdullah bin Urqud, seorang musyrik. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar merahasiakan permasalahan mereka kepada si penunjuk jalan ini.
4. Asma` menyediakan bekal untuk mereka berdua. Ikat pinggang miliknya ia potong untuk mengikat bekal. Sehingga ia dikenal dengan sebutan Dzatun-Nithâq[5] atau Dzatun-Nithâqain.[6]
5. Abu Bakar menyuruh anaknya, ‘Abdullah untuk menyadap informasi permbicaraan masyarakat Makkah tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu, lalu menyampaikan berita tersebut kepada mereka di gua Tsûr pada malam hari.
6. Abu Bakar menyuruh budaknya yang bernama ‘Âmir bin Fuhairah untuk menggembalakan kambingnya di siang hari dan menggiringnya untuk di istirahat di gua Tsûr saat sore hari, supaya mereka bisa memanfaatkan susu dan dagingnya.
7. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu dan memintanya untuk mengembalikan barang-barang titipan penduduk Makkah, karena banyak penduduk Makkah yang menitipkan barang-barang berharga mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga meminta Ali Radhiyallahu anhu tidur di tempat tidurnya.
8. Abu Bakar meminta budaknya ‘Âmir bin Fuhairah menemaninya dalam hijrah untuk membantu mereka.
Demikianlah beberapa peristiwa yang mengawali hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakar ke Madinah. (Ustadz Nusadi).
Dinukil dari as-Siratun-Nabawiyyah fî Dhau`il Mashâdiril-Ashliyyah,
halaman 264-269.
[Http://cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XII/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196, artikel: almanhaj]
Footnote
[1]. Dalam riwayat Imam Ahmad dijelaskan, ayat ini diturunkan berkaitan dengan peristiwa tersebut. Imam Ahmad membawakan kisah tersebut dalam al-Musnad, 5/87. Syakir berkata: “Dalam sanadnya ada catatan, disebabkan oleh keberadaan Utsmân al-Jazari ….”
Hadits ini dinukil oleh Ibnu Katsîr dalam tafsirnya (4/49). Hadits ini juga terdapat di Majma’iz-Zawâid (7/27) yang dinisbatkan kepada ath-Thabrâni. Dia berkata, ”Di dalam sanadnya terdapat Utsmân bin ‘Amr al-Jazari. Dia dianggap tsiqah oleh Ibnu Hibbân, tetapi dianggap lemah oleh ulama lainnya. Sedangkan para perawi selain Utsmân, semuanya shahîh.”
Ibnu Katsîr rahimahullah dalam al-Bidayah berkata: “Ini adalah sanad yang hasan (baik). Riwayat ini merupakan kisah terbaik yang menceritakan tentang jaring laba-laba di bibir gua Tsûr”. Ibnu Hajar rahimahullah juga menghasankan riwayat ini dalam al-Fath, 15/90.
[2]. Al-Fath, 15/88, no. 3905.
[3]. Dalam Târikh-nya, 2/377-379, dengan sanad hasan.
[4]. Al-Fath,15/88, no. 3905.
[5]. Imam Bukhâri 15/90, no. 3905.
[6]. Imam Bukhâri 16/103, no. 3907, dari Ama`.