➡ Fatwa Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh rahimahullah
“Dari Muhammad bin Ibrahim. Kepada yang Yang Mulia Pangeran Kholid bin Su’ud, pimpinan Dewan Kerajaan yang terhormat. Assalamu ’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selanjutnya :
Kami telah menerima surat Paduka Yang Mulia (No. 36/4/5– d, tertanggal 21/1/1382 H) beserta lampirannya yang berisi permohonan kepada Raja Yang Mulia dari seorang yang bernama Muhammad bin Abdul Hamid Al-Qodiry, Syah Muhammad Nurani, Abdus Salam Al-Qodiry, dan Su’ud Ahmad Dahlawi tentang pengajuan proposal bantuan untuk kegiatan perkumpulan mereka yang mereka namakan “Kulliyatud Da’wah wat Tabligh Al-Islamiyyah (Jama’ah Tabligh)“, demikian pula beberapa buah kitab kecil yang dilampirkan bersama surat permohonan mereka. Maka kami memaparkan kepada Yang Mulia bahwa perkumpulan ini tidak ada kebaikan di dalamnya karena merupakan organisasi bid’ah dan kesesatan. Dengan membaca kitab-kitab kecil yang dilampirkan bersama surat permohonan mereka, kami mendapati semua kitab-kitab kecil itu mengandung kesesatan, bid’ah, ajakan untuk menyembah kuburan dan kesyirikan. Semua itu merupakan perkara yang tidak bisa didiamkan. Karenanya, kami akan bangkit -insya Allah- untuk membantahnya sehingga bisa tersingkap kesesatannya dan terhalang kebatilannya. Kami memohon kepada Allah agar menolong agama-Nya dan mengangkat Kalimat-Nya. Wassalamu ’ alaikum warahmatullah”. (S-M-405, tertanggal 29/1/1382 H ) [Lihat Al-Qoul Al-Baligh fit Tahdzir min Jama’ah At-Tabligh (hal. 289) karya Asy- Syaikh Hamud At-Tuwaijiry rahimahullah. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir, Lc hafizhahullah:
Apa yang dinyatakan Syaikh –rahimahullah- merupakan waqi’ (realita) yang sulit diingkari. Kita yang berada di Indonesia menjadi saksi hidup atas ucapan beliau. [ed]
➡ Fatwa Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
Pertanyaan : Samahatusy Syaikh, gerakan Ikhwanul Muslimin telah memasuki kerajaan (Saudi Arabia) sejak beberapa waktu yang lalu. Mereka telah memiliki berbagai kegiatan di tengah-tengah para penuntut ilmu . Bagaimana pendapatmu tentang gerakan itu? Dan seberapa jauh hubungannya dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah?
Jawaban : “Gerakan Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh khawas (orang-orang khusus) ahli ilmu, karena mereka tidak memiliki kegiatan dakwah kepada tauhid (secara hakiki) dan tidak mengingkari kesyirikan serta bid’ah-bid’ah. Mereka memiliki cara-cara khusus yang menyebabkan kurangnya kegiatan mereka berdakwah kepada Allah dan tidak adanya pengarahan kepada aqidah yang benar sebagaimana seharusnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sepatutnya bagi Ikhwanul Muslimin untuk memiliki perhatian kepada dakwah salafiyah, yaitu dakwah kepada tauhid, pengingkaran terhadap peribadahan kepada kuburan, bergantungnya hati kepada orang yang sudah mati, istighatsah (meminta tolong saat tertimpa musibah) kepada penghuni kubur, seperti kepada Husain, Hasan, Badawy dan yang semisalnya. Wajib atas mereka memiliki perhatian terhadap perkara yang sangat mendasar ini, karena ia adalah dasar agama ini dan ajakan pertama Nabi –shallallahu’alaihi wa sallam- di Makkah. Beliau mengajak untuk mengesakan Allah dan mengajak kepada makna Laa Ilaaha Illallah (tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah) .
Kebanyakan para Ulama mengkritik mereka karena masalah ini, yaitu tidak adanya semangat mereka untuk berdakwah kepada tauhidullah dan memurnikan ibadah kepada-Nya serta pengingkaran kepada sesuatu yang telah diada-adakan oleh orang-orang bodoh, seperti bergantung kepada orang-orang mati, ber-istighatsah kepada mereka, karena hal ini adalah merupakan syirik besar.
Demikian pula, para Ulama mengeritik mereka karena tidak adanya perhatian mereka (secara hakiki) terhadap sunnah, ittiba’ (berteladan) kepadanya dan tidak adanya perhatian terhadap hadits yang mulia dan manhaj salaful ummah dalam hukum-hukum syari’at. Masih banyak lagi permasalahan lain yang aku dengar dari saudara-saudaraku (para Ulama) yang mengkritik mereka. Semoga Allah memberikan taufiq (hidayah) kepada mereka, membantu mereka (untuk bertaubat) dan memperbaiki keadaan mereka. ” [Dinukil dari Al-Majallah, (no. 806) melalui artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Asy- Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah– pernah ditanya tentang Jama’ah Tabligh.
Penanya itu berkata, Syaikh yang mulia, kami telah mendengarkan adanya Jama’ah Tabligh dan usaha dakwah mereka. Apakah anda menyarankan kami untuk bergabung dalam Jama’ah ini? Saya mengharapkan pengarahan dan nasehat. Semoga Allah memperbesar balasan pahala anda”.
Beliau menjawab , “Setiap orang yang mengajak dan berdakwah ke jalan Allah, maka ia itu disebut muballigh (penyampai dakwah) berdasarkan hadits [“Sampaikanlah dariku walau sebuah ayat”]. Akan tetapi Jama’ah Tabligh yang terkenal berasal dari India, mereka itu memiliki khurafat, beberapa macam bid’ah dan kesyirikan. Maka tidak boleh seorang KHURUJ (keluar berdakwah) bersama mereka, kecuali jika ia memiliki ilmu, maka dia boleh keluar untuk mengingkari dan mengajari mereka. Adapun jika ia keluar hanya sekedar ikut-ikutan dengan mereka, maka tidak boleh. Karena mereka itu memiliki khurafat, kekeliruan, dan sedikit ilmunya. Akan tetapi, jika Jama’ah Tabligh, ada orang selain dari (jama’ah) mereka yang memiliki ilmu dan bashirah, maka ia boleh keluar bersama mereka untuk berdakwah di Jalan Allah, atau misalnya ada orang yang memiliki ilmu dan bashirah, ia boleh keluar bersama mereka agar bisa memberikan keterangan, pengingkaran, pengarahan menuju kebaikan, dan pengajaran terhadap mereka sampai mereka mau meninggalkan madzhab mereka yang batil, dan memilih madzhab Ahlis Sunnah Wal Jama’ah”.
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir Lc, hafizhahullah:
Semoga Allah merahmati Syaikh. Andaikan mereka itu mau menerima nasihat dan pengarahan dari para Ulama atau orang yang menasihati mereka, sehingga bert au bat dari bid’ahnya, niscaya tidak ada masalah keluar berdakwah bersama mereka. Hanya sayangnya realita menguatkan bahwa mereka itu tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan mereka, karena kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya pengikutan mereka terhadap bid’ah mereka. Andaikan mereka itu mau menerima nasihat para ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil, lalu menempuh jalan Ahli Tauhid dan Sunnah. [ed]
Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah– ditanya, “Semoga Allah memperbaiki kondisi Anda. Hadits Nabi -shallallahu‘alaihi wa sallam tentang perpecahan umat yang berbunyi: [“Umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan kecuali satu”]. Apakah Jama’ah Tabligh dengan berbagai macam kesyirikan dan bid’ah yang mereka kerjakan, dan Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimun dengan berbagai macam hal yang ada pada mereka berupa perpecahan, membelot, tidak taat dan tidak mendengar terhadap pemerintah. Apakah kedua kelompok ini termasuk 72 golongan yang binasa tersebut ?
Beliau -semoga Allah Ta’ala mengampuni dan meliputi beliau dengan rahmatNya- menjawab: “Masuk dalam 72 golongan. Semua orang yang menyelisihi aqidah Ahlis Sunnah masuk dalam 72 golongan tersebut. Yang dimaksud dengan (Ummatku) adalah Umat Ijabah (yang menerima dakwah Islam) dan mau mengikutinya, jumlahnya ada 73 golongan, hanya saja ada satu golongan yang selamat karena mau mengikuti beliau dan istiqomah di atas agamanya. 72 golongan di antara mereka ada yang kafir, pelaku maksiat dan ahli bid’ah dengan berbagai macam coraknya”.
Penanya menimpali : “Maksudnya kedua kelompok ini masuk dalam kategori 72 golongan tersebut?”
Beliau menjawab : “Ya, keduanya masuk dalam kategori 72 golongan tersebut, begitu juga Murji’ah dan lainnya, Murji’ah dan Khowarij. Sebagian ulama’ memandang bahwa Khowarij termasuk golongan yang telah keluar dari Islam, tapi masuk dalam kategori 72 golongan tersebut”. [Transkrip Rekaman Tanya Jawab Pelajaran “Syarh Al-Muntaqo” 1419 H. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir Lc, hafizhahullah tentang Fatwa Lama Syaikh Ibnu Baz rahimahullah yang Merekomendasikan Jama’ah Tabligh:
Sebenarnya Jama’ah Tabligh tidak layak berpegang dengan fatwa Syaikh bin Baaz, sebab -menurut JT- Syaikh bin Baaz adalah WAHHABI. Sedang WAHHABI dalam pandangan JT adalah kaum yang menyimpang dan sesat. Lalu mengapa mereka kesana-kemari membawa fatwa lama Syaikh Baaz yang telah terhapus dengan adanya fatwa di atas??! Jawabnya, karena di dalam fatwa lama itu ada dukungan bagi mereka, menurut pandangan mereka. Tuduhan sesatnya WAHHABI alias Ahlus Sunnah Salafiyyun secara sharahah (terang-terangan) telah dinyatakan oleh Jama’ah Tabligh, seperti Dua Penulis JT (Ustadz Adil Akhyar dan Ustadz Muslim Al-Bukhori) dalam buku mereka yang berjudul “Quo Vadis, Hendak Ke Mana Salafy”, cet. Pustaka Zadul Ma’ad, Bandung. Perlu juga diketahui bahwa di dalam buku JT ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah adalah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah!! Ini tentunya salah, sebab kedua paham sesat ini baru muncul setelah lama meninggalnya Nabi –Shollallahu alaihi wa sallam– dan para sahabat!!! Selain itu, kedua paham ini banyak menyelisihi manhaj Salaf dalam bab Asmaa’ wash shifat. Oleh karena itu, kami heran jika ada yang menyatakan bahwa JT adalah Ahlus Sunnah, sementara mereka berlepas diri dari manhaj salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Afiiquu yaa syabaabal shohwah min naumikum… [ed]
➡ Fatwa Muhadditsul ‘Ashr Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah
Asy-Syaikh Al-Albani -rahimahullah- berkata dalam kaset yang berjudul “Muhawarah ma’a Ahadi Atba’i Muhammad Surur”: “Tidak benar jika dikatakan bahwa Ikhwanul Muslimin termasuk Ahlus Sunnah, karena mereka justru memerangi Sunnah”.
Link Video: https://www.youtube.com/watch?v=d20Zb6JpAAA
Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah– juga pernah ditanya, “Apa pendapat anda tentang Jama’ah Tabligh. Apakah boleh bagi seorang tholibul ilmi (penuntut ilmu) atau yang lainnya keluar bersama mereka (Jama’ah Tabligh) dengan dalih berdakwah ke jalan Allah?
Beliau menjawab, “Jama’ah Tabligh tidak berdiri di atas manhaj Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya shallallahu‘alaihi wa sallam dan manhaj As- Salafus Shalih. Jika demikian halnya, maka tidak boleh keluar berdakwah bersama mereka karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita di dalam menyampaikan dan mendakwahkan manhaj As- Salafus Shalih. Hanya seorang alim-lah yang boleh keluar berdakwah di jalan Allah, adapun orang-orang yang keluar berdakwah bersama mereka (Jama’ah Tabligh), maka kewajiban mereka adalah tetap tinggal di negara mereka dan belajar di masjid-masjid mereka sehingga bisa berbuah dari tangan-tangan mereka ulama yang mampu berdakwah di jalan Allah. Jika keadaannya masih seperti itu, maka para penuntut ilmu harus mengajak mereka untuk mempelajari Kitabullah dan Sunnah serta mengajak manusia kepada Sunnah di negara mereka masing-masing.
Mereka (Jama’ah Tabligh) tidak punya perhatian untuk berdakwah kepada Kitabullah dan Sunnah sebagai prinsip umum. Bahkan mereka menganggap dakwah seperti ini sebagai pemecah-belah. Karenanya, mereka layaknya seperti Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimin.
Mereka berkata bahwa dakwah mereka tegak di atas Al-Kitab dan Sunnah, tapi ini hanya sekedar pengakuan saja. Mereka itu tidak dikumpulkan oleh suatu aqidah apapun. Orang ini beraqidah Maturidiyah, yang ini Asy’ariyah, yang ini Sufi dan yang lainnya tidak ada madzhabnya.
Hal ini bisa terjadi karena dakwah mereka dibangun di atas suatu prinsip: “Mari bersatu, kemudian belajar ilmu”, sedangkan pada hakekatnya mereka itu tidak punya ilmu pengetahuan. Telah berlalu pada mereka lebih dari setengah abad, namun tidak ada seorang Ulama pun di antara mereka.
Adapun kami, maka kami katakan, “Belajarlah dulu, baru berkumpul” sehingga berkumpul itu dibangun berdasarkan prinsip yang tidak ada perselisihannya di dalamnya.
Jadi, dakwah Jama’ah Tabligh merupakan dakwah Neo-shufiyyah (Sufi Moderen), hanya mengajak orang ke akhlak, adapun usaha memperbaiki aqidah masyarakat, maka mereka hanya berdiam-diri dan tidak berusaha. Karena ini (dakwah kepada aqidah yang benar) menurut sangkaan mereka bisa memecah belah umat. Telah terjadi surat-menyurat antara Saudara Sa’ad Al-Hushoin dengan Pemimpin Jama’ah Tabligh di India atau Pakistan, melalui surat itu terbukti bahwa mereka (Jama’ah Tabligh) menetapkan bolehnya tawassul (bid’ah-pent.), istighotsah (dengan selain Allah-pent.) dan banyak lagi perkara lainnya yang sejenis ini. Mereka menuntut para pengikutnya untuk membai’at empat buah tarekat, seperti Tarekat Naqsyabandiyyah, maka setiap anggota Tabligh, harus berbai’at menurut prinsip ini. Mungkin sebagian orang berkata : [Jama’ah ini, dengan sebab usaha sebagian di antara pengikutnya, banyak di antara manusia sadar dan mau kembali ke jalan Allah. Bahkan terkadang sebagian orang non-muslim masuk Islam melalui tangan mereka. Bukankah ini cukup untuk membolehkan kita untuk keluar dan berkecimpung bersama mereka dalam berdakwah]. Kami jawab, Sesungguhnya ucapan ini telah kami ketahui dan sering dengar, kami ketahui ucapan ini dari orang-orang sufi!!
Sebagai contoh, disana ada seorang syaikh aqidahnya rusak dan tidak mengetahui sunnah sama sekali, bahkan ia memakan harta orang lain dengan cara yang batil…, sekalipun demikian kebanyakan orang-orang fasiq bisa bertaubat lewat tangan syaikh tersebut…!
Setiap jama’ah yang mengajak kepada kebaikan tentu ada pengikutnya, tapi kita perlu lihat isinya, apa yang mereka dakwahkan? Apakah mereka mengajak orang mengikuti Kitabullah, hadits-hadits Rasul -shallallahu alaihi wa sallam dan aqidah As-Salafus Shalih serta tidak fanatik buta kepada madzhab tertentu, dan mengikuti sunnah dimanapun ia berada dan bersama siapapun?! Jadi, Jama’ah Tabligh tidaklah memiliki manhaj ilmiyyah, tapi manhaj mereka disesuaikan dengan lingkungan mereka berada. Mereka ibaratnya seperti bunglon.” [Lihat Al- Fatawa Al-Imaratiyah, Pertanyaan no . 73 hal . 38. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Faqihuz zaman Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin –rahimahullah– ditanya, “Apakah ada dalil dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu’alaihi wa sallam yang membolehkan berbilangnya jama’ah-jama’ah Islamiyah?”
Maka beliau menjawab, “Tidak ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang membolehkan berbilangnya jama’ah dan kelompok, bahkan yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang mencela hal itu, Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”(QS. Al-An’am: 159)
Tidak diragukan lagi hal itu telah menafikkan (meniadakan) perintah Allah, bahkan apa yang Allah tekankan dalam firman-Nya:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”(QS. Al-Mu`minun: 52)
Terlebih lagi jika kita melihat bagaimana pengaruh dari perpecahan dan pengelompokan ini, ketika setiap kelompok mencerca lainnya, mencaci dan men-tafsiq (menganggap fasiq), bahkan bisa jadi bahayanya lebih dari itu. Oleh karena itu, saya memandang bahwa berkelompok-kelompok seperti ini salah.” [Lihat Majalah al-Jundi al-Muslim, (no. 83), Rabi’ul Awwal 1417 H. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Fadhilatusy Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi rahimahullah
Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi –rahimahullah- ditanya tentang khuruj-nya Jama’ah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan Allah?
Maka beliau berkata : “Pada kenyataannya, sungguh mereka adalah para mubtadi’ yang memutar balikkan kebenaran serta pelaku tarekat Qadiriyah dan tarekat lainnya. Dan khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (yakni Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh), mereka tidak mengajak kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, akan tetapi mengajak kepada Ilyas, Syaikh mereka di Bangladesh.
Adapun khuruj dengan tujuan dakwah kepada Allah, itulah khuruj di jalan Allah, bukan khurujnya Jamaah Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh sejak lama, mereka adalah pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di Mesir, di Israel, di Amerika, di Saudi, dan setiap mereka selalu terikat dengan Syaikh mereka, yaitu Ilyas.” [Lihat Fatawa wa Rosa’il Samahatis Syaikh Abdir Razzaq ‘Afifi (1/174). Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Al-‘Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan–hafizhahullah- ditanya: “Apa hukumnya keberadaan kelompok-kelompok seperti Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan lain-lain di negeri-negeri muslimin secara umum?”
Beliau berkata : “Jama’ah-jama’ah pendatang ini wajib untuk tidak kita terima, karena mereka ingin menyesatkan kita dan memecah-belah kita. Menjadikan yang ini ikut jama’ah Tabligh, yang ini ikut Ikhwanul Muslimin, yang ini ikut itu dan seterusnya.
Kenapa berpecah seperti ini? Ini termasuk kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala . Padahal kita berada di atas satu jamaah dan agama kita jelas. Kenapa kita menjadikan yang rendah sebagai ganti yang baik , padahal Allah telah memuliakan kita dengan adanya persatuan, hubungan yang erat dan jalan yang benar . Kenapa kita meninggalkan semua nikmat itu, kemudian ber-intima’ kepada jama’ah-jama’ah tersebut yang akan memecah belah kita, melemahkan kekuatan dan menimbulkan permusuhan antara kita?! Hal ini tidak boleh selamanya”.
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah juga pernah ditanya, apakah jama’ah-jama’ah yang ada sekarang masuk dalam 72 golongan yang binasa?
Maka beliau hafizhahullah berkata, “Ya, setiap muslim yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik dalam permasalahan dakwah, atau aqidah, atau satu masalah pokok keimanan, maka dia masuk dalam 72 golongan tersebut, dan ia terancam dengan adzab Allah (dalam hadits iftiroq) dan ia layak mendapat celaan dan hukuman sesuai kadar penyimpangannya.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As’ilatil Manahijil Jadidah (hal. 36), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
Beliau hafizhahullah juga berkata: “Maka jama’ah-jama’ah saat ini yang memiliki penyelisihan-penyelisihan terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, orang yang menggolongkan diri ke dalam jama’ah tersebut dianggap sebagai seorang mubtadi’.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As’ilatil Manahijil Jadidah (hal. 28), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
➡ Fatwa Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Ghudayan hafizhahullah
Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan hafizhahullah berkata, “Negeri (Saudi) ini sebelumnya tidak mengenal nama jama’ah-jama’ah, akan tetapi datang ke negeri ini orang-orang dari luar dan setiap mereka mendirikan cabang jama’ah yang ada di negeri mereka. Maka sekarang negeri kita terdapat kelompok yang dinamakan Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh dan jama’ah-jama’ah lain masih banyak. Setiap mereka memiliki pemimpin dan mereka ingin agar manusia mengikuti jama’ahnya, serta mengharamkan dan melarang manusia untuk mengikuti selain jama’ahnya. Dan setiap mereka juga berkeyakinan bahwa jama’ahnya itulah yang berada di atas al-haq, sedang jama’ah-jama’ah lain di atas kesesatan, kalau begitu ada berapa banyak kebenaran di dunia ini?!
Padahal kebenaran itu hanya satu, sebagaimana yang pernah aku sampaikan kepada kalian; bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang perpecahan ummat-ummat, sedang ummat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, para Sahabat bertanya, siapa satu golongan itu wahai Rasulullah, beliau menjawab, “Siapa saja yang mengikuti aku dan para sahabatku”.
Setiap jama’ah tersebut menetapkan aturan tertentu bagi angotanya, memiliki pemimpin dan masing-masing jama’ah itu mengadakan bai’at dan menginginkan anggotanya untuk loyal kepada jama’ahnya, maka pada akhirnya mereka memecah belah manusia…” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah
Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad –hafizhahullah– ditanya tentang Jama’ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, maka beliau berkata,
“Tentang kelompok-kelompok baru ini, pertama: awal berdirinya pada abad ke-14 Hijriyah, sebelum abad tersebut mereka belum ada, kemudian lahir pada abad tersebut. Sedangkan manhaj yang benar dan jalan yang lurus yang mana Rasulullah -shallallahu‘alaihi wa sallam- dan para sahabat berjalan di atasnya keberadaannya sudah sejak Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- diutus. Barangsiapa yang mengikuti kebenaran dan petunjuk ini dialah yang selamat dan sukses, barangsiapa yang berpaling darinya maka dialah yang menyimpang.
Jama’ah-jama’ah tersebut telah dimaklumi bahwa padanya ada kebenaran dan kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahan mereka adalah dosa besar (kabirah) dan berbahaya (‘azhimah). Jadi, berhati-hatilah darinya dan bersemangatlah dalam mengikuti jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka yang berada di atas manhaj as-Salafus Shalih.”
Kemudian beliau berkata:
“Sebagai contoh, jama’ah Ikhwanul Muslimin, prinsip mereka; siapa yang bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka, yang kemudian dicintai. Adapun yang tidak bergabung maka mereka anggap berbeda dengan mereka. Adapun anggota mereka, meskipun dia adalah seburuk-buruknya makhluk Allah; meskipun dia seorang Syi’ah Rafidhah, maka dia tetap dianggap sebagai saudara dan sahabat mereka. Oleh karenanya diantara manhaj mereka adalah mengumpulkan segala jenis manusia meskipun seorang Syi’ah Rafidhah yang membenci para Sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, yang tidak mau mengambil kebenaran yang datang dari Sahabat, apabila ia bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka dan dianggap sebagai anggota mereka, memiliki hak dan kewajiban yang sama.” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan hafizhahullah berkata, “Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh bukanlah termasuk pengikut manhaj yang benar, karena sesungguhnya setiap jama’ah yang menyimpang dan penamaan-penamaan mereka tidak ada asalnya dari Salaf ummat ini. Adapun jama’ah pertama yang muncul dengan membawa nama baru adalah Jama’ah Syi’ah, mereka menamakan diri dengan Syi’ah, sedang kelompok sesat Khawarij (meski yang pertama muncul sebelum Syi’ah) namun mereka tidak menamakan apapun untuk kelompok mereka, kecuali dengan nama orang-orang yang beriman.” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah
Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah berkata, “Sesungguhnya pendirian satu kelompok dalam Islam yang menyelisihi ajaran Islam baik secara global maupun parsial tidak dibenarkan, dan konsekuensinya adalah tidak boleh pula bergabung dengannya, maka hendaklah kita menjauhi semua kelompok itu.” [Lihat Hukmul Intima’, hal. 153]
➡ Fatwa Ma’alisy Syaikh Al-Faqih Shalih Alusy Syaikh hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh hafizhahullah berkata: “Adapun jama’ah Ikhwanul Muslimin, sesungguhnya diantara metode dakwah yang mereka tempuh adalah berkumpul, gerakan rahasia, tidak konsisten pada satu prinsip, pendekatan kepada seorang yang mereka pandang bisa memberikan manfaat, tidak menampakkan hakikat mereka yang sebenarnya, yakni: mereka sebenarnya sama dengan salah satu bentuk gerakan bathiniyyah.
Hakikat mereka (di negeri Saudi) sengaja ditutupi, bahkan diantara mereka ada yang bergaul dengan sebagian ulama dan masyayikh (syaikh) dalam waktu yang cukup lama. Namun Syaikh tersebut tidak pernah mengetahui hakikat mereka, karena yang mereka katakan berbeda dengan yang mereka sembunyikan. Mereka tidak pernah menampakkan kepada para ulama tentang semua ajaran mereka.
Juga diantara penyimpangan mereka dan termasuk pokok ajaran mereka adalah menutup akal para pengikut gerakan mereka dari mendengarkan pendapat yang menyelisihi manhaj mereka, dengan menggunakan metode yang beraneka ragam, diantaranya:
Beliau menjawab , “Setiap orang yang mengajak dan berdakwah ke jalan Allah, maka ia itu disebut muballigh (penyampai dakwah) berdasarkan hadits [“Sampaikanlah dariku walau sebuah ayat”]. Akan tetapi Jama’ah Tabligh yang terkenal berasal dari India, mereka itu memiliki khurafat, beberapa macam bid’ah dan kesyirikan. Maka tidak boleh seorang KHURUJ (keluar berdakwah) bersama mereka, kecuali jika ia memiliki ilmu, maka dia boleh keluar untuk mengingkari dan mengajari mereka. Adapun jika ia keluar hanya sekedar ikut-ikutan dengan mereka, maka tidak boleh. Karena mereka itu memiliki khurafat, kekeliruan, dan sedikit ilmunya. Akan tetapi, jika Jama’ah Tabligh, ada orang selain dari (jama’ah) mereka yang memiliki ilmu dan bashirah, maka ia boleh keluar bersama mereka untuk berdakwah di Jalan Allah, atau misalnya ada orang yang memiliki ilmu dan bashirah, ia boleh keluar bersama mereka agar bisa memberikan keterangan, pengingkaran, pengarahan menuju kebaikan, dan pengajaran terhadap mereka sampai mereka mau meninggalkan madzhab mereka yang batil, dan memilih madzhab Ahlis Sunnah Wal Jama’ah”.
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir Lc, hafizhahullah:
Semoga Allah merahmati Syaikh. Andaikan mereka itu mau menerima nasihat dan pengarahan dari para Ulama atau orang yang menasihati mereka, sehingga bert au bat dari bid’ahnya, niscaya tidak ada masalah keluar berdakwah bersama mereka. Hanya sayangnya realita menguatkan bahwa mereka itu tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan mereka, karena kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya pengikutan mereka terhadap bid’ah mereka. Andaikan mereka itu mau menerima nasihat para ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil, lalu menempuh jalan Ahli Tauhid dan Sunnah. [ed]
Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah– ditanya, “Semoga Allah memperbaiki kondisi Anda. Hadits Nabi -shallallahu‘alaihi wa sallam tentang perpecahan umat yang berbunyi: [“Umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan kecuali satu”]. Apakah Jama’ah Tabligh dengan berbagai macam kesyirikan dan bid’ah yang mereka kerjakan, dan Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimun dengan berbagai macam hal yang ada pada mereka berupa perpecahan, membelot, tidak taat dan tidak mendengar terhadap pemerintah. Apakah kedua kelompok ini termasuk 72 golongan yang binasa tersebut ?
Beliau -semoga Allah Ta’ala mengampuni dan meliputi beliau dengan rahmatNya- menjawab: “Masuk dalam 72 golongan. Semua orang yang menyelisihi aqidah Ahlis Sunnah masuk dalam 72 golongan tersebut. Yang dimaksud dengan (Ummatku) adalah Umat Ijabah (yang menerima dakwah Islam) dan mau mengikutinya, jumlahnya ada 73 golongan, hanya saja ada satu golongan yang selamat karena mau mengikuti beliau dan istiqomah di atas agamanya. 72 golongan di antara mereka ada yang kafir, pelaku maksiat dan ahli bid’ah dengan berbagai macam coraknya”.
Penanya menimpali : “Maksudnya kedua kelompok ini masuk dalam kategori 72 golongan tersebut?”
Beliau menjawab : “Ya, keduanya masuk dalam kategori 72 golongan tersebut, begitu juga Murji’ah dan lainnya, Murji’ah dan Khowarij. Sebagian ulama’ memandang bahwa Khowarij termasuk golongan yang telah keluar dari Islam, tapi masuk dalam kategori 72 golongan tersebut”. [Transkrip Rekaman Tanya Jawab Pelajaran “Syarh Al-Muntaqo” 1419 H. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir Lc, hafizhahullah tentang Fatwa Lama Syaikh Ibnu Baz rahimahullah yang Merekomendasikan Jama’ah Tabligh:
Sebenarnya Jama’ah Tabligh tidak layak berpegang dengan fatwa Syaikh bin Baaz, sebab -menurut JT- Syaikh bin Baaz adalah WAHHABI. Sedang WAHHABI dalam pandangan JT adalah kaum yang menyimpang dan sesat. Lalu mengapa mereka kesana-kemari membawa fatwa lama Syaikh Baaz yang telah terhapus dengan adanya fatwa di atas??! Jawabnya, karena di dalam fatwa lama itu ada dukungan bagi mereka, menurut pandangan mereka. Tuduhan sesatnya WAHHABI alias Ahlus Sunnah Salafiyyun secara sharahah (terang-terangan) telah dinyatakan oleh Jama’ah Tabligh, seperti Dua Penulis JT (Ustadz Adil Akhyar dan Ustadz Muslim Al-Bukhori) dalam buku mereka yang berjudul “Quo Vadis, Hendak Ke Mana Salafy”, cet. Pustaka Zadul Ma’ad, Bandung. Perlu juga diketahui bahwa di dalam buku JT ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah adalah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah!! Ini tentunya salah, sebab kedua paham sesat ini baru muncul setelah lama meninggalnya Nabi –Shollallahu alaihi wa sallam– dan para sahabat!!! Selain itu, kedua paham ini banyak menyelisihi manhaj Salaf dalam bab Asmaa’ wash shifat. Oleh karena itu, kami heran jika ada yang menyatakan bahwa JT adalah Ahlus Sunnah, sementara mereka berlepas diri dari manhaj salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Afiiquu yaa syabaabal shohwah min naumikum… [ed]
➡ Fatwa Muhadditsul ‘Ashr Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah
Asy-Syaikh Al-Albani -rahimahullah- berkata dalam kaset yang berjudul “Muhawarah ma’a Ahadi Atba’i Muhammad Surur”: “Tidak benar jika dikatakan bahwa Ikhwanul Muslimin termasuk Ahlus Sunnah, karena mereka justru memerangi Sunnah”.
Link Video: https://www.youtube.com/watch?v=d20Zb6JpAAA
Asy-Syaikh Al-Albani –rahimahullah– juga pernah ditanya, “Apa pendapat anda tentang Jama’ah Tabligh. Apakah boleh bagi seorang tholibul ilmi (penuntut ilmu) atau yang lainnya keluar bersama mereka (Jama’ah Tabligh) dengan dalih berdakwah ke jalan Allah?
Beliau menjawab, “Jama’ah Tabligh tidak berdiri di atas manhaj Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya shallallahu‘alaihi wa sallam dan manhaj As- Salafus Shalih. Jika demikian halnya, maka tidak boleh keluar berdakwah bersama mereka karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita di dalam menyampaikan dan mendakwahkan manhaj As- Salafus Shalih. Hanya seorang alim-lah yang boleh keluar berdakwah di jalan Allah, adapun orang-orang yang keluar berdakwah bersama mereka (Jama’ah Tabligh), maka kewajiban mereka adalah tetap tinggal di negara mereka dan belajar di masjid-masjid mereka sehingga bisa berbuah dari tangan-tangan mereka ulama yang mampu berdakwah di jalan Allah. Jika keadaannya masih seperti itu, maka para penuntut ilmu harus mengajak mereka untuk mempelajari Kitabullah dan Sunnah serta mengajak manusia kepada Sunnah di negara mereka masing-masing.
Mereka (Jama’ah Tabligh) tidak punya perhatian untuk berdakwah kepada Kitabullah dan Sunnah sebagai prinsip umum. Bahkan mereka menganggap dakwah seperti ini sebagai pemecah-belah. Karenanya, mereka layaknya seperti Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimin.
Mereka berkata bahwa dakwah mereka tegak di atas Al-Kitab dan Sunnah, tapi ini hanya sekedar pengakuan saja. Mereka itu tidak dikumpulkan oleh suatu aqidah apapun. Orang ini beraqidah Maturidiyah, yang ini Asy’ariyah, yang ini Sufi dan yang lainnya tidak ada madzhabnya.
Hal ini bisa terjadi karena dakwah mereka dibangun di atas suatu prinsip: “Mari bersatu, kemudian belajar ilmu”, sedangkan pada hakekatnya mereka itu tidak punya ilmu pengetahuan. Telah berlalu pada mereka lebih dari setengah abad, namun tidak ada seorang Ulama pun di antara mereka.
Adapun kami, maka kami katakan, “Belajarlah dulu, baru berkumpul” sehingga berkumpul itu dibangun berdasarkan prinsip yang tidak ada perselisihannya di dalamnya.
Jadi, dakwah Jama’ah Tabligh merupakan dakwah Neo-shufiyyah (Sufi Moderen), hanya mengajak orang ke akhlak, adapun usaha memperbaiki aqidah masyarakat, maka mereka hanya berdiam-diri dan tidak berusaha. Karena ini (dakwah kepada aqidah yang benar) menurut sangkaan mereka bisa memecah belah umat. Telah terjadi surat-menyurat antara Saudara Sa’ad Al-Hushoin dengan Pemimpin Jama’ah Tabligh di India atau Pakistan, melalui surat itu terbukti bahwa mereka (Jama’ah Tabligh) menetapkan bolehnya tawassul (bid’ah-pent.), istighotsah (dengan selain Allah-pent.) dan banyak lagi perkara lainnya yang sejenis ini. Mereka menuntut para pengikutnya untuk membai’at empat buah tarekat, seperti Tarekat Naqsyabandiyyah, maka setiap anggota Tabligh, harus berbai’at menurut prinsip ini. Mungkin sebagian orang berkata : [Jama’ah ini, dengan sebab usaha sebagian di antara pengikutnya, banyak di antara manusia sadar dan mau kembali ke jalan Allah. Bahkan terkadang sebagian orang non-muslim masuk Islam melalui tangan mereka. Bukankah ini cukup untuk membolehkan kita untuk keluar dan berkecimpung bersama mereka dalam berdakwah]. Kami jawab, Sesungguhnya ucapan ini telah kami ketahui dan sering dengar, kami ketahui ucapan ini dari orang-orang sufi!!
Sebagai contoh, disana ada seorang syaikh aqidahnya rusak dan tidak mengetahui sunnah sama sekali, bahkan ia memakan harta orang lain dengan cara yang batil…, sekalipun demikian kebanyakan orang-orang fasiq bisa bertaubat lewat tangan syaikh tersebut…!
Setiap jama’ah yang mengajak kepada kebaikan tentu ada pengikutnya, tapi kita perlu lihat isinya, apa yang mereka dakwahkan? Apakah mereka mengajak orang mengikuti Kitabullah, hadits-hadits Rasul -shallallahu alaihi wa sallam dan aqidah As-Salafus Shalih serta tidak fanatik buta kepada madzhab tertentu, dan mengikuti sunnah dimanapun ia berada dan bersama siapapun?! Jadi, Jama’ah Tabligh tidaklah memiliki manhaj ilmiyyah, tapi manhaj mereka disesuaikan dengan lingkungan mereka berada. Mereka ibaratnya seperti bunglon.” [Lihat Al- Fatawa Al-Imaratiyah, Pertanyaan no . 73 hal . 38. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Faqihuz zaman Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin –rahimahullah– ditanya, “Apakah ada dalil dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu’alaihi wa sallam yang membolehkan berbilangnya jama’ah-jama’ah Islamiyah?”
Maka beliau menjawab, “Tidak ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang membolehkan berbilangnya jama’ah dan kelompok, bahkan yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang mencela hal itu, Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”(QS. Al-An’am: 159)
Tidak diragukan lagi hal itu telah menafikkan (meniadakan) perintah Allah, bahkan apa yang Allah tekankan dalam firman-Nya:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”(QS. Al-Mu`minun: 52)
Terlebih lagi jika kita melihat bagaimana pengaruh dari perpecahan dan pengelompokan ini, ketika setiap kelompok mencerca lainnya, mencaci dan men-tafsiq (menganggap fasiq), bahkan bisa jadi bahayanya lebih dari itu. Oleh karena itu, saya memandang bahwa berkelompok-kelompok seperti ini salah.” [Lihat Majalah al-Jundi al-Muslim, (no. 83), Rabi’ul Awwal 1417 H. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Fadhilatusy Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi rahimahullah
Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi –rahimahullah- ditanya tentang khuruj-nya Jama’ah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan Allah?
Maka beliau berkata : “Pada kenyataannya, sungguh mereka adalah para mubtadi’ yang memutar balikkan kebenaran serta pelaku tarekat Qadiriyah dan tarekat lainnya. Dan khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (yakni Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh), mereka tidak mengajak kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, akan tetapi mengajak kepada Ilyas, Syaikh mereka di Bangladesh.
Adapun khuruj dengan tujuan dakwah kepada Allah, itulah khuruj di jalan Allah, bukan khurujnya Jamaah Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh sejak lama, mereka adalah pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di Mesir, di Israel, di Amerika, di Saudi, dan setiap mereka selalu terikat dengan Syaikh mereka, yaitu Ilyas.” [Lihat Fatawa wa Rosa’il Samahatis Syaikh Abdir Razzaq ‘Afifi (1/174). Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Al-‘Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan–hafizhahullah- ditanya: “Apa hukumnya keberadaan kelompok-kelompok seperti Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan lain-lain di negeri-negeri muslimin secara umum?”
Beliau berkata : “Jama’ah-jama’ah pendatang ini wajib untuk tidak kita terima, karena mereka ingin menyesatkan kita dan memecah-belah kita. Menjadikan yang ini ikut jama’ah Tabligh, yang ini ikut Ikhwanul Muslimin, yang ini ikut itu dan seterusnya.
Kenapa berpecah seperti ini? Ini termasuk kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala . Padahal kita berada di atas satu jamaah dan agama kita jelas. Kenapa kita menjadikan yang rendah sebagai ganti yang baik , padahal Allah telah memuliakan kita dengan adanya persatuan, hubungan yang erat dan jalan yang benar . Kenapa kita meninggalkan semua nikmat itu, kemudian ber-intima’ kepada jama’ah-jama’ah tersebut yang akan memecah belah kita, melemahkan kekuatan dan menimbulkan permusuhan antara kita?! Hal ini tidak boleh selamanya”.
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah juga pernah ditanya, apakah jama’ah-jama’ah yang ada sekarang masuk dalam 72 golongan yang binasa?
Maka beliau hafizhahullah berkata, “Ya, setiap muslim yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik dalam permasalahan dakwah, atau aqidah, atau satu masalah pokok keimanan, maka dia masuk dalam 72 golongan tersebut, dan ia terancam dengan adzab Allah (dalam hadits iftiroq) dan ia layak mendapat celaan dan hukuman sesuai kadar penyimpangannya.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As’ilatil Manahijil Jadidah (hal. 36), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
Beliau hafizhahullah juga berkata: “Maka jama’ah-jama’ah saat ini yang memiliki penyelisihan-penyelisihan terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, orang yang menggolongkan diri ke dalam jama’ah tersebut dianggap sebagai seorang mubtadi’.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As’ilatil Manahijil Jadidah (hal. 28), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
➡ Fatwa Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Ghudayan hafizhahullah
Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan hafizhahullah berkata, “Negeri (Saudi) ini sebelumnya tidak mengenal nama jama’ah-jama’ah, akan tetapi datang ke negeri ini orang-orang dari luar dan setiap mereka mendirikan cabang jama’ah yang ada di negeri mereka. Maka sekarang negeri kita terdapat kelompok yang dinamakan Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh dan jama’ah-jama’ah lain masih banyak. Setiap mereka memiliki pemimpin dan mereka ingin agar manusia mengikuti jama’ahnya, serta mengharamkan dan melarang manusia untuk mengikuti selain jama’ahnya. Dan setiap mereka juga berkeyakinan bahwa jama’ahnya itulah yang berada di atas al-haq, sedang jama’ah-jama’ah lain di atas kesesatan, kalau begitu ada berapa banyak kebenaran di dunia ini?!
Padahal kebenaran itu hanya satu, sebagaimana yang pernah aku sampaikan kepada kalian; bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang perpecahan ummat-ummat, sedang ummat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, para Sahabat bertanya, siapa satu golongan itu wahai Rasulullah, beliau menjawab, “Siapa saja yang mengikuti aku dan para sahabatku”.
Setiap jama’ah tersebut menetapkan aturan tertentu bagi angotanya, memiliki pemimpin dan masing-masing jama’ah itu mengadakan bai’at dan menginginkan anggotanya untuk loyal kepada jama’ahnya, maka pada akhirnya mereka memecah belah manusia…” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah
Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad –hafizhahullah– ditanya tentang Jama’ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, maka beliau berkata,
“Tentang kelompok-kelompok baru ini, pertama: awal berdirinya pada abad ke-14 Hijriyah, sebelum abad tersebut mereka belum ada, kemudian lahir pada abad tersebut. Sedangkan manhaj yang benar dan jalan yang lurus yang mana Rasulullah -shallallahu‘alaihi wa sallam- dan para sahabat berjalan di atasnya keberadaannya sudah sejak Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- diutus. Barangsiapa yang mengikuti kebenaran dan petunjuk ini dialah yang selamat dan sukses, barangsiapa yang berpaling darinya maka dialah yang menyimpang.
Jama’ah-jama’ah tersebut telah dimaklumi bahwa padanya ada kebenaran dan kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahan mereka adalah dosa besar (kabirah) dan berbahaya (‘azhimah). Jadi, berhati-hatilah darinya dan bersemangatlah dalam mengikuti jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka yang berada di atas manhaj as-Salafus Shalih.”
Kemudian beliau berkata:
“Sebagai contoh, jama’ah Ikhwanul Muslimin, prinsip mereka; siapa yang bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka, yang kemudian dicintai. Adapun yang tidak bergabung maka mereka anggap berbeda dengan mereka. Adapun anggota mereka, meskipun dia adalah seburuk-buruknya makhluk Allah; meskipun dia seorang Syi’ah Rafidhah, maka dia tetap dianggap sebagai saudara dan sahabat mereka. Oleh karenanya diantara manhaj mereka adalah mengumpulkan segala jenis manusia meskipun seorang Syi’ah Rafidhah yang membenci para Sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, yang tidak mau mengambil kebenaran yang datang dari Sahabat, apabila ia bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka dan dianggap sebagai anggota mereka, memiliki hak dan kewajiban yang sama.” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan hafizhahullah berkata, “Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh bukanlah termasuk pengikut manhaj yang benar, karena sesungguhnya setiap jama’ah yang menyimpang dan penamaan-penamaan mereka tidak ada asalnya dari Salaf ummat ini. Adapun jama’ah pertama yang muncul dengan membawa nama baru adalah Jama’ah Syi’ah, mereka menamakan diri dengan Syi’ah, sedang kelompok sesat Khawarij (meski yang pertama muncul sebelum Syi’ah) namun mereka tidak menamakan apapun untuk kelompok mereka, kecuali dengan nama orang-orang yang beriman.” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
➡ Fatwa Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah
Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah berkata, “Sesungguhnya pendirian satu kelompok dalam Islam yang menyelisihi ajaran Islam baik secara global maupun parsial tidak dibenarkan, dan konsekuensinya adalah tidak boleh pula bergabung dengannya, maka hendaklah kita menjauhi semua kelompok itu.” [Lihat Hukmul Intima’, hal. 153]
➡ Fatwa Ma’alisy Syaikh Al-Faqih Shalih Alusy Syaikh hafizhahullah
Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh hafizhahullah berkata: “Adapun jama’ah Ikhwanul Muslimin, sesungguhnya diantara metode dakwah yang mereka tempuh adalah berkumpul, gerakan rahasia, tidak konsisten pada satu prinsip, pendekatan kepada seorang yang mereka pandang bisa memberikan manfaat, tidak menampakkan hakikat mereka yang sebenarnya, yakni: mereka sebenarnya sama dengan salah satu bentuk gerakan bathiniyyah.
Hakikat mereka (di negeri Saudi) sengaja ditutupi, bahkan diantara mereka ada yang bergaul dengan sebagian ulama dan masyayikh (syaikh) dalam waktu yang cukup lama. Namun Syaikh tersebut tidak pernah mengetahui hakikat mereka, karena yang mereka katakan berbeda dengan yang mereka sembunyikan. Mereka tidak pernah menampakkan kepada para ulama tentang semua ajaran mereka.
Juga diantara penyimpangan mereka dan termasuk pokok ajaran mereka adalah menutup akal para pengikut gerakan mereka dari mendengarkan pendapat yang menyelisihi manhaj mereka, dengan menggunakan metode yang beraneka ragam, diantaranya:
● Menyibukkan para pemuda dengan kegiatan-kegiatan organisasi sejak pagi hingga malam hari, sehingga mereka tidak sempat lagi mendengarkan pendapat lain.
● Mentahdzir orang-orang yang mengkritik mereka. Jika ada seseorang yang mengetahui penyimpangan manhaj dan ajaran mereka kemudian mengkritik mereka demi memperingatkan para pemuda agar tidak terjerat pada hizbiyah, maka mereka akan mentahdzir dari orang tersebut dengan berbagai macam cara, terkadang dengan mencelanya, terkadang dengan berdusta atasnya, terkadang dengan tuduhan dusta dan mereka tahu bahwa itu dusta, dan terkadang dengan mencari-cari kesalahannya kemudian membesar-besarkan kesalahan tersebut. Semua itu mereka tempuh demi untuk menghalangi manusia dari mengikuti al-haq dan hidayah. Maka dalam hal ini mereka serupa dengan kaum musyrikin, yakni salah satu perangai kaum musyrikin ketika mereka meneriaki Rasulullah – shallallahu’alaihi wa sallam – di tengah-tengah keramaian bahwa beliau adalah orang yang berpindah agama dan menuduh beliau dengan berbagai macam kedustaan agar dapat menghalangi manusia dari mengikuti Rasulullah – shallallahu’alaihi wa sallam – .
● Demikian pula termasuk penyimpangan Ikhwanul Muslimin adalah , mereka tidak mengagungkan As-Sunnah dan tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, meskipun secara umum mereka tidak menampakkan hal tersebut. Akan tetapi hakikat mereka, tidaklah mencintai Sunnah dan tidak mendoakan Ahlus Sunnah.
Kami telah menyaksikan sendiri kenyataan itu pada sebagian orang yang ber-intima’ kepada mereka atau bergaul dengan mereka, maka engkau dapati jika ada seseorang telah mulai tertarik untuk membaca kitab-kitab as-Sunnah, seperti Shahih al-Bukhari atau menghadiri majelis sebagian masyaikh untuk mempelajari kitab-kitab as-Sunnah, maka mereka akan memperingatkan orang tersebut dan mengatakan kepadanya bahwa mendalami kitab-kitab As-Sunnah dan menghadiri majelis para ulama tidak ada manfaatnya buatmu, “Apa manfaatnya Shahih al-Bukhari kepadamu? Apa manfaatnya hadits-hadits ini? Lihatlah ulama-ulama itu, bagaimana keadaan mereka? Apa manfaat mereka bagi kaum muslimin? Padahal kaum muslimin dalam keadaan seperti sekarang ini, begini dan begitu”.
Intinya mereka tidak menginginkan pengajaran sunnah ada diantara mereka, tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, apalagi perkara yang lebih mendasar dari pada itu, yaitu perkara aqidah secara menyeluruh.”
Kemudian setelah itu Asy-Syaikh Al-Faqih Shalih Alus Syaikh hafizhahullah memperingatkan, juga diantara penyimpangan mereka:
● Demikian pula termasuk penyimpangan Ikhwanul Muslimin adalah , mereka tidak mengagungkan As-Sunnah dan tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, meskipun secara umum mereka tidak menampakkan hal tersebut. Akan tetapi hakikat mereka, tidaklah mencintai Sunnah dan tidak mendoakan Ahlus Sunnah.
Kami telah menyaksikan sendiri kenyataan itu pada sebagian orang yang ber-intima’ kepada mereka atau bergaul dengan mereka, maka engkau dapati jika ada seseorang telah mulai tertarik untuk membaca kitab-kitab as-Sunnah, seperti Shahih al-Bukhari atau menghadiri majelis sebagian masyaikh untuk mempelajari kitab-kitab as-Sunnah, maka mereka akan memperingatkan orang tersebut dan mengatakan kepadanya bahwa mendalami kitab-kitab As-Sunnah dan menghadiri majelis para ulama tidak ada manfaatnya buatmu, “Apa manfaatnya Shahih al-Bukhari kepadamu? Apa manfaatnya hadits-hadits ini? Lihatlah ulama-ulama itu, bagaimana keadaan mereka? Apa manfaat mereka bagi kaum muslimin? Padahal kaum muslimin dalam keadaan seperti sekarang ini, begini dan begitu”.
Intinya mereka tidak menginginkan pengajaran sunnah ada diantara mereka, tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, apalagi perkara yang lebih mendasar dari pada itu, yaitu perkara aqidah secara menyeluruh.”
Kemudian setelah itu Asy-Syaikh Al-Faqih Shalih Alus Syaikh hafizhahullah memperingatkan, juga diantara penyimpangan mereka:
~ Berusaha mencapai puncak kekuasaan di segala bidang agar bisa menempatkan anggota-anggotanya pada posisi-posisi penting dalam setiap bidang.
~ Al-Wala’ dan al-Bara’ di kalangan mereka adalah karena kelompok, bukan lagi karena Islam.
~ Tujuan dakwah dan manhaj mereka untuk mencapai kekuasaan, kurang sekali perhatian kepada dakwah tauhid dan sunnah
~ Berbicara tentang aib-aib penguasa demi menggalang dukungan.
~ Menghindari pembicaraan tentang peringatan dan nasihat atas kesalahan-kesalahan manusia karena khawatir tidak memperoleh dukungan.
Kemudian beliau menutup dengan menyebutkan nasib seorang yang mungkin telah bergabung bersama mereka bertahun-tahun lamanya, beliau berkata, “Sesungguhnya Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah mengabarkan bahwa pertanyaan kubur itu ada tiga; seorang akan ditanya tentang Rabb-nya, agamanya dan Nabinya -shallallahu’alaihi wa sallam-. Ada seorang yang telah bergabung bersama kelompok Ikhwanul Muslimin dalam waktu yang cukup lama, namun dia tidak memahami apa yang bisa menyelamatkannya jika dia telah dimasukkan ke dalam kubur .
Kalau begitu, apakah mereka telah menasihatinya? Apakah mereka menginginkan kebaikan untuknya? Tidak, mereka hanyalah memanfaatkannya untuk mencapai tujuan mereka. Andaikan mereka benar-benar mencintai kaum muslimin tentunya mereka bersungguh-sungguh dalam menasihati kamu muslimin agar selamat dari adzab Allah, yaitu dengan mengajarkan tauhid, sebab tauhid adalah perkara pertama yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat.” [Transkrip Rekaman Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh. Dinukil dari artikel Majmu’ Fatwa Al-Ulama fil Jamaa’at Al-Islamiyyah]
Ta’liq Al-Ustadz Abdul Qodir, Lc hafizhahulllah:
Jika anda ingin puas membaca celaan dan ghibah Ikhwanul Muslimin terhadap Pemerintah Muslim, lihat saja majalah mereka. Misalnya -di Indonesia- mereka punya majalah bernama Sabili. Majalah ghibah ini turut disebarkan oleh orang-orang Wahdah Islamiyah, walaupun isinya berupa celaan dan ghibah kepada Pemerintah Indonesia yang muslim. Dimanakah dalil-dalil tentang haramnya ghibah mereka simpan. Apakah mereka sengaja melupakannya, atau pura-pura lupa?! Terserah jawabannya, yang jelas waqi’ mereka di Makassar, selalu kerjasama dengan IM. Tasyaabahat quluubuhum… [ed]
Oleh karena itu, tak ada amar ma’ruf-nahi munkar (secara hakiki) dalam tubuh Ikhwanul Muslimin, sebagaimana halnya kondisi hizbiyyun lainnya, sebab mereka takut mad’u-nya (audiensnya) akan lari dari mereka, menurut sangkaannya. Padahal dakwah bukanlah memperbanyak pengikut. Tapi dakwah itu adalah tabligh al-bayan (menyampaikan penjelasan) tentang al-haq. [ed]
➡ Fatwa Komite Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia
Pertanyaan: “Aku telah membaca dari para Masyaikh sekalian beberapa fatwa, dimana Anda mendorong para penuntut ilmu untuk keluar bersama Jama’ah Tabligh, dan -alhamdulillah- kami telah keluar bersama mereka dan kami telah mendapatkan manfaat yang banyak, akan tetapi wahai Syaikhku yang mulia, aku telah menyaksikan sebagian amalan jama’ah ini yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya:
1. Membuat kumpulan dalam masjid, dua orang atau lebih, kemudian membaca 10 surat terakhir dari al-Qur’an, dan senantiasa melakukan amalan ini setiap kami khuruj
2. I’tikaf pada setiap hari kamis secara terus-menerus
3. Penetapan waktu untuk khuruj, yaitu 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, 4 bulan sekali seumur hidup
4. Doa bersama, yang dilakukan secara terus-menerus setiap kali selesai bayan
Maka bagaimana wahai Syaikhku yang mulia, jika aku khuruj (keluar berdakwah) bersama Jama’ah Tabligh dan berinteraksi dengan amalan-amalan yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- ini? Perlu diketahui wahai Syaikhku yang mulia, sangat sulit mengubah manhaj ini, sebab hal ini telah menjadi metode dakwah mereka. Lantaran itu, kami harapkan penjelasan masalah ini?”
Jawaban: “Apa yang engkau sampaikan tentang amalan-amalan jama’ah ini semuanya adalah bid’ah, maka tidak boleh bergabung dengan mereka sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj al-Qur’an dan as-Sunnah dan meninggalkan kebid’ahan, baik pada perkataan, perbuatan dan keyakinan. Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam”.
Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta no. 17776]
Pertanyaan: “Apa hukumnya berbilangnya jama’ah yang ada saat ini, apabila aku berpegang dan cenderung dengan salah satu pemikiran jama’ah Islamiyah. Bolehkah aku mengkuti metode ini, meskipun kedua orang tuaku menentangku, dan bahkan bersumpah tidak akan meridhoiku selamanya, jika aku mengikuti metode jama’ah ini, maka bagaimanakah solusinya?”
Jawaban: “Hendaklah engkau mengikuti manhaj (metode) Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mana Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah membimbing kita untuk mengikutinya ketika munculnya kelompok-kelompok sesat. Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة . قالوا : وما هي يا رسول الله ؟ قال : من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي
“Ummatku akan berpecah menjadi 73 golongan; semuanya di neraka, kecuali satu. Para Sahabat bertanya , “Apa satu golongan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mengikuti jalanku dan para Sahabatku pada hari ini”. [HR. At-Tirmidzi (no. 2641)]
Hendaklah engkau mengikuti jama’ah yang bermanhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah . Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam.
Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta no. 16063]
[Http://Cerkiis.blogspot.com, (Artikel ini dialihtuliskan untuk umum dari artikel khusus kami di www.almakassari.com dengan editor: Al-Ustadz Abu Faizah Abdul Qodir, Lc, hafizhahullah wa jazaahu khairon). Disalin dari artikel sofyanruray.info]
2. I’tikaf pada setiap hari kamis secara terus-menerus
3. Penetapan waktu untuk khuruj, yaitu 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, 4 bulan sekali seumur hidup
4. Doa bersama, yang dilakukan secara terus-menerus setiap kali selesai bayan
Maka bagaimana wahai Syaikhku yang mulia, jika aku khuruj (keluar berdakwah) bersama Jama’ah Tabligh dan berinteraksi dengan amalan-amalan yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- ini? Perlu diketahui wahai Syaikhku yang mulia, sangat sulit mengubah manhaj ini, sebab hal ini telah menjadi metode dakwah mereka. Lantaran itu, kami harapkan penjelasan masalah ini?”
Jawaban: “Apa yang engkau sampaikan tentang amalan-amalan jama’ah ini semuanya adalah bid’ah, maka tidak boleh bergabung dengan mereka sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj al-Qur’an dan as-Sunnah dan meninggalkan kebid’ahan, baik pada perkataan, perbuatan dan keyakinan. Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam”.
Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta no. 17776]
Pertanyaan: “Apa hukumnya berbilangnya jama’ah yang ada saat ini, apabila aku berpegang dan cenderung dengan salah satu pemikiran jama’ah Islamiyah. Bolehkah aku mengkuti metode ini, meskipun kedua orang tuaku menentangku, dan bahkan bersumpah tidak akan meridhoiku selamanya, jika aku mengikuti metode jama’ah ini, maka bagaimanakah solusinya?”
Jawaban: “Hendaklah engkau mengikuti manhaj (metode) Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mana Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah membimbing kita untuk mengikutinya ketika munculnya kelompok-kelompok sesat. Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة . قالوا : وما هي يا رسول الله ؟ قال : من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي
“Ummatku akan berpecah menjadi 73 golongan; semuanya di neraka, kecuali satu. Para Sahabat bertanya , “Apa satu golongan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mengikuti jalanku dan para Sahabatku pada hari ini”. [HR. At-Tirmidzi (no. 2641)]
Hendaklah engkau mengikuti jama’ah yang bermanhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah . Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam.
Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta no. 16063]
[Http://Cerkiis.blogspot.com, (Artikel ini dialihtuliskan untuk umum dari artikel khusus kami di www.almakassari.com dengan editor: Al-Ustadz Abu Faizah Abdul Qodir, Lc, hafizhahullah wa jazaahu khairon). Disalin dari artikel sofyanruray.info]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم