Posisi orang yang menasihati seringkali tidak mengenakkan, ketika menasihati pentingnya mentaati orang tua kadang dianggap membela orang tua yang tidak bertangungjawab oleh anak yang menjadi korban kezaliman orang tua, padahal bukan itu maksud dari saudara kita yang menasihati, karena posisi dia sedang menasihati anak, bukan orang tua, tentu ketika menasihati orang tua dia akan menyampaikan betapa besar tanggung jawab dan kewajiban orang tua terhadap anak dan wajibnya memenuhi kewajiban tersebut dan larangan berbuat zalim kepada anak.
Begitu pula ketika menasihati istri untuk taat pada suami, kadang dianggap membela para suami yang semena-mena kepada istrinya, padahal posisinya sedang menasihati istri, bukan suami.
Begitu pula ketika menasihat pentingnya rakyat bersabar terhadap para penguasa, sering diartikan menjilat dan mengamini kezaliman para penguasa, padahal posisinya sedang menasihati rakyat, bukan penguasa.
Ketika mereka menasihati suami dan penguasa tentu tidak akan menggunakan wajibnya taat dan bersabar pada suami dan wajibnya taat dan bersabar pada penguasa tapi wajibnya memenuhi hak istri bagi suami dan memenuhi hak rakyat bagi para penguasa.
Semuanya kembali kepada mindset kita apakah kita siap menerima nasihat atau tidak, atau malah buruk sangka dengan yang menasihati kita, semoga kita dihindarkan dari yang demikian, baarakallahu fiikum . (Noor Akhmad Setiawan)