Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Abi Syaibah rahimahullah (9/448 no. 17839, tahqiq : Muhammad ‘Awwaamah – Syirkah Daaril-Qiblah, Cet. 1/1428, Jeddah) :
حدثنا عباد بن العوام عن غالب قال : سألت الحسن - أو سئل - عن رجل تكون له امرأتان في بيت قال : كانوا يكرهون الوجس وهو أن يطأ إحداهما والاخرى تنظر أو تسمع .
Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaad bin Al-‘Awwaam, dari Ghaalib, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Al-Hasan (Al-Bashri) – Al-Hasan (Al-Bashri) pernah ditanya – tentang seorang laki-laki yang mempunyai dua orang istri dalam satu rumah. Maka ia menjawab : “Mereka (para shahabat) membenci al-wajs, yaitu ia menggauli salah satu di antara istrinya sedangkan yang lain melihat atau mendengarnya” [shahih].
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :
وليس للرجل أن يجمع بين امرأتيه في مسكن واحد بغير رضاهما صغيرا كان أو كبيرا لأن عليهما ضررا لما بينهما من العداوة والغيرة واجتماعهما يثير المخاصمة والمقاتلة, وتسمع كل واحدة منهما حسه إذا أتى إلى الأخرى أو ترى ذلك فإن رضيتا بذلك جاز لأن الحق لهما, فلهما المسامحة بتركه. وكذلك إن رضيتا بنومه بينهما في لحاف واحد وإن رضيتا بأن يجامع واحدة بحيث تراه الأخرى, لم يجز لأن فيه دناءة وسخفا وسقوط مروءة فلم يبح برضاهما ......
“Tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk mengumpulkan dua istrinya dalam satu tempat yang sama tanpa keridlaannya, baik masih kecil ataupun sudah tua; karena padanya terdapat kemudlaratan dimana antara keduanya terdapat permusuhan dan kecemburuan. Dan mengumpulkan mereka berdua akan memperparah pertengkaran dan peperangan. Setiap orang di antara mereka mendengar gerakan suaminya jika mendatangi (menggauli) yang lain, atau bisa juga ia melihat hal itu. Jika mereka berdua ridla (ditempatkan dalam satu tempat yang sama), maka diperbolehkan; karena hak itu milik keduanya – sehingga keduanya diberikan toleransi jika meninggalkan haknya tersebut. Begitu pula jika mereka ridla suami mereka tidur di antara mereka berdua dalam satu selimut.[1] Namun jika mereka berdua ridla suami mereka menggauli salah seorang di antara mereka sedangkan yang lain melihatnya, maka yang demikian ini tidak diperbolehkan. Karena padanya terdapat kehinaan, kerendahan, dan jatuhnya harga diri, sehingga hal itu tetap tidak diperbolehkan meskipun mereka berdua meridlainya…” [Al-Mughniy, 10/234, tahqiq : ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy & ‘Abdul-Fattah Muhammad Al-Haluw; Daar ‘Aalamil-Kutub, Cet. 3/1417].
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
ولا يجمع بين امرأتين في مسكن الا برضاهما، لأن ذلك ليس من العشرة بالمعروف، ولأنه يؤدى إلى الخصومة ولا يطأ احداهما بحضرة الأخرى، لأنه دناءة وسوء عشرة
“Dan janganlah mengumpulkan dua orang istri dalam satu tempat kecuali dengan keridlaan mereka, karena hal itu bukan termasuk pergaulan yang baik (terhadap istri). Semua itu dapat menimbulkan permusuhan. Tidak boleh pula menggauli salah seorang diantara mereka sedangkan yang lain tengah bersamanya, karena hal itu merupakan kehinaan dan jeleknya pergaulan” [Al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab, 16/412 – Maktabah Al-Misykah].
Dari keterangan di atas juga terdapat satu pelajaran bagi mereka yang berpoligami untuk menempatkan istri-istrinya di tempat/rumah yang berlainan, sebagaimana Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[Cerkiis.blogspot.com, Abul-Jauzaa’ Al-Atsariy – Permulaan Syawwal 1430 H di Perumahan Ciomas Permai, Ciapus, Ciomas, Bogor].
حدثنا عباد بن العوام عن غالب قال : سألت الحسن - أو سئل - عن رجل تكون له امرأتان في بيت قال : كانوا يكرهون الوجس وهو أن يطأ إحداهما والاخرى تنظر أو تسمع .
Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaad bin Al-‘Awwaam, dari Ghaalib, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Al-Hasan (Al-Bashri) – Al-Hasan (Al-Bashri) pernah ditanya – tentang seorang laki-laki yang mempunyai dua orang istri dalam satu rumah. Maka ia menjawab : “Mereka (para shahabat) membenci al-wajs, yaitu ia menggauli salah satu di antara istrinya sedangkan yang lain melihat atau mendengarnya” [shahih].
Al-Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :
وليس للرجل أن يجمع بين امرأتيه في مسكن واحد بغير رضاهما صغيرا كان أو كبيرا لأن عليهما ضررا لما بينهما من العداوة والغيرة واجتماعهما يثير المخاصمة والمقاتلة, وتسمع كل واحدة منهما حسه إذا أتى إلى الأخرى أو ترى ذلك فإن رضيتا بذلك جاز لأن الحق لهما, فلهما المسامحة بتركه. وكذلك إن رضيتا بنومه بينهما في لحاف واحد وإن رضيتا بأن يجامع واحدة بحيث تراه الأخرى, لم يجز لأن فيه دناءة وسخفا وسقوط مروءة فلم يبح برضاهما ......
“Tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk mengumpulkan dua istrinya dalam satu tempat yang sama tanpa keridlaannya, baik masih kecil ataupun sudah tua; karena padanya terdapat kemudlaratan dimana antara keduanya terdapat permusuhan dan kecemburuan. Dan mengumpulkan mereka berdua akan memperparah pertengkaran dan peperangan. Setiap orang di antara mereka mendengar gerakan suaminya jika mendatangi (menggauli) yang lain, atau bisa juga ia melihat hal itu. Jika mereka berdua ridla (ditempatkan dalam satu tempat yang sama), maka diperbolehkan; karena hak itu milik keduanya – sehingga keduanya diberikan toleransi jika meninggalkan haknya tersebut. Begitu pula jika mereka ridla suami mereka tidur di antara mereka berdua dalam satu selimut.[1] Namun jika mereka berdua ridla suami mereka menggauli salah seorang di antara mereka sedangkan yang lain melihatnya, maka yang demikian ini tidak diperbolehkan. Karena padanya terdapat kehinaan, kerendahan, dan jatuhnya harga diri, sehingga hal itu tetap tidak diperbolehkan meskipun mereka berdua meridlainya…” [Al-Mughniy, 10/234, tahqiq : ‘Abdullah bin ‘Abdil-Muhsin At-Turkiy & ‘Abdul-Fattah Muhammad Al-Haluw; Daar ‘Aalamil-Kutub, Cet. 3/1417].
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
ولا يجمع بين امرأتين في مسكن الا برضاهما، لأن ذلك ليس من العشرة بالمعروف، ولأنه يؤدى إلى الخصومة ولا يطأ احداهما بحضرة الأخرى، لأنه دناءة وسوء عشرة
“Dan janganlah mengumpulkan dua orang istri dalam satu tempat kecuali dengan keridlaan mereka, karena hal itu bukan termasuk pergaulan yang baik (terhadap istri). Semua itu dapat menimbulkan permusuhan. Tidak boleh pula menggauli salah seorang diantara mereka sedangkan yang lain tengah bersamanya, karena hal itu merupakan kehinaan dan jeleknya pergaulan” [Al-Majmu’ Syarhul-Muhadzdzab, 16/412 – Maktabah Al-Misykah].
Dari keterangan di atas juga terdapat satu pelajaran bagi mereka yang berpoligami untuk menempatkan istri-istrinya di tempat/rumah yang berlainan, sebagaimana Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam juga melakukannya. Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
[Cerkiis.blogspot.com, Abul-Jauzaa’ Al-Atsariy – Permulaan Syawwal 1430 H di Perumahan Ciomas Permai, Ciapus, Ciomas, Bogor].
Foitnote :
[1] Al-Imam Ibnu Abi Syaibah rahimahullah menyebutkan dua atsar sebagai berikut :
حدثنا عباد بن العوام عن أبي شيبة قال : سمعت عكرمة يحدث عن ابن عباس قال : كان ينام بين جاريتين
Telah menceritakan kepada kami ‘Abbaa bin Al-‘Awwaam, dari Abu Syaibah, ia berkata : Aku mendengar ‘Ikrimah menceritakan dari Ibnu ‘Abbas dan berkata : “Adalah Ibnu ‘Abbas pernah tidur di antara dua budak perempuannya” [Al-Mushannaf, 9/449 no. 17840].
حدثنا يزيد بن هارون عن شريك عن ليث عن عطاء أنه كان لا يرى بأسا أن ينام الرجل بين الأمتين
Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Harun, dari Syariik, dari Laits, dari ‘Atha’ : Bahwasannya ia berpendapat tidak mengapa bagi seorang laki-laki tidur di antara dua orang budak perempuannya” [idem, no. 17841].