Naik Angkot Gak Bayar, Utang Akhirat?
Jika dulu pernah naik angkot gak bayar, naik bis kota gak bayar, apa yg harus dilakukan? Krn jd kepikiran. Sementara tdk memungkinkan utk mencari supirnya atau pemilik angkot…
Jawab :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Kewajiban bagi orang yang mendapatkan layanan berbayar adalah memberikan upah kepada yang melayani. Seperti mereka yang naik fasilitas transportasi berbayar, wajib memberikan bayaran kepada pihak yang melayaninya. Jika kewajiban ini tidak ditunaikan, menjadi tanggungan utang baginya.
Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya.” (QS. an-Nisa: 58)
Pada hakekatnya, ketika kita naik angkot atau fasilitas berbayar lainnya, kita sedang memperkerjakan orang lain untuk memberikan layanan ke kita. Status mereka adalah ajir ‘am, orang yang bekerja untuk memberikan jasa ke banyak orang dalam waktu bersamaan.
Jika mereka sudah memenuhi layanannya dengan baik, namun kita tidak memberikan, bisa jadi kita melakukan dosa besar, yang dimusuhi Allah kelak di hari kiamat.
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
Ada 3 orang yang menjadi musuh saya kelak di hari kiamat, [pertama], Orang yang bersumpah atas nama-Ku untuk memberikan sesuatu, namun dia mengingkarinya. [kedua], Orang yang menjual manusia merdeka, lalu dia makan uangnya. [ketiga], orang yang memperkerjakan orang lain, lalu dia penuhi tugasnya, namun orang ini tidak membayar upahnya. (HR. Bukhari 2270)
Subhanallah…, sesuatu yang mungkin dianggap remeh masyarakat, terancam menjadi sumber petaka di hari kiamat.
Bagaimana jika itu sudah berlalu lama?
Upah yang belum kita bayarkan ke supir angkot, hakekatnya adalah harta orang lain yang ada di tangan kita dengan cara yang dzalim.. jangan sampai kita melupakan hal ini.
Allah mengingatkan,
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
Janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (karena melihat adzab).(QS. Ibrahim: 42).
Lalu apa yang harus dilakukan?
Anda tetap wajib mengembalikannya ke pemilik. Tahapan yang bisa dilakukan,
[1] Harus diserahkan ke supirnya atau pemilik angkot, jika memungkinkan. Baik diserahkan langsung, atau dikirim melalui kurir atau transfer. Yang penting, uang itu sampai ke yang berhak mendapatkannya.
[2] Jika langkah pertama tidak memungkinkan, dan juga tidak memungkinkan menemui ahli warisnya, dalam hal ini ulama berbeda pendapat,
Pertama, harta haram yang didapatkan secara dzalim, dan tidak bisa dikembalikan ke pemilik, taubatnya
dilakukan dengan cara disedekahkan atas nama pemilik. Namun dengan tetap dijamin, jika pemilik berhasil ditemukan, maka harus disampaikan kepadanya bahwa hartanya telah disedekahkan. Jika dia ridha, pahalanya menjadi miliknya. Jika tidak ridha, harus diganti dan pahala sedekah menjadi milik yang memegang harta.
Ini merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya.
Diantara dalilnya adalah sebuah riwayat yang menceritakan bahwa di masa silam ada anggota pasukan yang mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi. Lalu dia taubat dan membawa harta itu ke panglima perang. Panglima menolaknya karena beliau tidak mungkin membagi harta itu ke semua pasukan perang, sementara mereka telah pulang. Hingga datanglah Hajjaj bin as-Syair dan mengatakan,
يا هذا إن الله يعلم الجيش وأسماءهم وأنسابهم، فادفع خمسه إلى صاحب الخمس، وتصدق بالباقي عنهم، فإن الله يوصل ذلك إليهم
Wahai fulan, sesungguhnya Allah Maha Tahu semua pasukan, namanya dan nasabnya. Serahkan 1/5-nya ke yang berhak, sisanya kamu sedekahkan atas nama semua pasukan. Dan Allah akan menyalurkan pahala sedekah itu ke mereka.
Akhirnya, diapun melakukannya, dan itu dibenarkan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. (Madarijus Salikin, 1/419).
Kedua, harta haram yang didapatkan secara dzalim, dan tidak bisa dikembalikan ke pemilik, tidak ada peluang untuk taubat di dunia. Sehingga kedzaliman ini harus diselesaikan di akhirat, dengan cara transfer pahala dan dosa.
Karena jika harta ini disedekahkan atas nama pemilik, berarti statusnya adalah sedekah dengan sesuatu yang haram. Dan Allah tidak akan menerima sedekah yang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci, dan tidak akan diterima sedekah dari harta khianat.” (Muttafaq ‘alaih).
Status harta ini seperti harta tanpa tuan. Sehingga dia harus dikembalikan ke Baitul Mal negara dan dijaga untuk dikembalikan ke pemiliknya. Ini merupakan andapat Syafi’iyah. (Asna al-Mathalib, 4/98)
InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati adalah yang menyatakan ada taubatnya, yaitu dengan cara memohon ampun kepada Allah, dan mensedekahkan harta itu atas nama pemilik. Semoga Allah menerimanya dan Allah Maha Tahu ke mana pahala sedekah itu disalurkan.
Allahu a’lam.
[Http://Cerkiis.blogspot.com, Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Jika dulu pernah naik angkot gak bayar, naik bis kota gak bayar, apa yg harus dilakukan? Krn jd kepikiran. Sementara tdk memungkinkan utk mencari supirnya atau pemilik angkot…
Jawab :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Kewajiban bagi orang yang mendapatkan layanan berbayar adalah memberikan upah kepada yang melayani. Seperti mereka yang naik fasilitas transportasi berbayar, wajib memberikan bayaran kepada pihak yang melayaninya. Jika kewajiban ini tidak ditunaikan, menjadi tanggungan utang baginya.
Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya.” (QS. an-Nisa: 58)
Pada hakekatnya, ketika kita naik angkot atau fasilitas berbayar lainnya, kita sedang memperkerjakan orang lain untuk memberikan layanan ke kita. Status mereka adalah ajir ‘am, orang yang bekerja untuk memberikan jasa ke banyak orang dalam waktu bersamaan.
Jika mereka sudah memenuhi layanannya dengan baik, namun kita tidak memberikan, bisa jadi kita melakukan dosa besar, yang dimusuhi Allah kelak di hari kiamat.
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَعَالَى ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
Ada 3 orang yang menjadi musuh saya kelak di hari kiamat, [pertama], Orang yang bersumpah atas nama-Ku untuk memberikan sesuatu, namun dia mengingkarinya. [kedua], Orang yang menjual manusia merdeka, lalu dia makan uangnya. [ketiga], orang yang memperkerjakan orang lain, lalu dia penuhi tugasnya, namun orang ini tidak membayar upahnya. (HR. Bukhari 2270)
Subhanallah…, sesuatu yang mungkin dianggap remeh masyarakat, terancam menjadi sumber petaka di hari kiamat.
Bagaimana jika itu sudah berlalu lama?
Upah yang belum kita bayarkan ke supir angkot, hakekatnya adalah harta orang lain yang ada di tangan kita dengan cara yang dzalim.. jangan sampai kita melupakan hal ini.
Allah mengingatkan,
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الْأَبْصَارُ
Janganlah sekali-kali kamu mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (karena melihat adzab).(QS. Ibrahim: 42).
Lalu apa yang harus dilakukan?
Anda tetap wajib mengembalikannya ke pemilik. Tahapan yang bisa dilakukan,
[1] Harus diserahkan ke supirnya atau pemilik angkot, jika memungkinkan. Baik diserahkan langsung, atau dikirim melalui kurir atau transfer. Yang penting, uang itu sampai ke yang berhak mendapatkannya.
[2] Jika langkah pertama tidak memungkinkan, dan juga tidak memungkinkan menemui ahli warisnya, dalam hal ini ulama berbeda pendapat,
Pertama, harta haram yang didapatkan secara dzalim, dan tidak bisa dikembalikan ke pemilik, taubatnya
dilakukan dengan cara disedekahkan atas nama pemilik. Namun dengan tetap dijamin, jika pemilik berhasil ditemukan, maka harus disampaikan kepadanya bahwa hartanya telah disedekahkan. Jika dia ridha, pahalanya menjadi miliknya. Jika tidak ridha, harus diganti dan pahala sedekah menjadi milik yang memegang harta.
Ini merupakan pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya.
Diantara dalilnya adalah sebuah riwayat yang menceritakan bahwa di masa silam ada anggota pasukan yang mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi. Lalu dia taubat dan membawa harta itu ke panglima perang. Panglima menolaknya karena beliau tidak mungkin membagi harta itu ke semua pasukan perang, sementara mereka telah pulang. Hingga datanglah Hajjaj bin as-Syair dan mengatakan,
يا هذا إن الله يعلم الجيش وأسماءهم وأنسابهم، فادفع خمسه إلى صاحب الخمس، وتصدق بالباقي عنهم، فإن الله يوصل ذلك إليهم
Wahai fulan, sesungguhnya Allah Maha Tahu semua pasukan, namanya dan nasabnya. Serahkan 1/5-nya ke yang berhak, sisanya kamu sedekahkan atas nama semua pasukan. Dan Allah akan menyalurkan pahala sedekah itu ke mereka.
Akhirnya, diapun melakukannya, dan itu dibenarkan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma. (Madarijus Salikin, 1/419).
Kedua, harta haram yang didapatkan secara dzalim, dan tidak bisa dikembalikan ke pemilik, tidak ada peluang untuk taubat di dunia. Sehingga kedzaliman ini harus diselesaikan di akhirat, dengan cara transfer pahala dan dosa.
Karena jika harta ini disedekahkan atas nama pemilik, berarti statusnya adalah sedekah dengan sesuatu yang haram. Dan Allah tidak akan menerima sedekah yang haram. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Tidak akan diterima shalat tanpa bersuci, dan tidak akan diterima sedekah dari harta khianat.” (Muttafaq ‘alaih).
Status harta ini seperti harta tanpa tuan. Sehingga dia harus dikembalikan ke Baitul Mal negara dan dijaga untuk dikembalikan ke pemiliknya. Ini merupakan andapat Syafi’iyah. (Asna al-Mathalib, 4/98)
InsyaaAllah pendapat yang lebih mendekati adalah yang menyatakan ada taubatnya, yaitu dengan cara memohon ampun kepada Allah, dan mensedekahkan harta itu atas nama pemilik. Semoga Allah menerimanya dan Allah Maha Tahu ke mana pahala sedekah itu disalurkan.
Allahu a’lam.
[Http://Cerkiis.blogspot.com, Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)