Oleh Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily.
Pertanyaan :
Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Sebagian da’i menyatakan bahwa orang yang mengkafirkan Raja Fahd beserta para raja dan penguasa negara-negara Islam yang lainnya, tidak bisa dihukumi sebagai Takfiri (penganut pemahaman mudah mengkafirkan kaum muslimin,-pent) atau Khoriji (penganut akidah Khowarij,-pent). Maka siapakah yang bisa dinilai sebagai takfiri dan khariji?
Jawaban :
Jika penjatuhan vonis kafir terhadap para penguasa, terlebih jika penguasa tersebut adalah Ahlus Sunnah, demikian juga anugerah Allah berupa para penguasa Kerajaan Saudi Arabia, sedangkan mereka adalah ahli dakwah kepada tauhid, dan dakwah kepada tauhid begitu berjaya di masa mereka, mereka menolong sunnah Rasulullah, mendirikan universitas-universitas, dan kami tidak belajar dan memahami agama kecuali dari universitas-universitas tersebut, yaitu sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh para penguasa tersebut, dan mayoritas dari kalian telah belajar disana. Kita semua juga mengetahui apa dasar dan manhaj universitas-universitas tersebut apakah metode belajar itu terpaksa dibuat oleh penguasa disana, atau memang merupakan ketetapan penguasa disana? Bahkan mereka yang memelihara metode tersebut, sampai-sampai Raja Fahd menjabat kepala Istimewa Universitas Islam, dan universitas tersebut memiliki hubungan langsung dengan Raja.
Inilah bukti betapa tingginya kedudukan universitas tersebut dihadapan para penguasa. Merekalah juga yang telah mencetak Al-Qur’an dengan cetakan yang tiada bandingnya sepanjang sejarah. Saya teringat ketika dahulu masih menjadi mahasiswa, dari waktu ke waktu sering diberitakan, bahwa cetakan Al-Qur’an dari Libanon atau yang lainnya didalamnya terdapat kesalahan, sehingga kita senantiasa bersusah payah untuk membenarkan kekeliruan tersebut, sampai muncul percetakan Al-Qur’an (Raja Fahd) yang mencetak Al-Qur’an dengan cetakan yang lux dan dikontrol oleh para ulama, bahkan setiap orang yang berhaji mendapatkan hadiah satu buah Al-Qur’an.
Negara Saudi juga memiliki kepedulian dan usaha yang besar dalam dakwah di Asia, Afrika dan Eropa, sehingga bermunculanlah pusat-pusat kajian Islam yang secara khusus berdakwah mengajak kepada agama Allah. Merekalah juga yang mencetak buku-buku sunnah dan membagikannya. Kalian sendiri telah menyaksikan, bagaimana seorang yang berhaji kemudian kembali dengan membawa buku-buku Ahlus Sunnah.
SubhaanAllah Yang Maha Agung, jika para pengikut Khawarij tersebut telah mengkafirkan para penguasa yang seperti ini, maka penguasa mana lagi yang tersisa (tidak mereka kafirkan?!), lebih para dari itu, muslim mana bisa selamat dari vonis mereka ini ?! Ini adalah musibah.
Jika yang divonis kafir itu adalah para penguasa muslim, da’i-da’i yang mengajak kepada sunnah dan tauhid [1], dan tidak ada yang berada di sekitar mereka melainkan Ahlus Sunnah atau simpatisannya, maka siapa lagi yang berhak digelari sebagai takfiriyiin (tukang-tukang mengkafirkan kaum muslimin, -pent)??!!
Tidak diragukan lagi, bahwa perilaku seperti itu adalah metode dan cara-cara Khawarij, bahkan inilah agamanya Khawarij. Kita tidak meridhoi apabila seorang muslimn dikafirkan, baik penguasa maupun rakyatnya, dan seandainya ada seorang muslim yang awam di ujung dunia, maka tidak boleh kita mengkafirkannya lantaran kesalahannya.
Adapun, jika ditemukan perbuatan maksiat, maka kita menamainya sebagai pelaku maksiat, yang ahlul bid’ah ya ahlul bid’ah, dan siapa saja yang terjerumus ke dalam kekufuran, melakukannya dan telah tegak atasnya hujjah, maka Ahlus Sunnah memiliki prinsip mengkafirkan siapa saja yang menurut dalil-dalil syariat telah kafir.
Akan tetapi perlu diingat, bahwa Ahlus Sunnah adalah manusia yang paling jauh dari sikap mudah mengkafirkan dan memutlakkan vonis kafir terhadap kaum muslimin. Ini sangat berbeda dengan perilaku kaum Khawarij dan takfiriyiin sekarang ini, berupa penjatuhan vonis kafir terhadap para penguasa muslim, tergesa-gesa dalam memberikan hukum kafir, tanpa bukti dan dalil, bahkan mereka mengkafirkan seorang (ulama) yang umat telah bersepakat atas kemuliaan dan keimanannya
Tidak diragukan lagi bagi para ulama yang mengetahui sunnah Rasulullah, bahwa mereka inilah orang-orang yang menyimpang dari Ahlus Sunnah, dan mereka diatas agama Khawarij [2].
(Soal-jawab dengan Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily, dosen Fakultas Ushuludin Universitas Islam Madinah, pada Daurah Syar’iyyah ke-6 di Kebun Teh Agro Wisata – Lawang)
[Cerkiis.blogspot.com, artikel: almanhaj. Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Vol. 5 No. 2 Edisi 26 – Muharram 1428H. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad As-Salafy Surabaya. Alamat Jl. Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]
Footnote
[1]. Hukum Islam ditegakkan, wanita muslimah dimuliakan dan dihormati dll
[2]. Semoga jawaban ini bisa menjadi bahan renungan bagi siapa saja yang masih ragu untuk menggelari orang-orang yang gampang mengkafirkan kaum muslimin, terlebih Raja Fahd, dengan sebutan takfiri atau khoriji, kemudian segera menjauhinya, dan bukan malah bekerja sama. Perlu diingat vonis takfiri atau khoriji tidak disyaratkan dikenakan hanya kepada orang yang memiliki organisasi teroris tertentu, terbukti ketika fitnah Aman Abdurrahman di Jakarta, yang semula dia sendirian kemudian bisa membentuk komunitas Khawarij tersendiri, apalagi yang bisa mengucurkan dana dan bantuan dan hadiah-hadiah, tentunya lebih tidak kita sangsikan lagi. Hal ini juga tidak memerlukan pengakuan dari pelakunya, karena yang kita perhitungkan adalah perilaku dan sepak terjangnya.
Pertanyaan :
Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily ditanya : Sebagian da’i menyatakan bahwa orang yang mengkafirkan Raja Fahd beserta para raja dan penguasa negara-negara Islam yang lainnya, tidak bisa dihukumi sebagai Takfiri (penganut pemahaman mudah mengkafirkan kaum muslimin,-pent) atau Khoriji (penganut akidah Khowarij,-pent). Maka siapakah yang bisa dinilai sebagai takfiri dan khariji?
Jawaban :
Jika penjatuhan vonis kafir terhadap para penguasa, terlebih jika penguasa tersebut adalah Ahlus Sunnah, demikian juga anugerah Allah berupa para penguasa Kerajaan Saudi Arabia, sedangkan mereka adalah ahli dakwah kepada tauhid, dan dakwah kepada tauhid begitu berjaya di masa mereka, mereka menolong sunnah Rasulullah, mendirikan universitas-universitas, dan kami tidak belajar dan memahami agama kecuali dari universitas-universitas tersebut, yaitu sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan oleh para penguasa tersebut, dan mayoritas dari kalian telah belajar disana. Kita semua juga mengetahui apa dasar dan manhaj universitas-universitas tersebut apakah metode belajar itu terpaksa dibuat oleh penguasa disana, atau memang merupakan ketetapan penguasa disana? Bahkan mereka yang memelihara metode tersebut, sampai-sampai Raja Fahd menjabat kepala Istimewa Universitas Islam, dan universitas tersebut memiliki hubungan langsung dengan Raja.
Inilah bukti betapa tingginya kedudukan universitas tersebut dihadapan para penguasa. Merekalah juga yang telah mencetak Al-Qur’an dengan cetakan yang tiada bandingnya sepanjang sejarah. Saya teringat ketika dahulu masih menjadi mahasiswa, dari waktu ke waktu sering diberitakan, bahwa cetakan Al-Qur’an dari Libanon atau yang lainnya didalamnya terdapat kesalahan, sehingga kita senantiasa bersusah payah untuk membenarkan kekeliruan tersebut, sampai muncul percetakan Al-Qur’an (Raja Fahd) yang mencetak Al-Qur’an dengan cetakan yang lux dan dikontrol oleh para ulama, bahkan setiap orang yang berhaji mendapatkan hadiah satu buah Al-Qur’an.
Negara Saudi juga memiliki kepedulian dan usaha yang besar dalam dakwah di Asia, Afrika dan Eropa, sehingga bermunculanlah pusat-pusat kajian Islam yang secara khusus berdakwah mengajak kepada agama Allah. Merekalah juga yang mencetak buku-buku sunnah dan membagikannya. Kalian sendiri telah menyaksikan, bagaimana seorang yang berhaji kemudian kembali dengan membawa buku-buku Ahlus Sunnah.
SubhaanAllah Yang Maha Agung, jika para pengikut Khawarij tersebut telah mengkafirkan para penguasa yang seperti ini, maka penguasa mana lagi yang tersisa (tidak mereka kafirkan?!), lebih para dari itu, muslim mana bisa selamat dari vonis mereka ini ?! Ini adalah musibah.
Jika yang divonis kafir itu adalah para penguasa muslim, da’i-da’i yang mengajak kepada sunnah dan tauhid [1], dan tidak ada yang berada di sekitar mereka melainkan Ahlus Sunnah atau simpatisannya, maka siapa lagi yang berhak digelari sebagai takfiriyiin (tukang-tukang mengkafirkan kaum muslimin, -pent)??!!
Tidak diragukan lagi, bahwa perilaku seperti itu adalah metode dan cara-cara Khawarij, bahkan inilah agamanya Khawarij. Kita tidak meridhoi apabila seorang muslimn dikafirkan, baik penguasa maupun rakyatnya, dan seandainya ada seorang muslim yang awam di ujung dunia, maka tidak boleh kita mengkafirkannya lantaran kesalahannya.
Adapun, jika ditemukan perbuatan maksiat, maka kita menamainya sebagai pelaku maksiat, yang ahlul bid’ah ya ahlul bid’ah, dan siapa saja yang terjerumus ke dalam kekufuran, melakukannya dan telah tegak atasnya hujjah, maka Ahlus Sunnah memiliki prinsip mengkafirkan siapa saja yang menurut dalil-dalil syariat telah kafir.
Akan tetapi perlu diingat, bahwa Ahlus Sunnah adalah manusia yang paling jauh dari sikap mudah mengkafirkan dan memutlakkan vonis kafir terhadap kaum muslimin. Ini sangat berbeda dengan perilaku kaum Khawarij dan takfiriyiin sekarang ini, berupa penjatuhan vonis kafir terhadap para penguasa muslim, tergesa-gesa dalam memberikan hukum kafir, tanpa bukti dan dalil, bahkan mereka mengkafirkan seorang (ulama) yang umat telah bersepakat atas kemuliaan dan keimanannya
Tidak diragukan lagi bagi para ulama yang mengetahui sunnah Rasulullah, bahwa mereka inilah orang-orang yang menyimpang dari Ahlus Sunnah, dan mereka diatas agama Khawarij [2].
(Soal-jawab dengan Prof. Dr. Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaily, dosen Fakultas Ushuludin Universitas Islam Madinah, pada Daurah Syar’iyyah ke-6 di Kebun Teh Agro Wisata – Lawang)
[Cerkiis.blogspot.com, artikel: almanhaj. Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Vol. 5 No. 2 Edisi 26 – Muharram 1428H. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad As-Salafy Surabaya. Alamat Jl. Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]
Footnote
[1]. Hukum Islam ditegakkan, wanita muslimah dimuliakan dan dihormati dll
[2]. Semoga jawaban ini bisa menjadi bahan renungan bagi siapa saja yang masih ragu untuk menggelari orang-orang yang gampang mengkafirkan kaum muslimin, terlebih Raja Fahd, dengan sebutan takfiri atau khoriji, kemudian segera menjauhinya, dan bukan malah bekerja sama. Perlu diingat vonis takfiri atau khoriji tidak disyaratkan dikenakan hanya kepada orang yang memiliki organisasi teroris tertentu, terbukti ketika fitnah Aman Abdurrahman di Jakarta, yang semula dia sendirian kemudian bisa membentuk komunitas Khawarij tersendiri, apalagi yang bisa mengucurkan dana dan bantuan dan hadiah-hadiah, tentunya lebih tidak kita sangsikan lagi. Hal ini juga tidak memerlukan pengakuan dari pelakunya, karena yang kita perhitungkan adalah perilaku dan sepak terjangnya.