AKIBAT BURUK ORANG YANG MENCELA DAN MEMPEROLOK-OLOK RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALAM
Oleh Syaikh Dr Muhammad bin Musa Alu Nashr
Mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. adalah wajib, dan mengikuti beliau hukumnya wajib, menghormatinya wajib, memuliakannya wajib, mengagungkan sunnahnya wajib. Barangsiapa meremehkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada waktu hidup atau setelah wafat melalui ungkapan, atau dengan isyarat, atau dengan cerita, maka dia telah kafir kepada Allah dan amalannya terhapuskan. Dan dia berhak mendapatkan hukuman yang menghentikannya (dari perbuatan itu), darahnya pun menjadi halal.
Oleh karena itulah para ulama kita, ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah menetapkan, bahwa barangsiapa memperolok-olok Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau melecehkannya, atau merendahkannya, maka dia kafir, dia boleh dibunuh. Dan para ulama berselisih, apakah dia punya kesempatan bertaubat dan dimintai untuk bertaubat atau tidak.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menetapkan dalam Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, bahwa orang itu tidak berhak bertaubat setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena hak beliau tetap berlaku. Adapun hak Allah, seandainya seseorang mencela Rabb atau agama, kemudian bertaubat, maka ini antara dia dengan Allah. Adapun berhubungan dengan orang yang mencela Rasul, maka dia, walaupun bertaubat, tidaklah gugur hak Rasul. Sebab dia telah melontarkan gangguan kepada beliau. Menyakiti Rasul sudah ada sejak dahulu, bahkan menyakiti para nabi juga terjadi sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلُُ مِّن قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَاكُذِّبُوا وَأُوذُوا
Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka. [al An’am/6 : 34]
Allah Azza wa Jalla memberitakan istihza’ (olokan) kaum Nuh terhadap beliau:
وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلأٌ مِّن قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِن تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ
Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. Nuh berkata : “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami)”. [Huud/11 : 38].
Allah Azza wa Jalla memberitakan tentang mujrimin (orang-orang yang banyak berbuat dosa) yang mengedipkan mata dan mencela kaum mukminin.
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يَضْحَكُونَ . وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Apabila orang-orang beriman berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. [al Muthaffifin/83 : 29-30]
Celaan ini terjadi. Orang Islam di masa sekarang menjadi komunitas asing di antara manusia. Jika engkau berpegang teguh dengan Sunnah, terkadang orang yang paling dekat denganmu memperolok-olokmu. Engkau mungkin mendapatkan cemoohan dari keluargamu, kerabatmu, dan saudara-saudaramu. Akan tetapi, ada perbedaan antara yang diperolok-olok dan dicemooh itu seorang manusia biasa, dengan yang diperolok-oloknya itu adalah Allah Azza wa Jalla, kitab Allah, agama Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini merupakan bentuk kekafiran. Dalil hal ini adalah firman Allah Azza wa Jalla (di dalam surat at Taubah). Yaitu ketika ada sekelompok orang-orang munafik membicarakan tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tentang para sahabat beliau, maka Allah Azza wa Jalla menurunkan tentang mereka al Qur`an, lalu mereka datang meminta ma’af (beralasan): “Sesungguhnya kami hanyalah berbincang dan bersenda gurau, maka Allah Azza wa Jalla membantah mereka dengan firmanNya:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ﴿٦٥﴾لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya, kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. [at-Taubah/9 : 65-66].
Karenanya, hendaklah berhati-hati. Jangan sampai engkau memperolok-olok agama, al Qur`an, Allah dan Rasulullah. Karena semua tindakan ini merupakan kekafiran.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih dari hadits Anas:
Dahulu ada di antara kami seorang laki-laki dari Bani Najjar yang menyusul Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu duduk kepadanya, untuk menghafal surat al Baqarah dan Ali Imran, dan dia menulis untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia bergabung dengan orang-orang Romawi, -yaitu menjadi kafir- dan mulai membuat-buat kebohongan atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengatakan: “Muhammad tidak mengetahui apa-apa dari al Qur’an, sesungguhnya akulah yang menuliskan untuknya”. Namun tidaklah dia hidup, kecuali sehari atau dua hari saja, dia mati, Allah Azza wa Jalla membunuhnya.
Orang-orang Romawi menghendaki untuk menguburnya, di dalam bumi. Mereka menggali lubang kubur baginya. Kemudian bumi memuntahkannya dari dalam tanah. Mereka mengatakan: “Mungkin kawan-kawan Muhammad mengeluarkannya”. Mereka menggali lubang kubur lagi baginya dengan dalam. Namun bumi memuntahkannya lagi. Mereka lalu mengatakan: “Mungkin kawan-kawan Muhammad mengeluarkannya”. Mereka membuat lubang kubur yang ketiga baginya dengan sangat dalam. Namun bumi memuntahkannya lagi. Maka mereka mengetahui bahwa perkara ini bukanlah dari para sahabat Nabi Radhiyallahu ‘anhum. Mereka meninggalkannya terlantar.[1]
Karena dia mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, menuduh beliau berdusta, menuduh Rasulullah membuat-buat al Qur’an ini, dan bahwa tidak ada sesuatu pada Muhammad kecuali yang dia tulis untuknya. Maka lihatlah, apa yang Allah Azza wa Jalla lakukan terhadapnya? Allah Azza wa Jalla membunuhnya, kemudian Dia menjadikannya sebagai ayat (tanda kekuasaan Allah) dan ‘ibrah (pelajaran), sebagaimana Dia Azza wa Jalla menjadikan Fir’aun sebagai ayat dan ‘ibrah.
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ ءَايَة ً
(Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu. – [Yunus/10 : 92]- akan tetapi, mereka tidak mengambil pelajaran dan nasihat.
Inilah akibat buruk orang yang mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, membuat-buat kedustaan dan memperolok-olok beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kisah tentang ini banyak, bahkan sangat banyak. Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul berkata:
لَأَخْرَجَنَّ اْلأَعَزُّ مِنْهَا اْلأَذَلَّ َ
(Sesungguhnya orang yang kuat [mulia] akan mengusir orang-orang yang lemah [hina] dari kota Madinah).[2]
Yang dia maksudkan dengan “orang yang kuat (mulia)” adalah dirinya sendiri, dan “orang yang lemah (hina)” adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. maksudnya dia akan mengusir beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Madinah.
Maka datanglah Abdullah (seorang sahabat yang beriman, anak Abdullah bin Ubay Si Munafik) kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata: “Wahai, Rasulullah. Telah sampai berita kepadaku, bahwa engkau hendak membunuh Abdullah bin Ubay (yakni bapaknya sendiri, seorang munafik). Sesungguhnya orang-orang Anshar telah mengetahui, bahwa aku adalah orang yang paling berbakti di antara mereka kepada kedua orang tuanya. Jika engkau benar-benar harus membunuhnya, maka perintahkan aku untuk membunuhnya. Karena aku khawatir, jika orang lain yang membunuhnya, aku tidak akan membiarkan pembunuh itu berjalan (bebas), sehingga aku akan membunuh seorang muslim dengan sebab membunuh orang kafir.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”justru kita akan bersahabat dengannya dengan sebaik-baiknya.”
Tatkala bapaknya, bapak Abdullah, telah datang untuk masuk kota Madinah, dia (Abdullah si anak) menghadangnya di jalan, dia mengatakan: “Berhentilah di tempatmu! Hari ini aku benar-benar akan mengetahui, siapakah yang paling mulia, dan siapakah yang paling hina?”.
Bapaknya berkata,”Celaka engkau, kenapa kau?”
Anaknya mengatakan: “Engkau mengatakan begini dan begini? Hari ini aku benar-benar akan mengetahui, siapakah yang paling mulia, dan siapakah yang paling hina. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah paling mulia, dan engkau yang paling hina”. Dia menghalanginya masuk, sehingga bapaknya itu mengutus seseorang untuk mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Rasulullah bersabda: “Biarkan dia,” Abdullah berkata,”Adapun setelah datang perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka “ya”, diapun mengizinkannya masuk setelah ada izin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian tidaklah Abdullah, Si Munafik itu, hidup beberapa hari sampai akhirnya sakit perut lalu mati. Demikianlah sunatullah (ketetapan Allah) terhadap orang yang mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika salah seorang penguasa Mongol menghendaki untuk masuk Kristen, dia mengumpulkan banyak sekali manusia. Seorang uskup Nashrani datang untuk mengkristenkan penguasa itu. Uskup itu mulai mencela Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di tempat itu ada seekor anjing yang diikat, anjing itu mulai menggonggong, dan memutuskan talinya, dan menyerang orang Nashrani tersebut. Maka orang-orang pun melindunginya dan mengeluarkan anjing itu, dan kembali mengikatnya.
Mereka mengatakan : “Anjing itu menyalak kepadamu, karena engkau mencela Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam“.
Dia mengatakan: “Tidak, itu hanyalah seekor anjing seperti anjing-anjing yang lain. Ia menyalak kepadaku dan kepada orang selainku”.
Kemudian mereka mengikat anjing itu lagi dan mengencangkan ikatannya. Kemudian Nashrani itu mengulangi mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anjing itu menyalak lagi dan memutuskan talinya. Kemudian menuju ke arah orang Nashrani tadi dan menggigitnya pada bagian lehernya, sampai anjing itu membunuhnya. Maka masuk Islamlah -sebagaimana dikatakan oleh al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani- empat puluh ribu orang Nashrani setelah peristiwa ini. Tatkala mereka melihat apa yang Allah lakukan terhadap orang Nashrani yang mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang-orang kafir sekarang ini yang mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka ingin melecehkan dan merendahkan umat Islam. Karena mereka melihat – sangat disayangkan – umat Islam saling berpecah-belah dan terbelakang. Mereka melihat banyak negara-negara Islam saling berperang. Setiap negara mengikuti negara-negara lain dan berusaha menjadikan mereka ridha melebihi usaha mereka dalam menggapai ridha Allah.
Sebabnya, umat Islam tidak memiliki keteguhan, kehendak, dan mereka itu orang-orang yang lemah. Walaupun umat Islam memiliki potensi yang sangat besar, harta benda, minyak bumi, dan lainnya, tetapi mereka tidak menggunakannya untuk memerangi musuh-musuh mereka.
Lantaran itu, orang-orang kafir itu berani menulis, menggambar karikatur Nabi, dan koran-koran Eropa menerbitkan pelecehan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akan tetapi, ketika mereka melihat reaksi masyarakat dan umat ini –segala puji bagi Allah- masih tetap merasa memiliki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan cinta kepada Rasulullah, memuliakan Rasulullah, dan tatkala mereka telah melihat dilakukannya pemutusan hubungan bilateral, yang menimbulkan akibat-akibat (yang buruk) pada mereka, menyaksikan antusiasme manusia untuk mengingkari, saat mereka melihat bangsa-bangsa tidak meridhainya, dan melakukan pemutusan hubungan terhadap negaranya, dan berhasil mendatangkan pengaruh, mereka takut dan gelisah. Sebab mereka adalah bangsa yang menyembah dolar (uang), menyembah harta. Mereka pun mulai minta ma’af.
Sebenarnya, mereka ingin menguji hati umat ini, apakah umat ini memiliki kelezatan ruh keimanan, semangat untuk agamanya, atau apakah umat ini telah mati, tidak hidup, dengan demikian mereka akan berpindah menuju fase setelahnya.
Dan –segala puji hanya bagi Allah- kemenangan adalah bagi pemimpin orang-orang Muhajirin dan Anshar, bagi Nabi yang terpilih, beliau seorang yang mulia di seluruh alam. Adanya pemutusan hubungan, menampakkan (kemarahan), dan protes, ini semua menunjukkan bahwa umat ini tetap memiliki kebaikan dan mencintai agamanya.
Sesungguhnya agama merupakan garis merah, iman merupakan garis merah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah garis merah, tidak boleh dilangkahi dan dan tidak boleh dilanggar.
إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ
Sesungguhnya orang-orang yang membeci kamu, dialah yang terputus. [al Kautsar/108 : 3]
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah meninggikan kedudukan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam di seluruh alam. Dan Allah dari atas ‘ArsyNya menjamin (pembalasan) terhadap orang-orang yang memperolok-olok, sebagaimana firmanNya :
إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِءِينَ
Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokan (kamu). [al Hijr/15 : 95].
Dan firmanNya:
فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Maka Allah akan memelihara kamu (wahai Rasul) dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al Baqarah/2 : 137].
Maka jika ada orang yang mencela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perkataan atau dengan perbuatan, atau dengan isyarat, maka Allah yaang akan menanganinya. Allah akan menyiksanya di dunia, sebelum di siksa di akhirat. Karena Allah telah menjanjikan siksaan pedih terhadap orang-orang yang memperolok-olok, dengan laknat, dijauhkan dari rahmatNya. Allah yang menjamin (siksaan) terhadap mereka, dan Dia telah melakukan pada setiap waktu.
Oleh sebab itu, kita berharap kepada Allah untuk membalas terhadap orang-orang yang memperolok-olok beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang Denmark, orang-orang Perancis, orang-orang Norwegia, dan dan lain-lain. Kita berharap agar Allah Azza wa Jalla membalas mereka semua untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar Dia mengembalikan umat Islam dengan sebaik-baiknya kepada agama mereka. Dan ini merupakan reaksi terbesar terhadap mereka, yaitu kita berpegang teguh kepada agama kita, kita berpegang teguh kepada Sunnah Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang yang dipilih oleh Allah Azza wa Jalla. Kita menghidupkan sirah (perjalanan) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam rumah-rumah kita, dan di antara anak-anak kita. Kita ajarkan sirah kepada anak-anak kita. Kita keluarkan harta kita untuk menyebarkan Islam, dan untuk menerjemahkan sirah Nabi kepada bahasa-bahasa yang lain di seluruh dunia ini. Agar kita mengenalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akhlak beliau kepada manusia, dan kita memperkenalkan kepada orang-orang yang bodoh itu, siapakah orang yang mereka cela dan perolok-olok itu.
Tidaklah mengherankan, jika kita dapati sebagian orang-orang yang insyaf dari orang-orang Barat yang mengagungkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga salah seorang dari mereka menyusun sebuah buku 100 Tokoh di Dalam Sejarah, dia menjadikan tokoh yang pertama kali adalah Nabi Muhammad, Rasul agama Islam Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [3]
Karenanya, termasuk kesalahan, apabila kita menzhalimi orang-orang lain yang tidak bersalah, membakar gereja-gereja, mengebom dan merobohkan kantor-kantor kedutaan, ini merupakan kesalahan.
Konsistensi kita terhadap Islam, pengagungan kita terhadap Sunnah, ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tahkiim (berhukum) terhadap syari’at Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan reaksi paling penting. Juga kita mempergunakan anugerah yang Allah berikan kepada kita yang berupa kekuatan dan kemampuan serta harta, dalam memutuskan hubungan dengan mereka merupakan reaksi penting terhadap mereka.
Kita mohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menampakkan kekuatanNya kepada musuh-musuh kita, dan agar Dia menolong Islam dan umat Islam, menghinakan musuh-musuh agama, menerima syafa’at Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kita, penghulu orang-orang dahulu dan kemudian, dan shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad dan keluarga beliau.
(Dkutip dari ceramah Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr (Makna Syahadat), di masjid kampus ITS (Institut Tehnologi Sepuluh November) Surabaya, Kamis, 16 Februari 2006 M. Diterjemahkan oleh Abu Isma’il Muslim Atsari)
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Footnote
[1]. Syaikh meriwayatkannya dengan makna, inilah lafazh hadits tersebut:
كَانَ مِنَّا رَجُلٌ مِنْ بَنِي النَّجَّارِ قَدْ قَرَأَ الْبَقَرَةَ وَآلَ عِمْرَانَ وَكَانَ يَكْتُبُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْطَلَقَ هَارِبًا حَتَّى لَحِقَ بِأَهْلِ الْكِتَابِ قَالَ فَرَفَعُوهُ قَالُوا هَذَا قَدْ كَانَ يَكْتُبُ لِمُحَمَّدٍ فَأُعْجِبُوا بِهِ فَمَا لَبِثَ أَنْ قَصَمَ اللَّهُعُنُقَهُ فِيهِمْ فَحَفَرُوا لَهُ فَوَارَوْهُ فَأَصْبَحَتْ الْأَرْضُ قَدْ نَبَذَتْهُ عَلَى وَجْهِهَا ثُمَّ عَادُوا فَحَفَرُوا لَهُ فَوَارَوْهُ فَأَصْبَحَتْ الْأَرْضُ قَدْ نَبَذَتْهُ عَلَى وَجْهِهَا ثُمَّ عَادُوا فَحَفَرُوا لَهُ فَوَارَوْهُ فَأَصْبَحَتْ الْأَرْضُ قَدْ نَبَذَتْهُ عَلَى وَجْهِهَا فَتَرَكُوهُ مَنْبُوذًا
Dahulu ada di antara kami seorang laki-laki dari Bani Najjar telah menghafal surat al Baqarah dan Ali Imran, dan dia menulis untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia kabur dan bergabung dengan Ahli Kitab. Maka mereka mengagungkannya. Mereka mengatakan: “Orang ini dahulu menulis untuk Muhammad”. Mereka dibuat kagum dengannya. Namun tidaklah dia hidup lama sampai Allah menghancurkan lehernya di tengah-tengah mereka. Maka mereka menggali lubang kubur baginya, lalu menimbunnya. Tetapi pada waktu pagi, bumi telah memuntahkannya di atas permukaan tanah. Kemudian mereka mengulangi. Mereka menggali lubang kubur baginya, lalu menimbunnya. Tetapi pada waktu pagi, bumi telah memuntahkannya di atas permukaan tanah. Kemudian mereka mengulangi. Mereka menggali lubang kubur baginya, lalu menimbunnya. Tetapi pada waktu pagi, bumi telah memuntahkannya di atas permukaan tanah. Maka mereka meninggalkannya terlantar. [HR Muslim, no. 2781; Ahmad]. (Pent).
[2]. Perkataan orang munafik ini Allah abadikan di dalam al Qur`an, surat al Munafiqun ayat 8. (Pent).
[3]. Penyusun buku tersebut adalah Michael H. Hart dari Amerika. (Pent).