Jumat, 11 Oktober 2019

Ketika Harus Memilih : Antara Beberapa Maslahat Dan Dua Mudarat


KAIDAH-KAIDAH MEMILIH ANTARA BEBERAPA MASLAHAT DAN DUA MUDHARAT

Oleh Ustadz Dr Erwandi Tarmidzi MA

Kehidupan penuh dengan pilihan antara yang baik dan buruk, antara maslahat dan mafsadat. Dan sangat banyak sekali kaidah-kaidah syar’i yang membantu kita untuk menentukan pilihan.

Berikut ini kami ringkaskan kaidah-kaidah dalam memilih yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Makalah ini diringkas dari disertasi pada jurusan Ushul Fiqih Universitas Islam Muhammad Ibnu Saud, Riyadh KSA.

KAIDAH-KAIDAH MEMILIH ANTARA BEBERAPA MASLAHAT

Kaidah Pertama :

أَفْضَلُ الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ الصَّلاَةُ، ثُمَّ الْقِرَاءَةُ، ثُمَّ الذِّكْرُ

Ibadah badaniyah yang paling utama adalah shalat, kemudian membaca al-Qur’ân, kemudian dzikir [Majmû Fatâwâ, 10/401].

Berlandaskan kaidah di atas, apabila seorang Muslim harus memilih untuk melakukan ibadah badaniyah, maka prioritasnya berdasarkan urutan ini. Urutan ini berdasarkan ijma’ para Ulama.

Kaidah Kedua :

مَا تَعَلَّقَ مِنَ الْوَاجِبَاتِ بِالْحَوَائِجِ الأَصْلِيَّةِ قُدِّمَ عَلَى غَيْرِهِ

Kewajiban yang berkaitan dengan kebutuhan pokok (seperti nafkah untuk diri, isteri dan anak-pent) lebih diutamakan daripada kewajiban lainnya.

Aplikasi Kaidah :

1. Nafkah untuk diri, anak yang fakir, beserta isteri lebih diutamakan daripada membayar utang.

2. Membayar utang lebih diutamakan dari pada kewajiban ibadah harta seperti haji dan zakat.

Kaidah Ketiga :

فَرْضُ الْعَيْنِ مُقَدَّمٌ عَلَى فَرْضِ الْكِفَايَةِ

Fardhu ‘ain lebih didahulukan daripada fardhu kifayah

Aplikasi Kaidah :

1. Seseorang yang mengkhususkan waktunya untuk mengajar agama sehingga tersita waktunya untuk mencari nafkah, maka dibolehkan mengambil nafkahnya dari baitul mâl. Karena mencari nafkah fardhu ‘ain sedangkan mengajar ilmu Islam hukumnya fardhu kifâyah.

2. Nafkah untuk diri, keluarga dan orang tua lebih diutamakan daripada nafkah untuk berjihad.

Kaidah Keempat :

الوَاجِبُ مُقَدَّمٌ عَلَى الْمُسْتَحَبِّ

Ibadah wajib lebih didahulukan daripada ibadah sunat

Aplikasi kaidah :

1. Membayar utang lebih utama daripada bersedekah. Karena membayar hutang hukumnya wajib sementara bersedekah itu hukumnya sunat.

2. Mempelajari ilmu aqidah, tata cara shalat lebih didahulukan daripada menghafal surat yang tidak wajib dihafal dalam al-Qur’ân.

Kaidah Kelima :

مَصْلَحَةُ تَأْلِيْفِ الْقُلُوْبِ أَوْلَى مِنْ فِعْلِ الْمُسْتَحَبَّاتِ

Maslahat menjaga hubungan baik sesama Muslim lebih diutamakan daripada melakukan amalan sunat.

Aplikasi Kaidah :

1. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah Radhiyallahu anhuma,

يَا عَائِشَةُ لَوْلَا أَنَّ قَوْمَكِ حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ لَأَمَرْتُ بِالْبَيْتِ فَهُدِمَ فَأَدْخَلْتُ فِيهِ مَا أُخْرِجَ مِنْهُ وَأَلْزَقْتُهُ بِالْأَرْضِ وَجَعَلْتُ لَهُ بَابَيْنِ بَابًا شَرْقِيًّا وَبَابًا غَرْبِيًّا فَبَلَغْتُ بِهِ أَسَاسَ إِبْرَاهِيمَ

Wahai ‘Aisayh! Kalaulah bukan karena kaummu baru saja meninggalkan kejahiliyahan (dan memeluk Islam), niscaya akan aku perintahkan agar Ka’bah ini dihancurkan lalu (aku akan bangun kembali) dengan memasukkan bagian Ka’bah yang belum mereka masukkan ke Ka’bah (saat pembangunan dulu, disebabkan kekuarangan dana-red) dan aku buatkan dua pintu bagi Ka’bah, satu pintu di sebelah timur dan satu lagi di sebelah barat. Dengan demikian, saya telah membangunnya sesuai dengan pondasi yang dibuat oleh Nabi Ibrahim [HR. al-Bukhâri]

Itulah keinginan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun keinginan itu tidak Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan, bukan karena alas an tidak mampu financial, tapi demi menjaga dan memperbaiki hubungan sesama Muslim yang baru masuk Islam. Dan harus lebih didahulukan daripada amalan sunat.

2. Perkataan Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu ketika dia shalat menjadi ma’mum dan mengikuti Utsmân Radhiyallahu anhu yang shalat di Mina tapi tidak diqashar, padahal nabi selalu shalat di Mina dengan cara qashar. Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan :

الْخِلاَفُ شَرٌّ

Berbeda pendapat adalah suatu keburukan [HR. al-Bukhâri]

3. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dianjurkan seorang imam untuk menjaharkan (mengeraskan-red) bacaan basmalah sebelum membaca al-Fâtihah untuk memperbaiki hubungan dengan jamaah yang sudah terbiasa menjaharkannya, sekalipun yang lebih sunah membacanya dengan sirr (dibaca dengan suara kecil-red)”. [Majmû Fatâwâ, 24/195].

Kaidah Keenam :

مَا يَفُوْتُ وَقْتُهُ مُقَدَّمٌ عَلَى مَا لَا يَفُوْتُ وَقْتُهُ

Amalan yang waktunya akan berlalu harus lebih didahulukan daripada amalan yang waktunya tidak segera berlalu

Aplikasi kaidah :

Apabila seseorang mendengar suara Adzân dikumandangkan sementara dia sedang membaca al-Qur’ân atau sedang berdoa. Dalam hal ini, ada dua ibadah atau lebih, salah satunya akan segera berlalu waktunya sementara ibadah yang lainnya tidak. Dalam kondisi seperti ini, hendaklah dia berhenti dari membaca al-Qur’ân atau dzikir lalu menjawab adzân , karena adzân waktunya akan berlalu dengan berlalunya adzan berbeda dengan membaca al-quran dan berdoa.

KAIDAH-KAIDAH MEMILIH ANTARA DUA MUDHARAT

Kaidah Pertama :

الْفَسَادُ فِي الدِّيْنِ أَعْظَمُ مِنَ الْفَسَادِ فِي الدُّنْيَا

Mafsadat (kerusakan) dalam dien (agama) lebih besar (berbahaya) daripada mafsadat dalam dunia

Hal ini karena kerusakan dalam dien akan berdampak kepada rusaknya dunia, namun tidak sebaliknya. Maksudnya kerusakan pada dunia, tidak mengakibatkan kerusakan pada agama.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allâh, kafir kepada Allâh, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allâh. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” [al-Baqarah/2:217]

Aplikasi kaidah :

Menghadapi ahli bid’ah yang merusak agama lebih penting daripada menghadapi para perampok yang merusak dunia.

Kaidah Kedua :

تُدْفَعُ الْمَفْسَدَةُ الْعَامَّةُ، بِإِيْقَاعِ الْمَفْسَدَةِ الْخَاصَّةِ

Mudharat yang menimpa orang banyak harus ditolak sekalipun dengan menimbulkan mudharat lain pada sekelompok orang.

Aplikasi Kaidah :

Dalam keadaan tertentu menjadi wajib hukumnya bagi pihak yang berwenang untuk menetapkan harga barang, sekalipun kebijakan tersebut membuat para pedagang mendapat mudharat dengan keuntungan yang lebih kecil. Akan tetapi ini bertujuan untuk menolak mudharat yang lebih besar bagi khalayak ramai agar bahan pokok tidak dipermainkan harganya oleh para pedagang maka diambil kebijakan penetapan harga.

Inilah beberapa contoh kaidah yang bisa dijadikan landasan dan pedoman ketika harus memilih salah satu dari sekian banyak pilihan yang terkadang membingungkan.

Semoga sajian ini bermanfaat.

[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus 11/Tahun XVII/1435H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57773 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]