Bahaya MSG (Mitos Atau Fakta)
Sejak lama Monosodium Glutamat atau yang lebih dikenal sebagai MSG, micin atau penyedap rasa, menjadi peran antagonis di mata masyarakat. Pada umumnya MSG diklaim berbahaya bagi kesehatan dan menyebabkan efek samping yang sangat buruk secara jangka pendek ataupun jangka panjang.
Rasa gurih dari MSG memberikan reputasi buruk selama beberapa dekade, namun para peneliti mengungkapkan bahwa mitos tentang MSG tidak benar dan aman dikonsumsi dalam batas wajar. Citra negatif MSG membuat banyak rumah makan memasang tulisan bahwa makanan mereka "tidak menggunakan MSG" untuk meyakinkan pelanggan bahwa makanan mereka aman dikonsumsi.
Sifat MSG yang dapat meningkatkan rasa pertama kali ditemukan pada 1908 oleh seorang ahli kimia Jepang Kikunae Ikeda. Ia mempelajari tentang kaldu rumput laut yang selama berabad-abad telah digunakan oleh masyarakat Asia untuk meningkatkan rasa masakan. Ikeda menemukan bahwa asam amino yang disebut L-Glutamat adalah kuncinya.
Kikunae Ikeda mampu mengekstrak glutamat dari kaldu rumput laut dan memutuskan bahwa glutamat memberikan rasa gurih ke dalam sup. Profesor Ikeda kemudian mengajukan paten untuk memproduksi MSG dan memproduksinya secara komersial hingga digunakan sampai sekarang. Saat ini telah dilakukan penggalian dan mengkristal MSG dari kaldu rumput laut, MSG diproduksi dari fermentasi pati, bit gula, dan gula tebu atau molasses. Proses fermentasi ini mirip dengan yang digunakan untuk membuat yoghurt, cuka, dan anggur.
Glutamat banyak ditemukan di makanan, termasuk daging, susu, dan sayuran, dan bahkan glutamat diproduksi dalam tubuh kita sendiri secara alami ketika memproses makanan. Nama MSG menjelaskan tentang perbedaan utama antara glutamat (C5H9NO4) dan monosodium glutamat (C5H8NO4Na). Glutamat merupakan asam amino, suatu bahan penyusun protein, sementara monosodium glutamat (MSG) merupakan asam glutamat yang mengalami reaksi penggaraman sehingga membentuk garam monosodium glutamat. MSG mengandung atom natrium yang tidak ada dalam glutamat, yang mengubahnya menjadi garam, sehingga mempermudah untuk dicampur pada makanan.
Rasa gurih dari MSG memberikan reputasi buruk selama beberapa dekade, namun para peneliti mengungkapkan bahwa mitos tentang MSG tidak benar dan aman dikonsumsi dalam batas wajar. Citra negatif MSG membuat banyak rumah makan memasang tulisan bahwa makanan mereka "tidak menggunakan MSG" untuk meyakinkan pelanggan bahwa makanan mereka aman dikonsumsi.
Sifat MSG yang dapat meningkatkan rasa pertama kali ditemukan pada 1908 oleh seorang ahli kimia Jepang Kikunae Ikeda. Ia mempelajari tentang kaldu rumput laut yang selama berabad-abad telah digunakan oleh masyarakat Asia untuk meningkatkan rasa masakan. Ikeda menemukan bahwa asam amino yang disebut L-Glutamat adalah kuncinya.
Kikunae Ikeda mampu mengekstrak glutamat dari kaldu rumput laut dan memutuskan bahwa glutamat memberikan rasa gurih ke dalam sup. Profesor Ikeda kemudian mengajukan paten untuk memproduksi MSG dan memproduksinya secara komersial hingga digunakan sampai sekarang. Saat ini telah dilakukan penggalian dan mengkristal MSG dari kaldu rumput laut, MSG diproduksi dari fermentasi pati, bit gula, dan gula tebu atau molasses. Proses fermentasi ini mirip dengan yang digunakan untuk membuat yoghurt, cuka, dan anggur.
Glutamat banyak ditemukan di makanan, termasuk daging, susu, dan sayuran, dan bahkan glutamat diproduksi dalam tubuh kita sendiri secara alami ketika memproses makanan. Nama MSG menjelaskan tentang perbedaan utama antara glutamat (C5H9NO4) dan monosodium glutamat (C5H8NO4Na). Glutamat merupakan asam amino, suatu bahan penyusun protein, sementara monosodium glutamat (MSG) merupakan asam glutamat yang mengalami reaksi penggaraman sehingga membentuk garam monosodium glutamat. MSG mengandung atom natrium yang tidak ada dalam glutamat, yang mengubahnya menjadi garam, sehingga mempermudah untuk dicampur pada makanan.
Glutamat dalam MSG adalah unsur kimia yang berbeda dengan glutamat yang ada dalam protein makanan. Tubuh kita pada akhirnya akan memetabolisme kedua sumber glutamat dengan cara yang sama. Orang dewasa rata-rata mengkonsumsi sekitar 13 gram glutamat setiap hari dari protein dalam makanan, sementara asupan MSG yang ditambahkan adalah kira-kira sekitar 0,55 gram per hari.
Sumber mitos MSG
Pada tahun 1968, Robert Ho Man Kwok menulis surat kepada New England Journal of Medicine mengatakan bahwa ia mengalami gejala aneh yang ia sebut sebagai "Chinese Restaurant Syndrome" setelah menikmati makanan China. Dia mengaku mengalami "mati rasa di bagian belakang leher yang menjalar ke lengan dan punggung," diikuti dengan "rasa lemah dan palpitasi (denyut jantung dengan kecepatan abnormal)."
Seorang editor dalam jurnal surat Kwok Chinese Restaurant Syndromemengatakan bahwa telah terjadi epedemi kecil dengan penderita yang mulai banyak. Berdasarkan tulisan itulah MSG dengan rasa umami dituduh menyebabkan reaksi buruk bagi kesehatan, mitos itu semakin berkembang dengan klaim lainnya, salah satu yang paling terkenal dapat membuat seseorang menjadi bodoh.
Klaim negatif tentang MSG yang semakin deras membuat para ilmuwan melakukan studi untuk mempelajari lebih dalam tentang MSG. Hasil studi mengungkapkan bahwa klaim MSG menyebabkan efek "Chinese Restaurant Syndrome" tidak benar.
Badan pengawas obat dan makanan Amerika (FDA) menganggap penambahan MSG pada makanan secara "umumnya diakui aman" (Generally Recognized As Safe-GRAS). Meskipun banyak orang teridentifikasi diri mereka alergi terhadap MSG, dalam studi yang dilakukan dengan individu tersebut yang diberi MSG dan plasebo, para ilmuwan menyatakan belum mampu secara konsisten memicu reaksi.
Mengetahui kandungan MSG dalam makanan
FDA mengharuskan dalam daftar makanan mengandung tambahan MSG yang tercatat di panel bahan pada kemasan sebagai monosodium glutamat. Namun, MSG terjadi secara alami dalam bahan-bahan seperti protein sayuran dihidrolisis , ragi autolyzed, ragi terhidrolisis, ekstrak ragi, ekstrak kedelai, dan protein isolat, serta dalam tomat dan keju.
Sementara FDA mengharuskan produk ini terdaftar pada panel bahan, pada kemasan tidak memerlukan label untuk menentukan bahwa mereka secara alami mengandung MSG. Namun, makanan dengan bahan yang secara alami mengandung MSG tidak boleh mengklaim "tidak ada MSG" atau "Tidak menambahkan MSG" pada kemasannya. MSG juga tidak boleh terdaftar sebagai "rempah-rempah dan bumbu."
Laporan peristiwa buruk terkait MSG
Selama bertahun-tahun, FDA telah menerima laporan dari gejala seperti sakit kepala dan mual setelah menkonsumsi makanan yang mengandung MSG. Namun, FDA tidak pernah dapat mengkonfirmasi bahwa MSG menyebabkan efek seperti yang dilaporkan.
Pada tahun 1990-an, berdasarkan laporan-laporan efek samping MSG, memicu FDA untuk meminta bantuan secara independen kepada kelompok Federasi Ilmiah Masyarakat Amerika untuk melakukan Experimental Biology (FASEB) untuk memeriksa keamanan MSG.
Menurut laporan FASEB menyimpulkan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi. Laporan FASEB mengidentifikasi beberapa efek jangka pendek, sementara, dan gejala ringan pada umumnya, seperti sakit kepala, mati rasa, pembilasan, kesemutan, jantung berdebar, dan rasa kantuk yang mungkin terjadi pada beberapa individu yang sensitif bila mengonsumsi 3 gram lebih MSG tanpa makanan. Namun, satu porsi khas dari makanan dengan menambahkan MSG mengandung kurang dari 0,5 gram MSG. Mengkonsumsi lebih dari 3 gram MSG tanpa makanan pada satu waktu tidak mungkin terjadi.
MSG aman
Sumber mitos MSG
Pada tahun 1968, Robert Ho Man Kwok menulis surat kepada New England Journal of Medicine mengatakan bahwa ia mengalami gejala aneh yang ia sebut sebagai "Chinese Restaurant Syndrome" setelah menikmati makanan China. Dia mengaku mengalami "mati rasa di bagian belakang leher yang menjalar ke lengan dan punggung," diikuti dengan "rasa lemah dan palpitasi (denyut jantung dengan kecepatan abnormal)."
Seorang editor dalam jurnal surat Kwok Chinese Restaurant Syndromemengatakan bahwa telah terjadi epedemi kecil dengan penderita yang mulai banyak. Berdasarkan tulisan itulah MSG dengan rasa umami dituduh menyebabkan reaksi buruk bagi kesehatan, mitos itu semakin berkembang dengan klaim lainnya, salah satu yang paling terkenal dapat membuat seseorang menjadi bodoh.
Klaim negatif tentang MSG yang semakin deras membuat para ilmuwan melakukan studi untuk mempelajari lebih dalam tentang MSG. Hasil studi mengungkapkan bahwa klaim MSG menyebabkan efek "Chinese Restaurant Syndrome" tidak benar.
Badan pengawas obat dan makanan Amerika (FDA) menganggap penambahan MSG pada makanan secara "umumnya diakui aman" (Generally Recognized As Safe-GRAS). Meskipun banyak orang teridentifikasi diri mereka alergi terhadap MSG, dalam studi yang dilakukan dengan individu tersebut yang diberi MSG dan plasebo, para ilmuwan menyatakan belum mampu secara konsisten memicu reaksi.
Mengetahui kandungan MSG dalam makanan
FDA mengharuskan dalam daftar makanan mengandung tambahan MSG yang tercatat di panel bahan pada kemasan sebagai monosodium glutamat. Namun, MSG terjadi secara alami dalam bahan-bahan seperti protein sayuran dihidrolisis , ragi autolyzed, ragi terhidrolisis, ekstrak ragi, ekstrak kedelai, dan protein isolat, serta dalam tomat dan keju.
Sementara FDA mengharuskan produk ini terdaftar pada panel bahan, pada kemasan tidak memerlukan label untuk menentukan bahwa mereka secara alami mengandung MSG. Namun, makanan dengan bahan yang secara alami mengandung MSG tidak boleh mengklaim "tidak ada MSG" atau "Tidak menambahkan MSG" pada kemasannya. MSG juga tidak boleh terdaftar sebagai "rempah-rempah dan bumbu."
Laporan peristiwa buruk terkait MSG
Selama bertahun-tahun, FDA telah menerima laporan dari gejala seperti sakit kepala dan mual setelah menkonsumsi makanan yang mengandung MSG. Namun, FDA tidak pernah dapat mengkonfirmasi bahwa MSG menyebabkan efek seperti yang dilaporkan.
Pada tahun 1990-an, berdasarkan laporan-laporan efek samping MSG, memicu FDA untuk meminta bantuan secara independen kepada kelompok Federasi Ilmiah Masyarakat Amerika untuk melakukan Experimental Biology (FASEB) untuk memeriksa keamanan MSG.
Menurut laporan FASEB menyimpulkan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi. Laporan FASEB mengidentifikasi beberapa efek jangka pendek, sementara, dan gejala ringan pada umumnya, seperti sakit kepala, mati rasa, pembilasan, kesemutan, jantung berdebar, dan rasa kantuk yang mungkin terjadi pada beberapa individu yang sensitif bila mengonsumsi 3 gram lebih MSG tanpa makanan. Namun, satu porsi khas dari makanan dengan menambahkan MSG mengandung kurang dari 0,5 gram MSG. Mengkonsumsi lebih dari 3 gram MSG tanpa makanan pada satu waktu tidak mungkin terjadi.
Menurut Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA), monosodium glutamat tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan karena memiliki acceptable daily intake (ADI) not specified (tidak dinyatakan). ADI tidak dinyatakan adalah istilah yang digunakan untuk bahan tambahan pangan yang mempunyai toksisitas yang sangat rendah, berdasarkan data (kimia, biokimia, toksikologi, dan data lainnya). Jumlah asupan bahan tambahan pangan tersebut jika digunakan dalam takaran yang diperlukan untuk mencapai efek yang diinginkan serta pertimbangan lain.
FDA juga menyatakan bahwa MSG termasuk senyawa yang aman, mitos bahaya MSG tidak terbukti secara ilmiah. Bahkan pada 2015, American Chemical Society(ACS) telah menerbitkan artikel membongkar mitos MSG. ACS juga menerbitkan video pembuktian bahwa MSG sangat aman untuk dikonsumsi.
Efek plasebo
Mungkin Anda bertanya jika MSG aman mengapa banyak orang mengklaim mengalami efek buruk setelah mengkonsumsi makanan mengandung MSG. Dalam banyak kasus, itu hanya efek plasebo - efek yang dikontrol oleh kekuatan pikiran hingga membangkitkan sugesti bahwa apa yang dipikirkan benar terjadi.
Dalam kasus lainnya banyak orang tetap meyakini bahwa MSG menyebabkan efek buruk, hal ini sebenarnya terjadi karena ketidaktahuan dan doktrin yang terlanjur melekat tentang efek buruk MSG, sehingga MSG selalu menjadi tersangka utama jika efek buruk terjadi setelah memakan makanan yang mengandung MSG.
Beberapa orang mungkin mengklaim mengalami reaksi alergi terhadap makanan mengandung MSG, namun MSG tidak menciptakan antibodi yang dapat menyebabkan reaksi alergi. Alan Levinovitz dalam tulisannya di New Scientist, menjelaskan tentang data yang menunjukkan bahwa sensitivitas MSG bagi kebanyakan orang hanya dalam kepala mereka saja (efek plasebo).
Orang-orang mengalami efek buruk terkait MSG biasanya mengalami gejala ringan, tidak perlu dilarikan ke Rumah Sakit dan tidak berefek jangka panjang. Semua efek dirasakan ketika setelah mengetahui bahwa makanan yang mereka makan mengandung MSG, sangat jelas itu terjadi karena efek plasebo.
Kesimpulan
Mitos tentang bahaya MSG yang berkembang di masyarakat dan bahkan tidak sedikit masyarakat yang anti-MSG disebabkan oleh mitos tersebut yang kadung dipercaya secara turun temurun, faktanya mitos itu tidak terbukti secara ilmiah dan banyak penelitian mengungkap bahwa MSG aman.
Dalam video American Chemical Society (ACS) membongkar mitos MSG, memberikan pesan tentang mitos ini:
"Jika seseorang memberitahu Anda bahwa ada sesuatu yang buruk terjadi pada Anda dan Anda tidak bisa mendapatkan jawaban yang pasti mengapa itu terjadi, itu tugas Anda untuk menggali dan menemukan jawabannya sendiri. Ini adalah tentang ilmu pengetahuan, tidak boleh menerima sesuatu sebagai kebenaran tanpa bukti yang akurat."
[Http://Cerkiis.blogspot.com, sumber : http://www.hoaxes.id/2017/02/mitos-vs-fakta-bahaya-msg.html]
Referensi
Business Insider (MSG Is Perfectly Safe. Here’s Why)
American Chemical Society (Is MSG bad for you? Debunking a long-running food myth (video))
FDA (Questions and Answers on Monosodium glutamate (MSG))
New Scientist (What if your gluten intolerance is all in your head?)
Harvard University (Fact or Fiction? The MSG Controversy)
Skeptical Reptor (MSG myth – debunked with real science)
American Chemical Society (Is MSG bad for you? Debunking a long-running food myth (video))
FDA (Questions and Answers on Monosodium glutamate (MSG))
New Scientist (What if your gluten intolerance is all in your head?)
Harvard University (Fact or Fiction? The MSG Controversy)
Skeptical Reptor (MSG myth – debunked with real science)