ISLAM PADUKAN ILMU SYAR’I DAN DUNIA
Oleh Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah
Banyak orang yang salah kaprah tentang hakikat ilmu yang shahih, yaitu ilmu yang harus dipelajari dan dicari. Mereka berselisih menjadi dua pendapat, yang saling bersebrangan dan ekstrim. Salah satunya lebih berbahaya daripada yang lainnya.
Pendapat pertama, pendapat yang mengatakan bahwa ilmu yang shahih hanya terbatas pada sebagian ilmu syar’i yang hanya berkaitan dengan perbaikan akidah, akhlak dan ibadah, bukan semua ilmu yang ditunjukkan oleh al-Qur’ân dan as-Sunnah yang mencakup ilmu syar’i dan semua ilmu yang menjadi perantaranya dan ilmu pengetahuan tentang alam semesta. Pendapat ini bersumber dari mereka yang tidak memahami syari’at dengan benar. Namun, sekarang mulai mencari cara tatkala melihat banyaknya maslahah dan manfaat ilmu pengetahuan tentang alam semesta, juga ketika sebagian besar mereka menyadari adanya petunjuk dari nash-nash agama tentang ilmu tersebut.
Pendapat kedua, pendapat yang membatasi ilmu pada ilmu-ilmu modern saja yang merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Pendapat ini muncul akibat dari berpalingnya mereka dari agama, ilmu agama dan akhlakya. Ini jelas merupakan kesalahan yang sangat fatal, dimana mereka menjadikan perantara sebagai tujuan. Mereka menolak ilmu yang shahih dan hakikat yang bermanfaat, jika tidak ditunjukkan oleh ilmu modern sama sekali. Mereka telah tertipu dengan berbagai hasil penemuan-penemuan baru. Merekalah yang dimaksudkan dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allâh Azza wa Jalla yang selalu mereka perolok-olokkan itu. [al-Ghâfir/40:83]
Mereka bangga dengan ilmu mereka, menyombongkan diri serta melecehkan ilmu para Rasul. Akibatnya, mereka ditimpa adzab yang mereka perolok-olokan dan ancaman yang diberikan kepada para pendusta rasul-rasul Allâh Azza wa Jalla . Mereka disiksa di dunia dengan ditutupnya hati, mata dan pendengaran mereka, sehingga mereka tidak bisa melihat kebenaran.
وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَىٰ
Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. [Thaha/20:127]
وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ
Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allâh Subhanahu wa Ta’ala. [Ghâfir/40:21]
ILMU YANG BERMANFAAT DALAM AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Hakikat dan yang maksud dengan ilmu yang bermanfaat dalam al-Qur’ân dan as-Sunnah yaitu semua ilmu yang menghantarkan kepada tujuan yang mulia, yang membuahkan perkara-perkara bermanfaat, tidak ada beda antara ilmu yang berkaitan dengan dunia maupun yang berkaitan dengan akhirat. Jadi, semua yang membimbing manusia kepada jalan yang benar, bisa memperbaiki akidah dan meningkat akhlak dan amalan, maka itu adalah ilmu.
Ilmu terbagi menjadi dua : Tujuan dan sarana (perantara) yang bisa mengantarkan kepada tujuan.
Tujuan adalah semua ilmu yang memperbaiki agama, sedangkan sarana adalah semua ilmu yang mendukung tujuan seperti ilmu-ilmu bahasa arab dan ilmu-ilmu lainnya, termasuk ilmu pengetahuan tentang alam semesta yang membuahkan ma’rifatullâh (pengetahuan tentang Allâh Azza wa Jalla), pengetahuan tentang keesaan-Nya serta kesempurnaan-Nya, juga membuahkan pengetahuan tentang benarnya para Rasul-Nya. Buah lainnya adalah dapat membantu dalam beribadah dan bersyukur kepada Allâh l , serta membantu dalam penegakan agama. Karena sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah menundukkan alam semesta ini untuk kita dan Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk berfikir dan berusaha menggali hal-hal yang bermanfaat, baik beragama maupun bermanfaat dalam kehidupan dunia. Dan perintah terhadap sesuatu berarti perintah untuk melaksanakan apa yang menjadi obyek perintah tersebut serta perintah juga untuk melaksanakan segala yang menjadi perantara dan penyempurna penunaian perintah.
Ini mendorong kita untuk mengetahui ilmu pengetahuan alam yang bisa digunakan untuk menggali manfaat dari segala yang telah Allâh Azza wa Jalla tundukkan untuk kita. Karena manfaat dan hasil tidak akan bisa dicapai tanpa usaha, berfikir dan melakukan penelitian. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, [al-Hadîd/57:25]
Manfaat ini tidak akan tercapai kecuali dengan mengetahui ilmu-ilmu terkait sehingga hasilnya maksimal.
Banyak sekali nash dalam al-Qur’ân dan as-Sunnah yang memuji ilmu dan memuji para ahli ilmunya serta keharusan untuk lebih mengutamakan ahli ilmu daripada yang lainnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? [Az-Zumar/39:9]
Merekalah orang-orang yang takut kepada Allâh Azza wa Jalla dan mengetahui-Nya
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allâh Azza wa Jalla di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. [Fâthir/35:28]
Allâh Azza wa Jalla memerintahkan orang yang tidak mengetahui untuk bertanya kepada ahli ilmu.
Allâh Azza wa Jalla juga memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan banyak jenis ibadah dan melarang dari segala yang haram. Perintah dan larangan tidak mungkin dilakukan kecuali setelah memiliki ilmu dan mengetahuinya. Jadi perintah dan larangan itu menunjukkan wajibnya mempelajari segala yang berhubungan dengan perintah dan larangan itu sendiri. Sebagaimana juga Allâh Azza wa Jalla membolehkan sebagian mu’âmalat (segala yang terkait dengan intraksi antar sesama manusia) dan mengharamkan sebagian yang lain. Untuk melaksanakannya berarti kita harus bisa membedakan antara mu’amalah yang diperbolehkan dan yang tidak perbolehkan. Klasifikasi seperti ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan ilmu. Allâh Azza wa Jalla mencela orang-orang yang tidak mengetahui batasan-batasan yang telah Allâh Azza wa Jalla turunkan kepada para rasulnya dalam al-Kitab dan as-Sunnah.
Di antara perintah Allâh l adalah perintah berjihad dalam banyak ayat, dan perintah untuk mempersiapkan kekuatan yang bisa dilakukan untuk menghadapi musuh serta berhati-hati dari mereka. Perintah-perintah ini tidak akan bisa direalisasikan kecuali dengan mempelajari ilmu tehnik berperang dan pembuatan senjata.
Allâh Azza wa Jalla juga memerintahkan untuk mempelajari ilmu perdagangan dan ilmu perekonomian, bahkan Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk menguji anak-anak yatim yang masih kecil dengannya agar mereka tahu ilmu dagang dan bisa bekerja sebelum diserahi harta benda milik mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka. [an-Nisâ/4:6]
Dalam ayat di atas, Allâh Azza wa Jalla tidak memerintahkan untuk menyerahkan harta mereka sampai diketahui bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang cara pengelolaan harta dan mengetahui ilmu perdagangan.
Syariat yang sempurna ini memerintahkan kita untuk mempelajari segala jenis ilmu yang bermanfaat; mulai dari ilmu Tauhîd, Usûluddîn, ilmu Fikih dan hukum, ilmu-ilmu bahasa arab, ilmu perekonomian dan politik, serta ilmu-ilmu yang bisa untuk memperbaiki keadaan pribadi dan masyarakat.
Tidak ada ilmu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat kecuali telah diperintahkan dan dianjurkan oleh syariat ini. Sehingga dengan demikian, terkumpullah di dalam agama ini ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan alam. Bahkan ilmu-ilmu dunia yang bermanfaat bisa dimasukkan menjadi bagian dari ilmu agama.
Adapun orang-orang yang berlebihan, mereka menjadikan ilmu itu terbatas pada sebagian ilmu agama saja. Sungguh mereka telah jatuh dalam kesalahan yang fatal.
Sebaliknya yang beraliran materialis, mereka memandang bahwa ilmu yang benar hanya terbatas pada ilmu pengetahuan alam. Mereka mengingkari ilmu-ilmu lainnya, mereka menyimpang sehingga agama dan akhlak mereka rusak. Buah dari ilmu mereka hanya produk-produk yang gersang, tidak bisa menyucikan akal dan ruh mereka, juga tidak memperbaiki akhlak. Ilmu mereka lebih banyak mendatang mudharat daripada manfaatnya. Mereka hanya mendapatkan manfaat dari sisi peningkatan produk dan penemuan baru saja, namun mereka mendapatkan celaka dari dua sisi:
Pertama, ilmu-ilmu akan menjadi bencana terbesar bagi mereka dan bagi umat manusia, karena ilmu-ilmu itu hanya mendatangkan kebinasaan, peperangan dan kehancuran.
Kedua, dengan ilmu yang mereka miliki, mereka akan menjadi bangga dan sombong sehingga mereka berani melecehkan ilmu para Rasul dan perkara-perkara agama.
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ ۙ إِنْ فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيهِ ۚ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allâh tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allâh. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [Ghâfir/40:56]
فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allâh Azza wa Jalla yang selalu mereka perolok-olokkan itu. [al-Ghâfir/40: 83]
Dengan uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa ilmu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat adalah ilmu-ilmu yang bersumber dari kitab Allâh Azza wa Jalla dan sunnah Rasûlullâh n yang mencakup semu jenis ilmu yang bermanfaat, tidak ada beda antara ilmu inti dan ilmu cabang, tidak pula ilmu agama dan ilmu dunia semunya sama. Sebagaimana akidah Islam mencakup kewajiban beriman kepada semua kebenaran, beriman kepada semua kitab yang Allâh Azza wa Jalla turunkan, dan semua Rasul yang Allâh Azza wa Jalla utus. Walhamdulillâh
(Diangakat dari kitab ad-Din as-Shahih Yahullu Jami’a al-Masyakil)
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVII/1435H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Pendapat kedua, pendapat yang membatasi ilmu pada ilmu-ilmu modern saja yang merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Pendapat ini muncul akibat dari berpalingnya mereka dari agama, ilmu agama dan akhlakya. Ini jelas merupakan kesalahan yang sangat fatal, dimana mereka menjadikan perantara sebagai tujuan. Mereka menolak ilmu yang shahih dan hakikat yang bermanfaat, jika tidak ditunjukkan oleh ilmu modern sama sekali. Mereka telah tertipu dengan berbagai hasil penemuan-penemuan baru. Merekalah yang dimaksudkan dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allâh Azza wa Jalla yang selalu mereka perolok-olokkan itu. [al-Ghâfir/40:83]
Mereka bangga dengan ilmu mereka, menyombongkan diri serta melecehkan ilmu para Rasul. Akibatnya, mereka ditimpa adzab yang mereka perolok-olokan dan ancaman yang diberikan kepada para pendusta rasul-rasul Allâh Azza wa Jalla . Mereka disiksa di dunia dengan ditutupnya hati, mata dan pendengaran mereka, sehingga mereka tidak bisa melihat kebenaran.
وَلَعَذَابُ الْآخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَىٰ
Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. [Thaha/20:127]
وَمَا كَانَ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَاقٍ
Dan mereka tidak mempunyai seorang pelindung dari azab Allâh Subhanahu wa Ta’ala. [Ghâfir/40:21]
ILMU YANG BERMANFAAT DALAM AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Hakikat dan yang maksud dengan ilmu yang bermanfaat dalam al-Qur’ân dan as-Sunnah yaitu semua ilmu yang menghantarkan kepada tujuan yang mulia, yang membuahkan perkara-perkara bermanfaat, tidak ada beda antara ilmu yang berkaitan dengan dunia maupun yang berkaitan dengan akhirat. Jadi, semua yang membimbing manusia kepada jalan yang benar, bisa memperbaiki akidah dan meningkat akhlak dan amalan, maka itu adalah ilmu.
Ilmu terbagi menjadi dua : Tujuan dan sarana (perantara) yang bisa mengantarkan kepada tujuan.
Tujuan adalah semua ilmu yang memperbaiki agama, sedangkan sarana adalah semua ilmu yang mendukung tujuan seperti ilmu-ilmu bahasa arab dan ilmu-ilmu lainnya, termasuk ilmu pengetahuan tentang alam semesta yang membuahkan ma’rifatullâh (pengetahuan tentang Allâh Azza wa Jalla), pengetahuan tentang keesaan-Nya serta kesempurnaan-Nya, juga membuahkan pengetahuan tentang benarnya para Rasul-Nya. Buah lainnya adalah dapat membantu dalam beribadah dan bersyukur kepada Allâh l , serta membantu dalam penegakan agama. Karena sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah menundukkan alam semesta ini untuk kita dan Allâh Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk berfikir dan berusaha menggali hal-hal yang bermanfaat, baik beragama maupun bermanfaat dalam kehidupan dunia. Dan perintah terhadap sesuatu berarti perintah untuk melaksanakan apa yang menjadi obyek perintah tersebut serta perintah juga untuk melaksanakan segala yang menjadi perantara dan penyempurna penunaian perintah.
Ini mendorong kita untuk mengetahui ilmu pengetahuan alam yang bisa digunakan untuk menggali manfaat dari segala yang telah Allâh Azza wa Jalla tundukkan untuk kita. Karena manfaat dan hasil tidak akan bisa dicapai tanpa usaha, berfikir dan melakukan penelitian. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ
Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, [al-Hadîd/57:25]
Manfaat ini tidak akan tercapai kecuali dengan mengetahui ilmu-ilmu terkait sehingga hasilnya maksimal.
Banyak sekali nash dalam al-Qur’ân dan as-Sunnah yang memuji ilmu dan memuji para ahli ilmunya serta keharusan untuk lebih mengutamakan ahli ilmu daripada yang lainnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? [Az-Zumar/39:9]
Merekalah orang-orang yang takut kepada Allâh Azza wa Jalla dan mengetahui-Nya
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allâh Azza wa Jalla di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. [Fâthir/35:28]
Allâh Azza wa Jalla memerintahkan orang yang tidak mengetahui untuk bertanya kepada ahli ilmu.
Allâh Azza wa Jalla juga memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan banyak jenis ibadah dan melarang dari segala yang haram. Perintah dan larangan tidak mungkin dilakukan kecuali setelah memiliki ilmu dan mengetahuinya. Jadi perintah dan larangan itu menunjukkan wajibnya mempelajari segala yang berhubungan dengan perintah dan larangan itu sendiri. Sebagaimana juga Allâh Azza wa Jalla membolehkan sebagian mu’âmalat (segala yang terkait dengan intraksi antar sesama manusia) dan mengharamkan sebagian yang lain. Untuk melaksanakannya berarti kita harus bisa membedakan antara mu’amalah yang diperbolehkan dan yang tidak perbolehkan. Klasifikasi seperti ini tidak bisa dilakukan kecuali dengan ilmu. Allâh Azza wa Jalla mencela orang-orang yang tidak mengetahui batasan-batasan yang telah Allâh Azza wa Jalla turunkan kepada para rasulnya dalam al-Kitab dan as-Sunnah.
Di antara perintah Allâh l adalah perintah berjihad dalam banyak ayat, dan perintah untuk mempersiapkan kekuatan yang bisa dilakukan untuk menghadapi musuh serta berhati-hati dari mereka. Perintah-perintah ini tidak akan bisa direalisasikan kecuali dengan mempelajari ilmu tehnik berperang dan pembuatan senjata.
Allâh Azza wa Jalla juga memerintahkan untuk mempelajari ilmu perdagangan dan ilmu perekonomian, bahkan Allâh Azza wa Jalla memerintahkan untuk menguji anak-anak yatim yang masih kecil dengannya agar mereka tahu ilmu dagang dan bisa bekerja sebelum diserahi harta benda milik mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka. [an-Nisâ/4:6]
Dalam ayat di atas, Allâh Azza wa Jalla tidak memerintahkan untuk menyerahkan harta mereka sampai diketahui bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang cara pengelolaan harta dan mengetahui ilmu perdagangan.
Syariat yang sempurna ini memerintahkan kita untuk mempelajari segala jenis ilmu yang bermanfaat; mulai dari ilmu Tauhîd, Usûluddîn, ilmu Fikih dan hukum, ilmu-ilmu bahasa arab, ilmu perekonomian dan politik, serta ilmu-ilmu yang bisa untuk memperbaiki keadaan pribadi dan masyarakat.
Tidak ada ilmu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat kecuali telah diperintahkan dan dianjurkan oleh syariat ini. Sehingga dengan demikian, terkumpullah di dalam agama ini ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pengetahuan alam. Bahkan ilmu-ilmu dunia yang bermanfaat bisa dimasukkan menjadi bagian dari ilmu agama.
Adapun orang-orang yang berlebihan, mereka menjadikan ilmu itu terbatas pada sebagian ilmu agama saja. Sungguh mereka telah jatuh dalam kesalahan yang fatal.
Sebaliknya yang beraliran materialis, mereka memandang bahwa ilmu yang benar hanya terbatas pada ilmu pengetahuan alam. Mereka mengingkari ilmu-ilmu lainnya, mereka menyimpang sehingga agama dan akhlak mereka rusak. Buah dari ilmu mereka hanya produk-produk yang gersang, tidak bisa menyucikan akal dan ruh mereka, juga tidak memperbaiki akhlak. Ilmu mereka lebih banyak mendatang mudharat daripada manfaatnya. Mereka hanya mendapatkan manfaat dari sisi peningkatan produk dan penemuan baru saja, namun mereka mendapatkan celaka dari dua sisi:
Pertama, ilmu-ilmu akan menjadi bencana terbesar bagi mereka dan bagi umat manusia, karena ilmu-ilmu itu hanya mendatangkan kebinasaan, peperangan dan kehancuran.
Kedua, dengan ilmu yang mereka miliki, mereka akan menjadi bangga dan sombong sehingga mereka berani melecehkan ilmu para Rasul dan perkara-perkara agama.
إِنَّ الَّذِينَ يُجَادِلُونَ فِي آيَاتِ اللَّهِ بِغَيْرِ سُلْطَانٍ أَتَاهُمْ ۙ إِنْ فِي صُدُورِهِمْ إِلَّا كِبْرٌ مَا هُمْ بِبَالِغِيهِ ۚ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Sesungguhhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allâh tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allâh. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [Ghâfir/40:56]
فَلَمَّا جَاءَتْهُمْ رُسُلُهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَرِحُوا بِمَا عِنْدَهُمْ مِنَ الْعِلْمِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allâh Azza wa Jalla yang selalu mereka perolok-olokkan itu. [al-Ghâfir/40: 83]
Dengan uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa ilmu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat adalah ilmu-ilmu yang bersumber dari kitab Allâh Azza wa Jalla dan sunnah Rasûlullâh n yang mencakup semu jenis ilmu yang bermanfaat, tidak ada beda antara ilmu inti dan ilmu cabang, tidak pula ilmu agama dan ilmu dunia semunya sama. Sebagaimana akidah Islam mencakup kewajiban beriman kepada semua kebenaran, beriman kepada semua kitab yang Allâh Azza wa Jalla turunkan, dan semua Rasul yang Allâh Azza wa Jalla utus. Walhamdulillâh
(Diangakat dari kitab ad-Din as-Shahih Yahullu Jami’a al-Masyakil)
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVII/1435H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]