BAHASAN : SIRAH NABI
AKHIR PERANG UHUD
Babak kedua perang Uhud, kaum kuffâr Quraisy terus berusaha menyerang Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dilindungi mati-matian oleh para shahabatnya Radhiyallahu anhum. Seiring dengan peperangan yang belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, para shahabat yang benar-benar beriman dengan kerasulan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai gelisah dan mengkhawatirkan keselamatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam kondisi seperti ini, Allâh Azza wa Jalla menganugerahkan nikmat yang teramat besar kepada mereka yaitu rasa aman dalam wujud rasa ngantuk. Kantuk berat yang tiba-tiba menerpa membuat para shahabat yang sedang membela Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini tertidur sejenak dan pedang-pedang mereka berjatuhan lalu tersadar kembali. Setelah itu, rasa khawatir yang mendera mereka sirna berganti dengan keyakinan dan semangat membela Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin berkobar. Abu Thalhah al Anshâri Radhiyallahu anhu termasuk diantara para shahabat yang diterpa rasa kantuk berat sampai-sampai pedang beliau Radhiyallahu anhu jatuh beberapa kali. Peristiwa menakjubkan ini beliau Radhiyallahu anhu ceritakan sendiri, sebagaimana dalam riwayat Imam Bukhâri [1]
قَالَ كُنْتُ فِيمَنْ تَغَشَّاهُ النُّعَاسُ يَوْمَ أُحُدٍ حَتَّى سَقَطَ سَيْفِي مِنْ يَدِي مِرَارًا يَسْقُطُ وَآخُذُهُ وَيَسْقُطُ فَآخُذُهُ
Abu Thalhah Radhiyallahu anhu mengatakan : saya termasuk diantara yang diterpa rasa kantuk saat perang Uhud sampai-sampai pedang saya jatuh beberapa kali, setiap kali jatuh saya ambil, jatuh lagi saya sambil lagi.
Tentang ni’mat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَىٰ طَائِفَةً مِنْكُمْ
Kemudian setelah kalian berdukacita, Allâh menurunkan kepada kalian rasa aman (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kalian [Ali Imrân/3:154]
Inilah yang dirasakan oleh para shahabat yang benar-benar beriman kepada kerasulan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kondisi sebaliknya dirasakan oleh kaum munafikin yang memutuskan tidak mengikuti tokoh mereka Ibnu Salûl dan memilih ikut terjun ke medan tempur di Uhud. Mereka tidak merasakan ketenangan yang dirasakan oleh kaum Mukminin. Mereka tetap didera kekhawatiran, bukan mengkhawatirkan keselamatan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun mengkhawatirkan keselamatan diri sendiri dan mereka ini mulai dihinggapi rasa putus asa sampai akhirnya berburuk sangka kepada Allâh Azza wa Jalla. Mereka memendam rasa ini dalam hati-hati mereka, namun Allâh Azza wa Jalla membongkar rasa yang mereka rahasiakan. Allâh Azza wa Jalla berfirman.
وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ۖ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ ۗ قُلْ إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ ۗ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لَا يُبْدُونَ لَكَ ۖ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا ۗ قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَىٰ مَضَاجِعِهِمْ ۖ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“…sedang segolongan lagi, (mereka) telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allâh seperti sangkaan jahiliyah[2]. Mereka berkata, “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?”. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allâh”. mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata: “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah: “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allâh (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allâh Maha mengetahui isi hati. [Ali Imrân/3:154]
KAUM KUFFAR PUTUS ASA
Semangat baru yang dirasakan kaum Mukminin membuat perlawanan mereka semakin seru. Tujuan mereka melindungi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menggapai ridha Allâh Azza wa Jalla. Dengan idzin Allâh Azza wa Jalla, akhirnya, mereka berhasil menempatkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada posisi yang lebih aman dari sebelumnya. Keberhasilan ini menimbulkan rasa putus asa di pihak lawan. Mereka merasa kewalahan menghadapi perlawanan kaum Muslimin dan mereka merasa tidak mungkin lagi bisa memenangkan peperangan dengan kemenangan telak. Abu Sufyân, panglima pasukan Quraisy tidak bisa berbuat banyak, dia tampil dengan sombong seraya mengatakan, “Adakah Muhammad diantara kalian ?” Mendengar ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para shahabatnya, “Jangan dijawab!” Abu Sufyân berkata lagi, “Adakah Abu Qahâfah (Abu Bakr) diantara kalian ?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan dijawab!” Abu Sufyan berkata lagi, “Adakah (Umar) bin Khattab diantara kalian ?” Lalu dia melanjutkan ucapannya, “Mereka semua telah terbunuh. Seandainya mereka masih hidup tentu mereka sudah menjawab !” Mendengar ucapan ini Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu tidak mampu menahan dirinya, beliau Radhiyallahu anhu menjawab, “Engkau bohong, wahai musuh Allâh. Semoga Allâh Azza wa Jalla mengekal sesuatu yang membuatmu sedih.” Abu Sufyân mengatakan, “Junjunglah Hubal !” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jawablah perkataannya !” Para shahabat bertanya, “Apa yang harus kami ucapkan ?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allâh Azza wa Jalla itu lebih tinggi dan lebih mulia.” Abu Sufyân berteriak lagi, “Kami memiliki Uzâ sementara kalian tidak memiliki Uzâ.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jawablah!” Para shahabat bertanya, “Apa yang harus kami ucapkan ?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allâh Azza wa Jalla adalah pelindung kami sementara kalian tidak memiliki pelindung.” Abu Sufyân berkata lagi, “Hari ini sebagai balasan perang Badar. Kemenangan dalam peperangan itu bergantian. Kalian akan mendapati perbuatan mutilasi yang tidak pernah aku perintahkan namun juga tidak aku benci!”[3] Dalam riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Ishâq, Umar menjawab, “Tidak sama, teman-teman kami yang meninggal tempatnya di surga sementara teman-teman kalian yang tewas di neraka.”[4]
Setelah itu, kaum Quraisy meninggalkan Uhud dengan membawa barang-barang mereka, meninggalkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sebagian para shahabat yang masih berada di bukit Uhud. Sepeninggal mereka, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat mulai mencari para shahabat yang syahid. Dalam riwayat Imam Bukhâri disebutkan bahwa para shahabat yang syahid dalam peperangan itu sebanyak tujuh puluh orang sementara dari pihak lawan dua puluh tiga orang.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencari jenazah paman beliau Hamzah bin Abdul Mutthalib Radhiyallahu anhu di lembah. Betapa sedih hati beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mendapati jenazah paman beliau dalam keadaan rusak, dimutilasi. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalau seandainya Shafiyah (saudari Hamzah) tidak bersedih dan (saya tidak takut) menjadi sunnah, maka sungguh saya akan biarkan dia sehingga di makan binatang buas atau burung.”[5]
SYUHADA UHUD
Dalam riwayat Imam Bukhâri disebutkan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan dua syuhada’ dalam satu kafan. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan kepada para shahabat, “Siapa yang paling banyak hapal al-Qur’an.” Jika Rasûlullâh diberitahu, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memasukkannya terlebih dahulu ke liang lahat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَنَا شَهِيدٌ عَلَى هَؤُلَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Saya akan menjadi saksi bagi mereka pada hari kiamat.
Kemudian Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para shahabat agar menguburkan para syuhada’ itu dalam keadaan masih berlumuran darah, tidak dishalati dan tanpa dimandikan.[6]
Dalam riwayat Abu Daud dan ulama hadits lainnya disebutkan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk menguburkan para korban ditempat mereka meninggal, termasuk para syuhada’ yang terlanjur dibawa ke Madinah. mereka dikembalikan ke tempat wafatnya dan dikubur disana.[7]
Setelah proses penguburan tuntas, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan para shahabatnya Radhiyallahu anhum kemudian memuji Allâh Azza wa Jalla serta beliau memanjatkan do’a kehadirat Allâh Azza wa Jalla agar Allâh Azza wa Jalla memberikan kenikmatan dunia dan akhirat kepada mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mendo’akan agar orang-orang kafir yang senantiasa mengangap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dusta agar dibinasakan.[8]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberitakan kepada kaum Muslimin keagungan ganjaran yang diraih oleh para syuhada’. Ketika mendengar tangis Fathimah binti Abdullah bin ‘Amr, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَلِمَ تَبْكِي فَمَا زَالَتْ الْمَلَائِكَةُ تُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رُفِعَ
Kenapa dia menangis ? Karena para malaikat senantiasa menaunginya dengan sayap-sayap mereka sampai dia diangkat[9]
Dalam riwayat lain :
تَبْكِيهِ أَوْ لَا تَبْكِيهِ مَا زَالَتْ الْمَلَائِكَةُ تُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوهُ
Ditangisi atau tidak ditangisi, para malaikat tetap menaunginya dengan sayap-sayap mereka sampai kalian mengangkatnya[10]
Para syuhada’ Uhud inilah yang dijelaskan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firmanNya :
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allâh itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Rabb mereka dengan mendapat rezki. [Ali Imran/3:169]
Dalam riwayat Imam Muslim[11] dijelaskan bahwa para shahabat menanyakan makna ayat ini keAbdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu beliau menjawab, “Kami pernah menanyakan hal itu, lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ شَاءَتْ ثُمَّ تَأْوِي إِلَى تِلْكَ الْقَنَادِيلِ فَاطَّلَعَ إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ اطِّلَاعَةً فَقَالَ هَلْ تَشْتَهُونَ شَيْئًا قَالُوا أَيَّ شَيْءٍ نَشْتَهِي وَنَحْنُ نَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ حَيْثُ شِئْنَا فَفَعَلَ ذَلِكَ بِهِمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا رَأَوْا أَنَّهُمْ لَنْ يُتْرَكُوا مِنْ أَنْ يُسْأَلُوا قَالُوا يَا رَبِّ نُرِيدُ أَنْ تَرُدَّ أَرْوَاحَنَا فِي أَجْسَادِنَا حَتَّى نُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ مَرَّةً أُخْرَى فَلَمَّا رَأَى أَنْ لَيْسَ لَهُمْ حَاجَةٌ تُرِكُوا
Jiwa-jiwa mereka (para syuhada’) itu berada dalam burung hijau yang memiliki lentera-lentera yang bergelantungan di ‘Arsy. Burung-burung ini bebas terbang di surga kemudian kembali ke lentera-lentera itu. Kemudian Allâh Azza wa Jalla melihat mereka dan berfirman, “Apakah kalian menginginkan sesuatu ?” Mereka menjawab, “Apalagi yang kami inginkan sementara kami bebas terbang di surga kemanapun kami mau.” Allâh mengulanginya sampai tiga kali. Ketika melihat bahwa mereka harus meminta, akhirnya mereka mengatakan, “Wahai Rabb, kami ingin Engkau mengembalikan ruh-ruh kami ke jasad-jasad kami sehingga bisa terbunuh lagi dijalan-Mu sekali lagi. Ketika Allâh Azza wa Jalla melihat bahwa mereka tidak lagi punya keinginan, akhirnya ditinggalkan.
Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan mati syahid kepada kita semua.
[Http://cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016, artikel: almanhaj]
Footnote
[1]. HR Bukhâri/al Fath, 15/242, no. 4068
[2]. Mereka menyangka bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pengikut beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mati semua, sebagaimana dugaan orang-orang jahiliyyah yang dijelaskan dalam firman Allâh Azza wa Jalla (al-Fath/48:12)
بَلْ ظَنَنْتُمْ أَنْ لَنْ يَنْقَلِبَ الرَّسُولُ وَالْمُؤْمِنُونَ إِلَىٰ أَهْلِيهِمْ أَبَدًا وَزُيِّنَ ذَٰلِكَ فِي قُلُوبِكُمْ وَظَنَنْتُمْ ظَنَّ السَّوْءِ وَكُنْتُمْ قَوْمًا بُورًا
“Tetapi kalian menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka untuk selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kalian memandang baik dalam hatimu persangkaan itu serta kalian telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa. (Lihat Tafsîr Ibnu Katsîr)
[3]. HR Bukhâri, al Fath, 15/227-228, no. 4043
[4]. al-Musnad, 4/209, 6/181 dengan sanad hasan; Ibnu Hisyam, 3/136 tanpa sanad
[5]. HR Ibnu Ishâq dengan sanad munqathi’ (Ibnu Hisyam, 3/138-139). Riwayat ini memiliki banyak syahid (penguat) sehingga derajatnya menjadi shahih lighairihi.
[6]. HR Bukhâri, al-Fath, 15/255, no. 4079
[7]. Sunan Abu Daud, 3/514, no. 3165; Tirmidzi, 5/279, no. 1717 (Tuhfatul Ahwadzi). Imam Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan shahih.”; Ahmad dalam Fathurrabâni, 8/149 dengan sanad shahih; an Nasâ’i, 4/79, no. 2006 dengan sanad hasan, semua perawinya adalah orang yang tsiqah kecuali satu orang yang maqbûl yaitu Nubaih al ‘Anaziy (at-Taqrîb, hlm. 559); dan Ibnu Mâjah, no. 1516
[8]. Do’a beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini dibawakan dengan lengkap dalam Musnad Imam Ahmad, 3/424/ Cetakan al-maktabul Islami dan dalam al Mustadrak karya al Hakim, 3/23. beliau rahimahullah menyatakan riwayat ini shahih dan ini disepakati oleh ad-Dzahabi
[9]. HR Muslim, 4/1917-1918, no. 2471
[10]. HR Bukhâri, al-Fath, 15/255, no.4080 dan 6/141, no. 1244 serta Imam Muslim, 4/1918, no. 2471
[11]. Shahih Muslim, no. 1887