Selasa, 04 Februari 2020
Kedatangan Utusan Thayyi’
BAHASAN : SIRAH NABI
KEDATANGAN UTUSAN THAYYI’
Oleh Ustadz Abu Firas Luthfi bin Muhammad Yasin
Pembahasan ini adalah lanjutan pembahasan kedatangan delegasi dari penjuru Arab.
ASAL USUL THAYYI’
Thayyi’ adalah Thayyi’ bin Udad bin Zaid bin Yasyjub bin Arib bin Zaid bin Kahlan bin Saba’[1]. Dikatakan nama aslinya Jalhamah kemudian disebut Thayyi’ karena ia orang pertama yang membangun sumur dengan batu. Dikatakan, ia yang pertama kali membangun tempat minum[2].
KEUTAMAAN KABILAH THAYYI’
Terdapat beberapa dalil tentang keutamaan mereka
Riwayat Pertama
عَنْ عَدِي بْنِ حَاتِم قَالَ: أَتَيْنَا عُمَرَ فِيْ وَفْدٍ، فَجَعَلَ يَدْعُو رَجُلًا رَجُلاً، وَ يُسَمِّيْهِمْ، فَقُلْتُ: أَمَا تَعْرِفُنِي ياَ أَمِيْرَ الْمُؤْمِنِيْن؟ قَالَ: بَلَى، أَسْلَمْتَ إِذَا كَفَرُوا، وَ أَقْبَلْتَ إِذَا أَدْبَرُوا، وَوَفَيْتَ إِذَا غَدَرُوا، وَ عَرَفْتَ إِذَا أَنْكَرُوا
Dari Adi bin Hatim berkata: Kami mendatangi Umar dalam rombongan Thayyi’ dan menyebut nama mereka satu persatu. Aku mengatakan: apakah engkau tidak mengenaliku wahai Amirul Mukminin? Umar menjawab: Tentu. Engkau tetap memeluk Islam ketika orang-orang murtad. Engkau datang ketika orang-orang menolak. Engkau penuhi janji ketika orang-orang memungkirinya. Engkau berbuat baik ketika orang-orang berlaku munkar[3].
Riwayat Kedua
عَنْ عَدِي بْنِ حَاتِمٍ قَالَ: أَتَيْتُ عُمَرَ ابْنَ الْخَطَاب رضي الله عنه فَقَالَ لِي: إِنَّ أَوَّلَ صَدَقَةٍ بَيَّضَتْ وَجْهَ رَسُوْلِ اللهِ وَ وُجُوْهَ أَصْحَابِهِ صَدَقَةُ طَيِّئ، جِئْتُ بِهَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ
Dari Adi bin Hatim ia berkata: aku mendatangi Umar bin Khattab. Kemudian Umar berkata: Sesungguhnya zakat pertama yang menjadikan cerah wajah Rasûlullâh dan Shahabatnya adalah zakat Bani Thayyi’. Aku datang membawanya kepada Rasûlullâh.[4].
JUMLAH UTUSAN DAN WAKTU KEDATANGAN
Delegasi Thayyi’dipimpin oleh Zaid al-Khail[5] yang kemudian disebut Rasûlullâh sebagai Zaid al-Khair. Tidak disebutkan jumlah, namun hanya disebut sambutan mereka akan Islam yang ditawarkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan baiknya keislaman mereka[6].
Kedatangan rombongan Zaid al-Khail ini menurut Ibnu Hajar terjadi pada tahun 9 H[7].
Adi bin Hatim[8], seorang Shahabi dan pemuka Thayyi juga datang kepada Rasûlullâh untuk berislam. Namun, dari konteks cerita mengesankan kalau Adi datang sendirian[9].
Adi bin Hatim dari riwayat kedua keutamaan Thayyi di atas menunjukkan kedatangannya yang kedua menemui Rasulullah untuk menghantarkan zakat Thayyi’. Namun, Ibnu Hajar menyebut bahwa Adi datang dengan zakat kaumnya masa kehalifahan Abu Bakar[10].
Riwayat pertama tentang keutamaan Thayyi’ diatas juga menunjukkan kedatangannya yang ketiga ke Madinah bersama kaumnya pada masa kekhalifahan Umar.
SIFAT KEDATANGAN DAN PENYAMBUTAN RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Sebatas penjelasan dari Ibnu Ishaq[11], dijelaskan bahwa rombongan Bani Thayyi’ datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasûlullâh menawarkan Islam kepada mereka hingga mereka menerimanya, bahkan dikatakan bahwa keislaman mereka baik. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar memberikan perlakuan khusus kepada Zaid sebagai pemuka mereka dengan memujinya. Zaid kemudian dikenal baik keislamannya.[12].
HUKUM-HUKUM DAN IBRAH
1. Keutamaan Bani Thayyi’ nampak dengan baiknya keislaman mereka dengan peran Zaid al-Khair.
2. Keutamaan Bani Thayyi’ juga nampak dalam peristiwa riddah masa Abu Bakar, dimana mereka tetap dalam Islam dan membayarkan zakatnya kepada Abu Bakar.
3. Keutamaan Bani Thayyi’ karena menjadikan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan shahabatnya gembira dengan zakat yang mereka bayarkan[13].
4. Ibnu Abi Syaibah menyebut kedatangan Adi bin Hatim membawa zakat Thayyi’ dan meletakkannya dalam Kitab Awaail dalam bab Awwalu Man Fu’ila wa Man Fa’alahu (Yang pertamakali dilakukan dan yang melakukannya)[14].
5. Pentingnya peran pemimpin shalih dan kuat yang mampu mempengaruhi kaumnya, sebagaimana nampak pada Zaid al-Khair hingga kaumnya memeluk Islam. Begitu pula Adi bin Hatim yang mampu menghalangi kemurtadan di kaumnya dan memastikan mereka membayar zakat.
6. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut Zaid al-Khail[15] dengan Zaid al-Khair sebagai tafa’ul.
7. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukan Zaid al-Khair dengan perlakuan khusus demi kemaslahatan untuk melunakkan hati mereka. Sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kepada empat orang: Aqra’ bin Habis, Zaid al-Khair, Uyainah bin Hisn, dan Alqamah bin Ulatsah atau Amir bin Thufail al-Amiri semacam emas lantak/bijih besi yang belum dimuliakan yang dibawa oleh Ali bin Abi Thalib dari Yaman[16]. Ibnu Hajar menyebutkan perbedaan ulama tentang jumlah emas yang dibagikan tersebut dengan komentar bahwa emas tersebut berasal dari seperlima ghanimah, karena hal itu termasuk salah satu kekhususan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikannya pada salah satu kelompok demi kemaslahatan[17]. Bahkan dalam riwayat di Ibnu Ishaq, Zaid al-Khair juga diberikan iqta’[18] suatu tempat yang disebut dengan Faid dan sebagian tanah yang lain[19].
8. Disebutkannya keutamaan Adi bin Hatim yang mampu menjaga kaumnya dari kemurtadan dan tetap membayar zakat.
9. Perhatian Umar dengan kaum Muslim. Dimana ia menyebut nama Adi bin Hatim dan utusan kaumnya satu demi satu.
10. Keutamaan kebaikan dimasa sulit. Karena masa riddah adalah masa yang sukar dalam sejarah Islam.
Wallahua’lam.
[Cerkiis.blogspot.com, Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079, artikel: almanhaj]
Footnote
[1] Ibnu Hajar, Fath al-Bari, Tahqiq Nadzr al-Faryabi, (Riyadh: Dar Tayyibah, Cet. 3, 1431 H), 9/542. Bandingkan dengan; Qalqasyandi, Nihayah al-Arab fi Ma’rifah Ansab al-Arab, Tahqiq Ibrahim al-Abyari, (Beirut: Dar Kitab al-Lubnani, Cet. 2, 1400 H), hlm. 326; Ibnu Abdu al-Barr, al-Anbah fi Qabail ar-Ruwat, Tahqiq Ibrahim al-Abyari, (Beirut: Dar Kitab al-Arabi, Cet. 1, 1405), hlm. 119.
[2] Ibnu Hajar, Fath al-Bari, 9/542.
[3] Bukhari, Sahih Bukhari, Tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, Cet. 2, 1428 H), hadist (4394).
[4] Imam Muslim, Sahih Muslim, Tahqiq Khalil Ma’mun Syiha, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, Cet. 2, 1428 H), hadist (6396).
[5] Zaid al-Khail bin Muhalhil bin Zaid bin Munhib bin Abdi Rudha at’Tha’i. Ia datang bersama kaumnya kepada Rasulullah pada tahun 9 H. Rasulullah memujinya, ia kemudian masuk Islam dan baik keislamannya. Rasulullah menamakannya dengan Zaid al-Khair. Dikatakan bahwa kunyahnya adalah Abu Muknif. Ia seorang orator, penyair, pemberani, dan pemurah. Zaid wafat ketika Rasulullah masih hidup. Ibnu Hajar, Al-Ishabah, 4/114-117; Ibnu Hajar, Fath al-Bari, 4/489.
[6] Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, Tahqiq Abdul Salam ad-Tadmudri, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, Cet. 3, 1410 H), 4/220.
[7] Ibnu Hajar, Al-Ishabah 4/114-117.
[8] Adi bin Hatim bin Abdullah bin Sa’d bin Khasraj at-Tha’i. Abu Tharif. Masuk Islam tahan 9 H. Pendapat lain menyebut tahun 10 H. Termasuk orang yang bertahan dan kokoh dalam Islam ketika muncul kemurtadan di Arab sesaat sebelum dan setelah meninggalnya Rasulullah. Ia turut serta dalam futuhat di Iraq, tinggal di Kufah, ikut Perangan Siffin di pihak Ali bin Abi Thalib. Adi meninggal setelah tahun 60 H berumur 120 tahun, ada yang mengatakan 180 tahun. Ibnu Hajar, Al-Ishabah 7/122.
[9] Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, 4/220-223.
[10] Ibnu Hajar, Al-Ishabah 7/122.
[11] Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, 4/220.
[12] Ibnu Hajar, Fath al-Bari, 9/489.
[13] Ali bin Adam al-Ethiopi, al-Bahr al-Mukhit ats-Tsajjaj fi Syarh al-Imam Muslim bin Hajjaj, (Dammam: Dar Ibnu al-Jauzi, Cet.1, 1426 H), 40/29.
[14] Ibnu Abi Syaibah, Mushannaf, Tahqiq Muhammad bin Abdullah al-Jum’ah dan Muhammad bin Ibrahim al-Luhaidan, (Riyadh: Maktabah Rusyd, Cet. 2, 1427 H), 13/40 hadist (36906).
[15] Ibnu Hajar menyebut sebab penamaannya dengan Zaid al-Khail (kuda, pen.), hal itu karena ia memiliki kuda yang sangat berharga. Lihat Ibnu Hajar, Fath al-Bari, 9/489. Ibnu Katsir menyebutkan jumlah kudanya sebanyak 5 ekor. Bidayah wa Nihayah, 7/288.
[16] Bukhari, Sahih, 3344 dan 4351; Muslim, Sahih, 143 dan 1064.
[17] Ibnu Hajar, Fath al-Bari, 9/489.
[18] Menurut Ibnu Abidin sebagaimana dikutip Mausuah Fiqhiyyah, iqta’ adalah apa yang diberikan Imam. Atau tanah yang diberikan Imam agar dijaga atau dimanfaatkan orang yang menggunakannya. Lihat Wizarah Auqaf Kuwait, Mausuah al-Fiqhiyyah, (Kuwait: Tp, Cet. 5, 1425 H), 6/81.
[19] Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah, 4/220.