Sabtu, 09 September 2017

Tidak Bisa Membedakan Jenazah Muslim dan Kafir


Membedakan Jenazah Muslim dan Kafir di Daerah Bencana

Jika dalam kondisi bencana, misal banjir atau tanah longsor. ada banyak jenazah.. tapi kita tidak tahu muslim atau kafir, hanya saja kampung itu mayortitas muslim dan ada sebagian non muslim. Apa yang harus dilakukan?

Jawab :
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du, Menangani jenazah kaum muslimin – memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan memakamkan – hukumnya fardhu kifayah. Jika ada diantara jenazah muslim yang tidak tertangani, maka semua muslim yang berkepentingan di sana, mereka berdosa.

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ: وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ

Kewajiban muslim kepada muslim yang lain ada 5: (salah satunya) menangani jenazah… (HR. Bukhari 1240 & Muslim 2162)

Sementara menshalati mayat orang kafir, hukumnya haram. Karena Allah melarang kita untuk mendoakan mereka setelah kematian. Allah berfirman,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Tidak boleh bagi Nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampun bagi orang-orang musyrik, meskipun mereka kerabat. Setelah jelas bagi mereka bahwa mereka adalah penduduk neraka. (QS. at-Taubah: 113)

Makna: “Setelah jelas bagi mereka bahwa mereka adalah penduduk neraka” maksudnya adalah mati dalam kondisi kafir. Karena orang yang mati kafir, kekal di neraka.

Bagaimana ketika jenazahnya banyak sehingga tidak bisa diidentifikasi agamanya?

Dari kasus di atas, terjadi benturan hukum, antara yang wajib dan yang haram bercampur. Hanya saja, kewajiban ini terkait kepentingan kaum muslimin yang lain. Sehingga meninggalkan kewajiban ini, berarti menelantarkan hak muslim yang lain.

Dalam hal ini, terdapat kaidah yang menyatakan,

إذا اختلط الواجب بالمحرم فتراعى مصلحة الواجب

Apabila yang wajib dan yang haram bercampur, maka diperhatikan kemaslahatan yang wajib.

Dalil yang mendukung kaidah ini adalah hadis dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan,

حتى مر في مجلس فيه أخلاط من المسلمين والمشركين عبدة الأوثان واليهود وفيهم عبد الله بن أبي ابن سلول فسلم عليهم النبي صلى الله عليه وسلم ثم وقف فنزل فدعاهم إلى الله وقرأ عليهم القرآن

Hingga ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati perkumpulan, di sana campur antara muslim, musyrik penyembah berhala, dan yahudi. Dan diantara mereka ada Abdullah bin Ubai bin Salul. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi salam kepada mereka, lalu beliau turun dari Keledai, dan mengajak mereka untuk masuk islam dan membacakan al-Quran kepada mereka. (HR. Bukhari 4566)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi salam kepada mereka, sementara di tengah perkumpulan mereka ada orang kafir. Beliau menyampaikan salam dan sasarannya sesuai niat beliau. (al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, hlm. 269).

Berdasarkan keterangan di atas, ketika ada banyak jenazah, bercampur antara muslim dan kafir, maka semuanya ditangani secara islam, dan yang membedakan adalah niatnya.

Syaikh Dr. Muhammad Shidqi Al-Burnu menyebutkan contoh penerapan kaidah ini,

إذا اختلط موتى المسلمين بالكفار، ولم يمكن التمييز بينهم غسِّل الجميع وصلى عليهم ويكون التمييز بالنية

Ketika ada jenazah kaum muslimin dan orang musyrik bercampur, dan tidak mungkin dibedakan, maka semua dimandikan, dishalati, dan yang membedakan niatnya. (al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, hlm. 269)

Demikian, Allahu a’lam.

[Cerkiis.blogspot.com, Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com).]