AYAT-AYAT AL-QUR’AN YANG ZHAHIRNYA TERKESAN BERTENTANGAN, WAJIB DIBAWA PENGERTIAN MASING-MASING KEPADA KONDISI DAN KEADAAN YANG SESUAI.
Ayat-ayat al-Qur’ân tidak mungkin ada yang bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Karena al-Qur’ân itu kalamullâh. Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Kalau sekiranya al-Qur`ân itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. [an-Nisâ’/4:82].
Namun tidak dipungkiri, ada beberapa ayat yang zhahirnya terkesan bertentangan. Supaya bisa memahami ayat-ayat yang zhahirnya terkesan bertentangan itu, maka di antara caranya yaitu mengembalikan masing-masing makna kepada kondisi atau keadaan yang sesuai.
Berikut ini beberapa contoh tentang masalah ini dan cara memahaminya :
1. Disebutkan dalam beberapa ayat bahwa Allah Azza wa Jalla tidak akan berbicara dengan orang-orang kafir dan juga tidak melihat mereka pada hari kiamat. Sementara di sebagian yang lain disebutkan Allah Azza wa Jalla berbicara kepada mereka. Untuk bisa memahami dua kondisi yang berbeda ini, maka pengertian berbicara juga memandang yang dinafikan, dibawa kepada pengertian memandang dan pembicaraan yang menyenangkan. Sedangkan pembicaraan yang ditetapkan dibawa pengertiannya kepada pembicaraan yang mengarah kepada penghinaan dan celaan.
2. Dalam sebagian ayat disebutkan bahwa Allah Azza wa Jalla tidak akan menanyai manusia tentang dosa yang mereka perbuat. Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَوْمَئِذٍ لَا يُسْأَلُ عَنْ ذَنْبِهِ إِنْسٌ وَلَا جَانٌّ
“Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya. [ar-Rahmân/55:39]
Sementara dalam ayat lain disebutkan bahwa Allah Azza wa Jalla menanyai mereka. Seperti disebutkan, dalam firman-Nya:
وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ
Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allah menyeru mereka, seraya berkata:”Apakah jawabanmu kepada para rasul? [al-Qashâsh/28:65]
Allah Azza wa Jalla menanyakan tentang semua perbuatan manusia.
Untuk memahami hal ini, maka pengertian pertanyaan yang dinafikan di atas dibawa kepada pertanyaan yang dikemukakan untuk mencari informasi tentang sesuatu yang tidak diketahui. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla sama sekali tidak perlu menanyai mereka, karena ilmu Allah Azza wa Jalla sangat sempurna, Allah Azza wa Jalla mengetahui segala sesuatu, yang nampak ataupun yang tidak nampak, yang besar ataupun yang kecil.
Sedangkan pertanyaan yang ditetapkan keberadaannya, dibawa pengertiannya kepada pertanyaan yang menggiring orang yang ditanya agar mengakui perbuatan-perbuatannya dan pertanyaan yang mengarah kepada penghinaan kepada yang ditanya. Ini juga untuk menunjukkan bahwa Allah Azza wa Jalla menetapkan hukuman bagi mereka sesuai dengan keadilan dan hikmah Allah Azza wa Jalla.
3. disebutkan dalam beberapa ayat bahwa tidak ada hubungan nasab antara manusia pada hari kiamat, sementara di ayat yang lain disebutkan ada hubungan nasab. Hubungan nasab yang diakui ada yaitu hubungan nasab yang terjalin sejak hidup di dunia. Seperti dalam firman Allah Azza wa Jalla :
يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ﴿٣٤﴾وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ
Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya [Abasa/80:34-35]
Sedangkan yang dinafikan yaitu manfaat dari hubungan nasab itu. Karena banyak orang kafir menyangka bahwa hubungan nasab mereka bisa mendatangkan manfaat bagi mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ﴿٨٨﴾إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. [asy-Syu’arâ`/26:88-89]
Semisal dengan ini, disebutkan bahwa ada juga nasab yang bermanfaat di hari kiamat, yaitu bahwa anak-anak kaum Mukminin akan diangkat dan disamakan derajatnya dengan orang tua mereka, meskipun si anak belum mencapai derajat orang tua. Allah Azza wa Jalla mengumpulkan bagi penduduk surga, orang-orang yang baik dari keluarganya seperti orang tua, pasangan dan anak-anak mereka. Hal ini terjadi karena mereka semua beriman dan memiliki watak dasar yang baik.
4. Dalam sebagian ayat, kaum Muslimin dilarang berwalâ’ (loyal) kepada orang-orang kafir. Juga dilarang mencintai atau menjalin hubungan dengan mereka. Sementara di tempat lain, kaum Muslimin diperintahkan berbuat baik kepada yang memiliki hak dan mempergauli mereka dengan baik seperti orang tua yang kafir atau yang semisalnya.
Berikut ini adalah ayat Allah Azza wa Jalla yang menjelaskan dengan gamblang kedua hal di atas. Allah Azza wa Jalla berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ﴿٨﴾لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. [al-Mumtahanah/60:8-9]
Jadi yang dilarang adalah berwalâ’ atau mencintai orang kafir karena agama, sementara perbuatan baik yang diperintahkan yaitu perbuatan baik karena ada hubungan kerabat atau untuk tujuan sosial, dengan catatan tidak menodai agama si pelaku.
Demikianlah beberapa contoh ayat-ayat al-Qur’ân yang zhahirnya terkesan bertentangan dan bagaimana cara memahaminya dengan benar.
(Dikutip dari kitab Al-Qawâidul Hisân, Syaikh Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa`di, Hal 37-41)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII/1430H/2009. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]